TEORI MAX WEBER
Tuesday, 17 September 2013
1 Comment
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Dewasa ini para siswa maupun mahasiswa
yang mendapatkan pelajaran sosiologi tidak terlepas dari teori. Teori tersebut
tidak lahir begitu saja, melainkan ada yang mencetuskan teori tersebut.
Tokoh-tokoh legendaris yang terdapat dalam sosiologi antara lain, Auguste
Comte, Herbert Spencer, Emile Durkheim, Max Weber, Karl Mark, Ferdinand Tonnis,
Georg Simmel. Walaupun tokoh-tokoh tersebut cukup terkenal, tetapi tidak
sedikit para peserta didik tidak mengetahuinya. Yang mereka dapatkan di jenjang
pendidikan sebelumnya adalah berupa teori yang begitu kompleks, tetapi tidak
diperkenalkan maupun dibahas sebenarnya siapa saja dibalik lahirnya teori yang
sering dipakai untuk bahan ajar tersebut. Alangkan baik dan bermanfaatnya jika
para peserta didik mengetahui teori serta tokoh di balik teori tersebut. Salah
satu teori dari tokoh dari Max Weber yang cukup terkenal di dunia pendidikan
yaitu verstehen. Verstehen akan lebih dikenal serta dipahami bagaimana bisa
menjadi teori besar dan siapa tokoh di balik semua itu
2. Rumusan Masalah:
a. Bagaimana biografi Max Weber?
b.
Bagaimana Warisan Idealisme Historisisme Jerman dan Sosiologis Interpretatif
(Verstehen)?
3. Tujuan
1. Untuk
mengetahui riwayat hidup Max Weber
2. Untuk mengetahui teori
verstehen dari Max Weber
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi
Max Weber
Max Weber lahir di Erfurt, Jerman, pada tanggal 21
April 1864, dari keluarga kelas menengah. Perbedaan antara orang tuanya membawa
dampak besar pada orientasi intelektual dan perkembangan psikologinya. Ayahnya
adalah seorang birokrat yang menduduki posisi politik yang relative penting. Ia
jelas merupakan bagian dari kemapanan politik dan akibatnya ia abstain dari
aktivitas dan idealisme yang memerlukan pengorbanan pribadi atau mengancam
posisinya dari dalam system. Selain itu, weber senior adalah seseorang yang
menikmati dunia, dan dalam banyak hal ia sangat berlawanan dengan istrinya. Ibu
Max Weber adalah seorang calvinis yang sangat religious, seorang perempuan yang
berusaha menjalani kehidupan asketis yang tidak banyak terlibat dalam
kenikmatan duniawi yang didambakan oleh suaminya. Perhatiannya lebih kearah
dunia lain, ia terusik oleh ketidaksempurnaan yang merupakan tanda bahwa ia
tidak ditakdirkan untuk mendapatkan keselamatan. Perbedaan tajam antara kedua
orang tuanya menyebabkan ketegangan rumah tangga, dan perbedaan serta
ketegangan tersebut membawa dampak besar bagi Weber. Karena tidak mungkin
mendamaikan kedua orang tuanya, sebagai seorang anak Weber dihadapkan pada
pilihan sulit. Mula-mula ia lebih cenderung pada pola kehidupan ayahnya, namun
kemudian ia lebih dekat dengan ibunya. Apapun pilihannya, ketegangan yang
ditimbulkan oleh kebutuhan untuk memilih dua kutub tersebut membawa pengaruh
negative terhadap psikis Max Weber.
Pada usia 18 tahun, Max Weber meninggalkan rumah
sementara waktu untuk belajar di Universitas Heidelberg. Weber telah
menunjukkan kemampuan intelektualnya, namun dalam hal derajat social ia
memasuki Universitas Heidelberg dengan
malu-malu dan terbelakang. Namun hal tersebut cepat berubah setelah ia tertarik
pada cara hidup ayahnya dan bergabung dengan organisasi kepemudaan yang penuh
persaingan, tempat ayahnya dulu juga pernah terlibat. Di sana ia berkembang
secara social, paling tidak sebagian, karena banyaknya bir yang ia konsumsi
bersama dengan rekan-rekannya. Selain itu, dengan bangga ia menampilkan bekas
luka akibat perkelahian yang merupakan tanda dari organisasi tersebut. Weber
tidak hanya mewujudkan identitasnya dengan cara hidup ayahnya dengan cara
seperti ini, namun juga memilih, paling tidak pada saat itu, karier
ayahnya-hukum. Setelah tiga tahun, Weber meninggalkan Heidelberg untuk
menjalani wajib militer, dan pada tahun 1884 kembali ke Berlin dan ke rumah
orang tuanya untuk megambil kuliah di Universitas Berlin. Ia tetap di sana
selama hampir delapan tahun kemudian ketika ia menyelesaikan studinya, meraih
gelar doctor, menjadi pengacara dan mulai mengajar di Universitas Berlin. Dalam
proses ini, minatnya lebih banyak beralih ke persoalan-persoalan sepanjang
masa-ekonomi, sejarah, dan sosiologi. Selama delapan tahun di Berlin, secara
financial Weber tergantung pada ayahnya, satu situasi yang semakin tidak ia
sukai. Pada saat yang sama, ia semakin mendekati nilai-nilai ibunya, dan
antipati terhadap ayahnya meningkat. Ia menjalani kehidupan asketis dan
tenggelam dalam kerjanya. Mengikuti ibunya, Weber menjadi seorang asketis dan
rajin, seorang pekerja giat (gila kerja). Pada tahun 1896 giatnya dala bekerja
ini membawanya pada posisi seorang professor ekonomi di Heidelberg, namun pada
tahun 1897 ketika karier akademik berkembang ayahnya meninggal dunia setelah
bertengkar hebat dengannya. Tidak lama setelah itu Weber mulai menunjukkan
gejala yang membawanya pada keruntuhan mental. Sering kali tidak dapat tidur
atau bekerja, Weber menghasilkan enam atau tujuh tahun kemudian dalam kondisi
yang hampir mati suri. Setelah lama berselang tenaganya pulih kembali pada
tahun 1903, namun tidak sampai 1904, ketika ia menyampaikan kuliah perdananya
di Amerika Serikat dalam kurun waktu enam setengah tahun, Weber mampu kembali
aktif dalam kehidupan akademi. Pada tahun1904 dan 1905, ia menerbitkan karya
terkenalnya, The Protestant Ethnic and
The Spirit of Capitalism. Dalam karya ini, Weber menyatakan kesalihan sang
ibu yang diwarisinya pada level akademi. Weber banyak menghabiskan waktu untuk
mempelajari agama kendati secara pribadi ia tidak reigius.
Meskipun ia dihinggapi masalah psikologis, setelah
tahun 1904 Weber mampu bekerja kembali, menghasilkan karya pentignya. Pada
tahun-tahun itu, Weber menerbitkan studinya tentang agama-agama dunia dalam
perspektif sejarah dunia. Ketika ia meninggal (14 Juni 1920) ia tengah
mengerjakan karya terpentingnya, Economy
and Society. Meskipun bukunya diterbitkan dan kemudian diterjemahkan ke
dalam banyak bahasa, buku ini tidak selesai. Selain menghasilkan banyak tulisan
ketika itu Weber melakukan sejumlah aktifitas lain. Ia membantu mendirikan
masyarakat Sosiologi Jerman pada tahun 1910. Rumahnya menjadi pusat bagi banyak
intelektual, termasuk sosiolog seperti Georg Simmel, Robert Michels dan
saudaranya Alfred Weber, maupun filsuf kritik sastra Georg Lukacs. Selain itu
ia aktif secara politik dan menulis banyak esai tentang sejumlah isu pada
masanya. Dalam kehidupan Weber, dan lebih penting lagi, dalam karya-karyanya,
terdapat ketegangan antara pikiran birokratis, sebagaimana ditampilkan oleh
sang ayah, dengan religiusitas ibunya. Ketegangan yang tak terpecahkan itu
merasuk ke dalam karya Weber dan dalam kehidupan pribadinya.
B. Warisan
Idealisme Historisisme Jerman dan Sosiologis Interpretatif (Verstehen)
1) Warisan
Idealisme Historisisme Jerman
Konsep Sosiologi Weber, sebagaimana yang
telah kita ketahui, dipandang sebagai suatu upaya yang menengahi antara dua
cara pandang yang bertentangan yang terjadi di jerman pada masanya. Posisi
pertama, adalah mereka yang di ilhami oleh keberhasilan ilmu alam, yang
meyakini bahwa metode mereka akan mampu memacu perkembangan studi manusia dan
masyarakat. Sebaliknya pandangan yang kedua, menekankan bahwa sesuatu yang
penting dalam manusia (spirit, pikiran, budaya dan sejarahnya) tidak akan mampu
di pahami melalui teknik-teknik ilmu alam, karenanya pandangan yang pertama itu
sifatnya superficial (hal-hal yang
ada di permukaan) dan hanya menyangkut aspek-aspek manusia yang eksternal saja.
Psikologisme, positivisme dan
behaviorisme merupakan prinsip-prinsip manifestasi dari pijakan pandangan
pertama, yang bertentangan dengan Husserl dan Scheler sebagaimana yang telah
kita lihat, telah mengembangkan perspektif pendekatan fenomenologi. Sedangkan weltanschuungsphilosophi dan historisme
merupakan contoh dari pijakan yang kedua. Pemikiran ini menekankan bahwa
keunikan spirit manusia membutuhkan beberapa metode yang khusus sehingga
seseorang mampu memahinya secara autentik. Hanya dengan intuisi yang simpatik
dan pemfokusan terhadap makna itulan yang akan mampu menghasilkan suatu
pemahaman budaya dan sejarah secara memadai. Menurut Weber, dalam memahami
sosio budaya maka di perlukan beberapa metode khusus dalam rangka memahami
berbagai motif dan arti atau makna tindakan manusia. Dengan pengertian semacam
ini, maka sosiologi merupakan suatu ilmu yang meilbatkan dirinya dengan
penafsiran dan pemahan tindakan manusia secara sensitif. Penjelasan sosiologi
haruslah memadai dalam tahapan makna. Tetapi ini bukan berarti bahwa Weber
menyatakan bahwa sosiologi harus menghilangkan hubungan-hubungan kausal dalam
berbagai fenomena sosial. Weber menunujukkan bahwa keterlibatan dengan kausal
(hukum sebab akibat) dan generalisasi merupakan suatu hal yang umum dalam semua
ilmu, maka demikian pula hal ini harus dijadikan fokus utama dalam ilmu sosial.
Dengan cara seperti ini, Weber mencoba memperbarui apa yang dianggap penting
oleh kedua pijakan yang bertentangan tersebut. Dengan adanya kondisi manusia
semacam itu, maka tidak ada ilmu yang akan dapat memahami secara benar jika
menghilangkan makna dan kesulitan itu. Sosiologi merupakan suatu ilmu yang
hadir secara bersamaan untuk memahami makna subjektif manusia yang diatributkan
pada tindakkan-tindakkannya dan sebab-sebab objektif serta konsekuensi dari
tindakannya. Perlu diingat bahwa makna juga merupakan suatu komponen kausal
dari suatu tindakan. Definisi Weber yang terkenal tentang tindakan tersebut
adalah sebagai berikut “ suatu tindakan sosial itu merupakan suatu tindakan
yang subjektif yang juga meliputi tindakan yang lainnya” dan diorientasikan
dalam bentuk tindakan sosial. Secara ideal sosiologi haruslah menyediakan suatu
penjelasan yang memadai pada dua tingkatan : pada tingkatan arti dan tindakan
kausalitas. Istilah yang subjektif sebagaimana yang telah dipaparkan oleh
Weber, merupakan suatu hal yang penting. Sebab dengan cara ini akan membedakan
secara tegas orang yang mengabaikan arti dalam mempelajari manusia dengan orang
meyakini bahwa arti itu merupakan suatu hal yang objektif dan mutlak. Menurut
Weber demikian pula Scheller, etika, estetika, dan beberapa cabang budaya itu
kebenaran dan kevaliditasan tidak ditentukan oleh standar transidental
metafisika. Subyektif itu merujuk pada makna dari actor-aktor itu sendiri yang
memberikan atribut pada tindakan mereka dimana ini mengartikan bahwa seseorang
haruslah berusaha keras untuk memahaminya.
Weber muda adalah seorang peneliti aktif
mengenai kebijakan sosial dan kondisi kaum buruh, Weber yang lebih akhir
melakukan riset mengenai psikofisika dalam kerja industrial, serta merupakan
partisipan dalam negosiasi perdamaian Versailles dan contributor untuk
konstitusi Weimar. Simpati Max Weber konon lebih dekat kepada Partai Sosial
Demokrat Jerman dari pada apa yang diakuinya, setidaknya tertuju pada aliran
reformasinya.
2) Sosiologis
Interpretatif (Verstehen)
Teori sosiologi interpretatif
berpandangan bahwa dunia sosial berbeda dengan dunia alam harus dimengerti
sebagai suatu penyelesaian secara terlatih dari manusia sebagai subyek yang
aktif dan pembentukan dunia ini sebagai sesuatu yang mempunyai makna, dapat
diperhitungkan atau dimengerti dengan jelas. Menurut Max Weber, sosiologi
adalah ilmu yang berhubungan dengan pemahaman interpretative dimaksudkan agar
dalam menganalisis dan mendeskripsikan masyarakat tidak sekedar yang tampak
saja, melainkan dibutuhkan interpretasi agar penjelasan tentang individu dan
masyarakat tidak keliru. Weber merasa bahwa sosiolog memiliki kelebihan daripada ilmuwan alam.
Kelebihan tersebut terletak pada kemampuan sosiolog untuk memahami fenomena
sosial, sementara ilmuwan alam tidak dapat memperoleh pemahaman serupa tentang
perilaku atom dan ikatan kimia.
Kata
pemahaman dalam bahasa Jerman adalah verstehen.
Pemakaian istilah verstehen ini secara khusus oleh Weber dalam penelitian
historis adalah sumbangan yang paling banyak dikenal, dan paling kontroversial,
terhadap metodologi sosiologi kontemporer. Ketika kita mengerti apa yang
dimaksud Weber dengan kata verstehen, kita pun akan menggarisbawahi beberapa
masalah dalam menafsirkan maksud Weber, muncul dari masalah umum dalam
pemikiran metodologis Weber. Seperti dikemukakan Thomas Burger, Weber tidak
utuh dan konsisten dengan pernyataan metodologisnya. Ia cenderung gegabah dan
tidak tepat sasaran karena merasa bahwa ia sekedar mengulangi
gagasan-gagasannya yang pada zamannya terkenal di kalangan sejarawan Jerman.
Terlebih lagi, seperti ditegaskan diatas, Weber tidak terlalu memikirkan
refleksi metodologis.
Pemikiran Weber tentang
verstehen lebih sering ditemukan di kalangan sejarawan Jerman pada zamannya dan
berasal dari bidang yang dikenal dengan hermeneutika
( Martin, 2000;Pressler dan Dasilva, 1996). Hermeneutika adalah pendekatan
khusus terhadap pemahaman dan penafsiran tulisan-tulisan yang dipublikasikan.
Tujuannya adalah memahami pemikiran pengarang maupun struktur dasar teks. Weber
dan lainnya berusaha memperluas gagasannya dari pemahaman teks kepada pemahaman
kehidupan sosial : memahami aktor, interaksi, dan seluruh sejarah manusia. Satu
kesalahpahaman yang sering terjadi menyangkut konsep verstehen adalah bahwa dia
dipahami sekedar sebagai penggunaan “intuisi”, irasional, dan subyektif. Namun
secara kategoris Weber menolak gagasan bahwa verstehen hanya melibatkan intuisi, keterlibatan berdasarkan
simpati, atau empati. Baginya, verstehen
melibatkan penelitian sistematis dan ketat dan bukannya hanya sekedar merasakan
teks atau fenomena sosial. Dengan kata lain, bagi Weber verstehen adalah
prosedur studi yang rasional. Sejumlah orang menafsirkan verstehen, pernyataan-pernyataan Weber, tampaknya terbukti kuat
dari sisi penafsiran level individu terhadap
verstehen. Namun sejumlah orang juga menafsirkan bahwa verstehen yang dinyatakan oleh Weber adalah sebagai teknik yang
bertujuan untuk memahami kebudayaan. Seiring dengan hal tersebut, W.G. Runciman
(1972) dan Murray Weax (1967) melihat verstehen
sebagai alat untuk mempelajari kebudayaan dan bahasa tertentu.
Max Weber juga memasukkan problem
pemahaman dalam pendekatan sosiologisnya, yang sebagaimana cenderung ia
tekankan adalah salah satu tipe sosiologis dari sekian kemungkinan lain. Karena
itulah ia menyebut perspektifnya sebagai sosiologi
interpretatif atau pemahaman. Menjadi ciri khas rasional dan positivisnya
bahwa ia mentransfermasikan konsep tentang pemahaman. Meski begitu baginya
pemahaman tetap merupakan sebuah pendekatan unik terhadap moral atau ilmu-ilmu
budaya, yang lebih berurusan dengan manusia ketimbang dengan binatang lainnya
atau kehidupan non hayati. Manusia bisa memahami atau berusaha memahami niatnya
sendiri melalui instropeksi, dan ia bisa menginterpretasikan perbuatan orang
lain sehubungan dengan niatan yang mereka akui atau diduga mereka punyai.
Refleksi
metodologis Weber jelas berhutang pada filsafat pencerahan. Titik tolak dan
unik analisis paling utamanya adalah sosok individual. Sosiologi interpretative
memandang individu dan tindakannya sebagai
satuan dasar, sebagai “atomnya” sekiranya perbandingan yang
diperdebatkan bisa diterima. Dalam pendekatan ini individu juga dipandang
sebagai batas teratas dan pembawa tingkah laku yang bermakna. Weber memilah
berbagai “tipe” aneka tindakan bermotivasi. Tindakan-tindakan yang tercakup
dalam sikap kelaziman rasional ia nilai secara khas sebagai tipe yang paling
bisa dipahami, dan perbuatan “manusia ekonomis” adalah contoh utamanya.
Tindakan-tindakan yang kurang “rasional” oleh Weber digolongkan, kaitannya
dengan pencarian tujuan-tujuan absolute, sebagai berasa dari sentiment
berpengaruh dalam (affectual sentiments)atau
sebagai “tradisional”. Karena tujuan absolut dipandang oleh sosiolog sebagai
data yang “terberi” (given) maka sebuah tindakan bisa menjadi rasional dengan
mengacu pada sarana yang digunakan, tetapi irasional jika dikaitkan dengan
tujuan yang hendak dicapai.
Tindakan “afektual” , yang murni berasal dari
sentiment, adalah tipe perbuatan yang kurang rasional. Dan akhirnya, mendekati
level “instinctual” adalah perbuatan “tradisional” : tidak reflektif dan
bersifat kebiasaan, tipe ini dikeramatkan karena “selalu dilakukan” dank arena
itu dipandang tepat. Tipe-tipe tindakan ini dibentuk secara operasional
kaitannya dengan sebuah skala rasionalitas.
Tipe-tipe
ideal
Tipe
ideal adalah salah satu sumbangan terpenting Weber terhadap sosiologi
kontemporer. Seperti telah kia ketahui, Weber percaya bahwa tanggung jawab
sosiolog adalah mengembangkan seperangkat konseptual, yang kemudian dapat
digunakan oleh sejarawan dan sosiolog. Perangkat konseptual terpenting tersebut
adalah tipe ideal. Kendati memiliki definisi seperti ini, weber tidak
sepenuhnya konsisten dengan caranya menggunakan tipe ideal. Untuk Memahami
maksud awal konsep tersebut, kita harus memperhatikan beberapa
ketidakkonsistenan ini. Pada level paling dasar, tipe ideal adalah konsep yang
dikonstruksikan oleh ilmuwan sosial, menurut minat dan orientasinya, dalam
rangka memahami ciri utama fenomena sosial.
Yang penting dicatat adalah bahwa tipe-tipe ideal
merupakan perangkat heuristic, mereka berguna dan membantu dalam melakukan
penelitian empiris dan dalam memahami aspek tertentu dari dunia sosial. Seperti
dikatakan Lachman, “pada dasarnya tipe ideal adalah tolak ukur” atau menurut
Kalberg, “standart pembanding”. Inilah yang dikatakan Weber: “fungsinya adalah
alat pembanding dengan realitas empiris untuk menentukan ketidaksesuaian atau
kemiripan, untuk menggambarkannya dengan konsep yang paling dapat dipahami
secara tepat, dan untuk mendapatkan dan menjelaskannya secara kausal “tipe-tipe
ideal adalah perangkat heuristic yang digunakan dalam irisan realitas sejarah.
Sebagai contoh, ilmuan sosial akan mengkontruksi tipe ideal birokrasi
berdasarkan atas keterlibatan mereka dengan data sejarah. Tipe ideal ini
kemudian dapat dibandingkan dengan birokrasi actual. Peneliti mencari
ketidaksesuaian pada kasus riel dari tipe ideal rata-rata. Selanjutnya, ilmuan
sosial harus mencari sebab-sebab ketidaksesuaian dan penyimpangan ini. Beberapa
alas an tipikal bagi ketidaksesuaian ini adalah:
1. Tindakan
birokrat yang didasarkan pada informasi yang keliru.
2. Kesalahan
strategi, terutama yang dilakukan oleh para pimpinan birokrasi.
3. Kesalahan
logika yang menopang tindakan pemimpin dan pengikut.
4. Keputusan
birokratis yang didasarkan pada perasaan.
5. Segala
irasionalitas dalam tindakan pimpinan dan pengikut birokrasi.
Contoh
yang lain adalah tipe ideal pertempuran militer. Tipe ideal ini menentukan
komponen-komponen utama pertempuran tersebut. Pertempuran actual mungkin tidak
memiliki seluruh elemen ini, dan inilah satu hal yang ingin diketahui peneliti.
Point dasarnya adalah bahwa element-element dari pertempuran militer dapat
dibandingkan dengan element-element yang identik dengan tipe ideal.
Element-element tipe ideal
(misalnya, component-komponent pertempuran militer yang ideal-tipikal) tidak
boleh disatukan begitu saja: mereka dikombinasikan menurut kontabilitasnya.
Sebagaimana seperti yang dikemukakan Hekman, “tipe-tipe ideal bukanlah produk
dari dorongan sesaat atau khayalan ilmuan sosial, namun merupakan konsep yang
dikonstruksi secara logis”.
Menurut pandangan Weber, tipe
ideal secara induktif berasal dari dunia riel sejarah sosial. Weber tidak
percaya bahwa dengan hanya menawarkan serangkaian konsep yang didefinisikan
secara seksama sudah memadai, khususnya jika konsep-konsep tersebut secara
deduktif diturunkan dari teori abstrak. Jadi, untuk menghasilkan tipe-tipe
ideal, mula-mula meneliti harus melibatkan dirinya dengan realitas sejarah dan
selanjutnya menurunkan tipe-tipe itu dari realitas tersebut. Sejalan dengan
upaya Weber untuk menemukan titik tengah antara pengetahuan nomotetis dengan
pengetahuan ideografis, ia berpendapat bahwa tipe-tipe ideal tidak boleh
terlalu umum atau terlalu spesifik.
Meskipun
tipe-tipe ideal harus berasal dari dunia riel, mereka tidak dapat menjadi
cerminan citra dunia tersebut. Mereka adalah penekanan satu sisi terhadap
esensi hal-hal yang terjadi di dunia nyata. Menurut pandangan Weber, semakin
suatu tipe ideal diberi penekanan, semakin berguna ia bagi penelitian sejarah.
Pengguanaan kata ideal atau utopia tidak boleh diartikan bahwa konsep yang
digambarkan tersebut dari sudut pandang manapun adalah yang terbaik diantara
yang mungkin. Seperti digunakan oleh Weber, istilah ini berarti bahwa bentuk
yang digambarkan dalam konsep tersebut jarang, jika pernah, ditemukan di dunia
nyata. Sebaliknya, Weber berargumen bahwa tipe ideal tidak harus positif atau
benar, bisa saja sama sekali tidak dapat diterima secara moral atau bersikap
negative.
Tipe-tipe ideal harus masuk
akal di dalam dirinya sendiri, makna komponen-komponen harus kompatibel, dan
semua itu harus membantu kita memahami dunia riel. Meskipun kita harus
menganggap bahwa tipe-tipe ideal menggambarkan entitasyang statis, Weber
percaya bahwa tipe-tipe tersebut dapat menjelaskan entitas statis atau dinamis.
Selanjutnya kita memiliki tipe struktur ideal seperti, birokrasi, atau
perkembangan sosial seperti birokratisasi.
Tindakan Sosial
Keseluruhan sosiologi Weber, jika kita
menerima kata-katanya ini sebagai mana adanya, didasarkan pada pemahamannya
tentang tindakan sosial. Ia membedakan tindakan dengan perilaku yang murni
reaktif. Mulai sekarang konsep perilaku dimaksudkan sebagai perilaku
otomatisyang tidak melibatkan proses pemikiran. Stimulus datang dan perilaku
terjadi, dengan sedikit saja jeda antara stimulus dengan respons. Perilaku
semacam ini tidak menjadi minat sosiologi Weber. Ia memusatkan perhatiannya
pada tindakan yang jelas-jelas melibatkan campur tangan proses pemikiran. Dalam
teori tindakannya, tujuan Weber tak lain adalah memfokuskan perhatian pada
individu, pola dan regularitas tindakan, dan bukan pada kolektivitas. Tindakan
dalam pengertian orientasi perilaku yang dapat dipahami secara subjektif hanya
hadir sebagai perilaku seseorang atau beberapa orang manusia.
Dari uraian tersebut juga dapat
disimpulkan bahwa Weber mendefinisikan sosiologi sebagai ilmu yang memusatkan
perhatiannya pada pemahaman interpretative atas tindakan sosial dan pada
penjelasan kausal atas proses dan konsekuensi tindakan tersebut.
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Max Weber lahir di
Erfurt, Jerman, pada tanggal 21 April 1864, dari keluarga kelas menengah.
Perbedaan antara orang tuanya membawa dampak besar pada orientasi intelektual
dan perkembangan psikologinya. Ayahnya adalah seorang birokrat yang menduduki
posisi politik yang relative penting. Ia jelas merupakan bagian dari kemapanan
politik dan akibatnya ia abstain dari aktivitas dan idealisme yang memerlukan
pengorbanan pribadi atau mengancam posisinya dari dalam system. Selain itu,
weber senior adalah seseorang yang menikmati dunia, dan dalam banyak hal ia
sangat berlawanan dengan istrinya. Ibu Max Weber adalah seorang calvinis yang
sangat religious, seorang perempuan yang berusaha menjalani kehidupan asketis.
Konsep
Sosiologi Weber, sebagaimana yang telah kita ketahui, dipandang sebagai suatu
upaya yang menengahi antara dua cara pandang yang bertentangan yang terjadi di
jerman pada masanya. Posisi pertama, adalah mereka yang di ilhami oleh
keberhasilan ilmu alam, yang meyakini bahwa metode mereka akan mampu memacu
perkembangan studi manusia dan masyarakat. Sebaliknya pandangan yang kedua,
menekankan bahwa sesuatu yang penting dalam manusia (spirit, pikiran, budaya
dan sejarahnya) tidak akan mampu di pahami melalui teknik-teknik ilmu alam,
karenanya pandangan yang pertama itu sifatnya superficial (hal-hal yang ada di permukaan) dan hanya menyangkut
aspek-aspek manusia yang eksternal saja.
Teori sosiologi interpretatif
berpandangan bahwa dunia sosial berbeda dengan dunia alam harus dimengerti
sebagai suatu penyelesaian secara terlatih dari manusia sebagai subyek yang
aktif dan pembentukan dunia ini sebagai sesuatu yang mempunyai makna, dapat
diperhitungkan atau dimengerti dengan jelas. Menurut Max Weber, sosiologi
adalah ilmu yang berhubungan dengan pemahaman interpretative dimaksudkan agar
dalam menganalisis dan mendeskripsikan masyarakat tidak sekedar yang tampak
saja, melainkan dibutuhkan interpretasi agar penjelasan tentang individu dan
masyarakat tidak keliru. Weber merasa bahwa sosiolog memiliki kelebihan daripada ilmuwan alam.
Kelebihan tersebut terletak pada kemampuan sosiolog untuk memahami fenomena
sosial, sementara ilmuwan alam tidak dapat memperoleh pemahaman serupa tentang
perilaku atom dan ikatan kimia. Kata pemahaman dalam bahasa Jerman adalah verstehen. Pemakaian istilah verstehen
ini secara khusus oleh Weber dalam penelitian historis adalah sumbangan yang
paling banyak dikenal, dan paling kontroversial, terhadap metodologi sosiologi
kontemporer.
2. Saran
Karena keterbatasan sumber dari penyusun
makalah, kami sadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Maka penyusun
menerima kritik dan saran dari pembaca demi memperbaiki makalah ini kedepannya.
Terimakasih
DAFTAR
PUSTAKA
Irving M. Zeihin. 1995. Memahami Kembali Sosiologi, Kritik Terhadap
Teori Sosiologi Kontemporer. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Ritzer
George. 2008. Teori Sosiologi. Yogyakarta:
Kreasi Wacana
Weber
Max. 2006. Sosiologi. Jogjakarta: Pustaka Pelajar
ini siapa yang nyanyi? ini lagu judulnya apa? boleh minta ngak? suaranya bagus!!! kok cuma satu sih lagu yang diputerin? hahaha, maafkan jadi salah fokus. Btw, isi dari blognya juga keren kok, sukses ya!!!
ReplyDelete