AGAMA DAN EKONOMI
Wednesday, 28 March 2018
Add Comment
AGAMA DAN EKONOMI
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam
mengukur maju tidaknya, diterima tidaknya suatu sistem, terkadang kita hanya
perlu memperhatikan beberapa aspek yang menjadi bagian dari sistem itu sendiri,
tanpa harus mengupas dan mengkaji sistem tersebut secara eksklusif.Seperti
dalam system agama dan ekonomi.Jika dilihat system ekonomi sangat dipengaruhi
oleh agama.Bagaimana ekonomi itu harus diterapkan sesuai dengan yang termuat
atau termaktup dalam system agama.
Teks-teks
keagamaan (al-Nushush al-Syar’iyyah)
memuat banyak sekali pesan yang berkaitan dengan bidang kehidupan perekonomian,
baik secara eksplisit (sharih) maupun implisit (ghairu sharih).Hanya saja secara keseluruhan aksentuasi dari
nash-nash tersebut lebih pada ajaran-ajaran atau pesan-pesan moral
universalnya, sesuai dengan semangat dasar al-Qur’an itu sendiri yaitu semangat
moral yang menekankan pada ide-ide keadilan sosial dan ekonomi.
Misalnya
pandangan Islam tentang dunia kerja, prinsip kebebasan dan kejujuran dalam
berusaha, produktifitas kerja, dan sebagainya.Serta pandangan dunia (weltanschaung) Islam yang secara
keseluruhan berhubungan erat dengan konsep teologi dan eskatologi. Kajian
sosial tentang agama dan perkembangan ekonomi menggunakan dua pendekatan:
pertama, kepercayaan sekte atau golongan agama dan pada karakteristik moral,
serta motivasi yang ditimbulkannya. Kedua, perubahan-perubahan sosial dan
ekonomi yang mempengaruhi suatu kelompok dan gerakan keagamaan yang muncul
sebagai reaksi terhadap perubahan. Dari pendekatan inilah yang akan kita
jadikan kajian dalam makalah ini bagaimana agama dan ekonomi dapat dipersatukan
dengan berbagai unsur yang telah menjadi dasar terbentuknya hubungan agama dan
ekonomi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian agama?
2. Apa pengertian ekonomi?
3. Bagaimana hubungan agama dan ekonomi?
4. Bagaimana teori Max Weber mengkaji tentang agama dan ekonomi?
C.
Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian agama
2. Untuk mengetahui pengertian ekonomi
3. Untuk mengetahuibagaimana hubungan agama dan ekonomi
4. Untuk mengetahuibagaimana teori Max Weber
mengkaji tentang agama dan ekonomi.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Agama
Menurut KBBI, agama adalah sistem kepercayaan kepada
Tuhan. Dalam Dictionary of Religion
disebutkan bahwa “agama” berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti
“tradisi”.Kata lain yang setara dengan “agama” adalah “religi” yang berasal
dari bahasa Latin, re-ligare, yang berarti “mengikat kembali (kepada Tuhan)”.
Di Eropa, agama itu adalah sesuatu yang tidak dapat dicapai hanya dengan akal
dan pendidikan saja (McMuller dan Herbert Spencer). Beberapa definisi di atas
menggambarkan bahwa agama hanya menghubungkan antara manusia dengan Tuhan.
Sedangkan dalam bahasa Arab, agama biasa disebut
dengan ad-dîn.Jika agama atau religi hanya berisi hubungan manusia dengan
Tuhan, namun ad-dîn tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan tapi
juga hubungan manusia dengan manusia lainnya. Jadi berdasarkan penjelasan
tersebut, agama atau religi merupakan bagian dari masyarakat. Dilihat dari sudut pandang kebudayaan, agama dapat
berarti sebagai hasil dari suatu kebudayaan, dengan kata lain agama diciptakan
oleh manusia dengan akal budinya serta dengan adanya kemajuan dan perkembangan
budaya tersebut serta peradabanya. Bentuk penyembahan Tuhan terhadap umatnya
seperti pujian, tarian, mantra, nyanyian dan yang lainya, itu termasuk unsur
kebudayaan.
Agama sendiri
memiliki beberapa unsur, yaitu:
a. Kepercayaan
agama, yakni suatu prinsip yang dianggap benar tanpa ada keraguan lagi
b. Simbol
agama, yakni identitas agama yang dianut umatnya.
c. Praktik
keagamaan, yakni hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhan-Nya, dan
hubungan horizontal atau hubungan antarumat beragama sesuai dengan ajaran agama
d. Pengalaman
keagamaan, yakni berbagai bentuk pengalaman keagamaan yang dialami oleh
penganut-penganut secara pribadi.
e. Umat
beragama, yakni penganut masing-masing agama.
Dalam Ajaran Kristen, pembicaraan tentang manusia
terbagi dalam dua sejarah kemanusiaan yang sangat besar yaitu, manusia yang
terlahir sebagai pembawa dosa dan manusia yang dapat membersihkan dirinya dari
dosa dengan mengikuti ajaran Kristus. Allah, sebagai Khalik langit dan bumi,
mempunyai peranan sentral dalam pembicaraan Ajaran Kristen. Allah telah
menempatkan sebuah pola hubungan tertentu dengan alam semesta dan manusia
sebagai ciptaan-Nya, (Yohanes 19:5). Doktrin Keimanan Kristen menyebutkan bahwa
manusia adalah ciptaan Allah menurut gambar-Nya, (Kejadian I:26). Kondisi
tersebut menempatkan manusia sebagai makhluk yang mulia, istimewa, mempunyai
tugas dalam mengemban amanat dari Tuhan dibandingkan makhluk lainnya, (SAE
Nababan, 1968).
Demikian juga sebagai bukti otentik dari keadilan
Tuhan dari seluruh kebijakan dan kebaikan paling luhur yang paling pantas untuk
dipandang. Atribut tersebut terputus ketika manusia melakukan dosa yang
menyebabkan hubungan manusia dengan Tuhan menjadi rusak, sehingga hanya dengan
Kasih Allah manusia didamaikan dalam Jesus Kristus sehingga menjadi manusia
baru yang bertugas sebagai juru damai, (Y. Calvin, 1980). Kebebasan manusia
merupakan anugerah Allah kepada manusia (Galatia 5:1, 13) dan dengan kebebasan
tersebut manusia dapat mengambil keputusannya sendiri (Kejadian 2:16, 17), dan
dipertanggung jawakan kepada Allah. Inti pertanggung jawaban mencakup seluruh
kesyukuran terhadap kasih sayang Tuhan di dunia, kehidupan sesama manusia,
kehidupan sehari-hari, terhadap masyarakat maupun negara. (Matius 25:40 dan Rum
14:10). Atribut manusia sebagai pembawa dosa menuntut manusia menggunakan
kebebasannya untukmenghapus dosa tersebut.
Adapun ajaran Islam menempatkan manusia sebagai
makhluk (hamba) dan sebagai khalifah (wakil) pada saat bersamaan. Konsep
manusia sebagai makhluk merupakan totalitas kepatuhan kepada pencipta-Nya
dengan menjalankan seluruh perintah dan menjauhi segala larangan yang telah
ditetapkan untuk mencapai kriteria sebagai manusia yang terpilih. Ibadah
merupakan pengabdian kepada Tuhan dan merupakan tujuan penciptaan manusia dan
makhluk lainnya, (QS 51:56).
Kedudukan manusia sebagai khalifah merupakan atribut
yang menuntut manusia yang merdeka, bebas, menguasai seluruh tindakannya dan
mempunyai kemampuan obyektif dalam mengaktualisasikan dirinya sebagai bagian
dari tugas yang diberikan pencipta-Nya dalam rangka membangun dan memakmurkan
bumi, (QS 33: 72). Dua kedudukan yang disandang manusia membawa pada pembagian
konsep yang sangat mendasar tentang kajian keilmuan dalam Islam. Pembagian
tersebut ditempatkan dalam melihat antara hubungan manusia dengan Tuhan maupun
manusia dengan makhluk lainnya. Keberadaan manusia sebagai khalifah mempunyai
konsekuensi pada kemampuan yang dimilikinya, yaitu kemampuan akal (material)
dan moral (spiritual) yang harus berjalan secara seimbang dalam mengemban
amanah dan memakmurkan bumi, (Yusuf Q, 1995). Nilai moral dan spiritual
terkandung dalam agama sebagai acuan dasar dan memberikan legitimasi setiap
perbuatan, sedangkan kemampuan akal memerlukan kemerdekaan dan kebebasan dalam
setiap tindakan manusia. Perpaduan antara kepatuhan dan kebebasan tersebut
berkaiatan dengan pertanggungjawaban setiap manusia atas semua perbuatannya di
dunia pada hari akhir kelak.
B. Pengertian Ekonomi
Ekonomi adalah sistem aktivitas manusia yang
berhubungan dengan produksi, distribusi, pertukaran, dan konsumsi barang dan
jasa. Kata "ekonomi" sendiri berasal dari kata Yunani (oikos) yang berarti "keluarga,
rumah tangga" dan (nomos) atau
"peraturan, aturan, hukum," dan secara garis besar diartikan sebagai
"aturan rumah tangga" atau "manajemen rumah tangga."
Sementara yang dimaksud dengan ahli ekonomi atau ekonom adalah orang
menggunakan konsep ekonomi dan data dalam bekerja.Ilmu yang mempelajari ekonomi
disebut sebagai ilmu ekonomi.
Menurut Abraham Maslow, “Ekonomi adalah salah satu
bidang pengkajian yang mencoba menyelesaikan masalah keperluan asas kehidupan
manusia melalui penggemblengan segala sumber ekonomi yang ada dengan berasaskan
prinsip serta teori tertentu dalam suatu sistem ekonomi yang dianggap efektif
dan efisien”. Sehingga dapat didefinisikan bahwa ekonomi merupakan pengetahuan
tentang peristiwa dan persoalan yang berkaitan dengan upaya manusia secara
perorangan atau pribadi, atau kelompok, keluarga, suku bangsa, organisasi,
negara dalam memenuhi kebutuhan yang tidak terbatas yang dihadapkan pada sumber
daya pemuas yang terbatas.
C. Hubungan Antara Agama Dan Ekonomi
Islam adalah sistem kehidupan (way of life).Islam menyediakan berbagai perangkat aturan yang
lengkap bagi kehidupan manusia, termasuk dalam bidang ekonomi.Ekonomi Islam
dibangun atas dasar agama Islam, sehingga ekonomi Islam bagian tak terpisahkan
(integral) dari agama Islam. Sebagai derivasi dari agama Islam, ekonomi Islam
akan mengikuti agama Islam dalam berbagai aspeknya. Ciri khas ekonomi Islam
adalah tidak memisahkan antara norma dan fakta, serta konsep yang rasional.
1. Agama
Dapat Disatukan dengan
Ilmu Ekonomi
Secara umum, agama (religion) diartikan sebagai
persepsi dan keyakinan manusia terkait dengan eksistensinya, alam semesta, dan
peran Tuhan terhadap alam semesta dan kehidupan manusia sehingga membawa kepada
pola bahwa agama yang menentukan perilaku dan tujuan hidup manusia.
Islam mendefinisikan agama bukan hanya berkaitan
dengan spiritualitas atau ritualitas, namun agama merupakan serangkaian
keyakinan, peraturan serta tuntutan moral bagi setiap aspek kehidupan manusia,
termasuk ketika manusia berinteraksi dengan sesama manusia atau alam
semesta.Ekonomi, secara umum, didefinisikan sebagai hal yang mempelajari
perilaku manusia dalam menggunakan sumber daya yang langka untuk memproduksi
barang dan jasa yang dibutuhkan manusia.Dengan demikian, ekonomi merupakan
suatu bagian dari agama.
2. Agama
Menjadi Dasar Bagi Ilmu Pengetahuan
a. Antara
ilmu pengetahuan dan agama berada pada tingkat kenyataan yang berbeda. Ilmu
pengetahuan berkaitan dengan alam raya secara fisik yang dapat dikenali oleh
pancaindera, sedangkan agama mencakup tingkat kenyataan yang lebih tinggi,
bersifat transcendental (sulit dipahami), dan melebihi jangkauan panca indera,
termasuk aspek kehidupan setelah kematian (akhirat).
b. Sumber
acuan agama dan ilmu pengetahuan adalah berbeda. Ilmu pengetahuan bertumpu
kepada akal sementara agama bersumber dari wahyu Tuhan.
Dengan menggunakan metode ilmiah, ilmu pengetahuan
berusaha untuk mendiskripsikan, menganalisis, dan kemudian memprediksi
fakta-fakta empiris untuk berbagai kepentingan kehidupan manusia. Di sini
terkandung sebuah asumsi implisit bahwa manusia mengetahui dengan pasti atas
seluruh aspek kehidupannya sehingga ia dapat memutuskan sendiri apa yang
terbaik baginya.
Sementara itu, dengan mendasarkan atas wahyu Tuhan
dan segala derivasi sumber kebenaran darinya agama juga berusaha untuk
mendeskripsikan, menganalisis, dan memprediksi berbagai peristiwa dalam
kehidupan manusia.Di sini terkandung asumsi implisit bahwa hanya Tuhan-lah yang
mengetahui segala kebenaran dengan sebenar-benarnya kebenaran, sedangkan
manusia hanya memiliki pengetahuan yang sedikit.
Kemungkinan ilmu pengetahuan dibangun atas dasar
agama dijelaskan oleh Kahf (1992). Sangat dimungkinkan, karena agama
didefinisikan sebagai seperangkat kepercayaan dan aturan yang pasti untuk
membimbing manusia dalam tindakannya terhadap Tuhan, orang lain dan terhadap
diri sendiri. Ilmu ekonomi didefinisikan sebagai kajian tentang perilaku
manusia dalam hubungannya dengan pemanfaatan sumber daya ekonomi untuk
memproduksi barang dan jasa serta mendistribusikannya untuk dikonsumsi.
Sehingga ilmu ekonomi dapat dicakup oleh agama, sebab ia merupakan salah satu
bentuk perilaku kehidupan manusia.
Alasan lainnya disampaikan oleh Abu
Sulaiman.Terdapat keterkaitan agama dan ilmu ini juga dapat dikaji dengan
melihat kaitan antara wahyu dan akal. Allah menganugerahkan manusia dengan akal
untuk memahami dunia di mana ia berada, untuk menggunakannya bagi pemenuhan
segala kebutuhan, dan untuk mendukung posisinya sebagai khalifah Allah di bumi.
Sementara itu, wahyu merupakan sarana untuk menuntun manusia terhadap segala
pengetahuan tentang tujuan hidupnya, untuk memberitahu segala tanggung jawabnya
dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya.Wahyu memberi informasi kepada
manusia tentang hubungan berbagai hal dalam alam semesta, hingga tentang
kompleksitas manusia dan interaksi sosialnya. Dengan demikian, sebenarnya
antara akal dan wahyu saling melengkapi satu sama lain (complementary) dan sangat berguna bagi kehidupan manusia. Jadi,
ilmu pengetahuan dan agama juga saling melengkapi dalam membangun suatu
kehidupan yang baik (hayyah thayyibah)
bagi manusia dan seluruh kehidupan.
3. Ekonomi Sebagai Suatu Ilmu Atau Norma
Pemahaman tentang terminologi ekonomi positif (positive economics) dan ekonomi normatif
(normative economics) merupakan
sesuatu yang sangat penting dalam mempelajari ekonomi. Ekonomi positif membahas
mengenai realitas hubungan ekonomi atau membahas sesuatu yang senyatanya
terjadi, sementara ekonomi normatif membahas mengenai apa yang seharusnya
terjadi atau apa yang seharusnya dilakukan. Keharusan ini didasarkan atas nilai
(value) atau norma (norm) tertentu, baik secara eksplisit
maupun implisit. Kemiskinan yang terjadi di negara-negara berkembang tidak
seharusnya semakin memburuk adalah contoh pernyataan normatif.Kenyataan bahwa
kemiskinan di negara-negara ini memang semakin memburuk adalah contoh
pernyataan positif. Contoh lain, misalnya tentang fakta bahwa kebanyakan orang
akan mengonsumsi barang dan jasa apa saja sepanjang memberikan kepuasan
maksimal adalah ekonomi positif, sementara anjuran agar tidak semestinya segala
nafsu mencari kepuasan dipenuhi adalah pernyataan normatif.
Ilmu ekonomi konvensional melakukan pemisahan secara
tegas antara aspek positif dan aspek normatif. Pemisahan aspek normatif dan
positif mengandung implikasi bahwa fakta ekonomi merupakan sesuatu yang
independen terhadap norma; tidak ada kausalitas antara norma dengan fakta.
Dengan kata lain, realitas ekonomi merupakan sesuatu yang bersifat independen,
dan karenanya bersifat objektif -dan akhirnya berlaku universal. Hukum penawaran,
misalnya, yang menyatakan bahwa jika harga suatu barang meningkat, maka jumlah
barang yang ditawarkan akan meningkat, cateris paribus- adalah pernyataan
positif. Hukum tersebut berlaku karena para produsen memandang bahwa kenaikan
harga barang adalah kenaikan pendapatan mereka dan motivasi produsen adalah
untuk mencetak keuntungan (pendapatan) setinggi-tingginya.Teori ini tidak
menjelaskan faktor apakah yang mendorong dan mengharuskan produsen untuk
mencari keuntungan maksimum, yang sebenarnya hal ini merupakan pernyataan
normatif.
Agama dalam
hubungannya dengan ekonomi, melahirkan beberapa analisis yang menarik,
diantaranya:
1. Jika
hubungan antara agama dan ekonomi secara terminologi dan epistimoogi itu sudah
seperi layaknya biasanya yaitu bisa diliat dikamus dan sumber-sumber lainnya,
tetapi yang perlu dianalisis yaitu tentang kajian dalam upaya mencoba memahami
peran yang dijalankan agama didalam masyarakat. Kita bisa melihat bagaimana
fungsi hubungan antara agama dan ekonomi. Misalnya tentang penurunan peran
agama dalam masyarakat, yang memaksa kita menyatakan bahwa kita tidak mungkin
dapat berharap suatu etika agama memainkan peranan agama, seperti masa
pertengahan dan zaman reformasi. Yang menjadikan hubungan antara agama dengan
pembangunan ekonomi adalah hubungan timbal balik bukanlah hubungan kausalitas.
Sehingga menjadikan agama sebagai salah satu faktor mendorong pertumbuhan
ekonomi, perubahan struktur ekonomi dan kemajuan masyarakat sesuai dengan
perkembangan dan pertumbuhan ekonomi. Kondisi sosial dan ekonomi ikut
mempengaruhi keberadaan agama.
Pertama Di dalam masyarakat tradisional, agama
berfungsi untuk mendorong manusia untuk terlibat dalam peran-peran dan tingkah
laku ekonomi, karena agama dapat mengurangi rasa cemas dan takut.Agama juga
berfungsi menciptakan norma-norma sosial yang mempengaruhi ekonomi.Studi yang
dilakukan Max Webar tentang “Etika Protestan” menemukan bahwa agama protestan
ternyata memberikan sumbangan tidak kecil terhadap upaya menciptakan
kewirausahaan.
Kedua didalam masyarakat modern, peran agama
terhadap kepercayaan kegiatan ekonomi relatif berkurang.Ekonomi umumnya menekan
pentingnya rasionalitas dan sekularisme, seringkali menyebabkan harus
berbenturan kepentingan dengan agama yang menekan hal-hal yang supranatural.
Dengan demikian, keberadaan agama
relatif terpisah dari ekonomi.
2. Ketika
dihadapkan dengan dua bentuk tipe masyarakat (tradisional dan modern) sangat
relatif untuk menilai bagaimana kontribusi agama bisa diterapkan dengan baik
dan makismal, misalnya dari pernyataan diatas bahwa dalam masyarkat tradisional
agama menjadi pendorong dan membuat norma-norma dalam perekonomian, akan tetapi
ada pula masyarakat tradisional yang cenderung melanggar norma atau malah
menjadi pemicu untuk melenceng dari agama dalam berekonomi. Bahkan berbanding
terbalik ada masyarakat modern yang sangat menjaga nilai dan norma dalam
berekonomi.
3. Semakin
sejahtera ekonomi suatu bangsa semakin berkurang peranan agama. Namun melihat
perkembangan perekonomian yang sejahtera akan menjadikan agama sebagai tolak
ukur atau landasan berfikir kita untuk tetap berjuang dijalan yang benar dan
tanpa mengurangi nilai keagamaan, kalau perlu menjadi pendorong untuk selalu
menekankan unsur dan nilai-nilai agama dalam ekonomi.
Hubungan agama dan ekonomi memang sangat erat, agama
adalah landasan untuk melakukan ekonomi dengan baik, agama tempat
mengantisipasi terjadinya kecurangan di dalam ekonomi yang saat ini sangat
banyak terjadi di dunia. Agama harus menjadi landasan yang kuat bagi ekonomi.
D. Teori Max Weber Mengenai Hubungan
Antara Agama dan
Ekonomi
Agama merupakan sistem sosial yang sudah terlembaga
dalam setiap masyarakat. Secara mendasar agama menjadi norma yang mengikat
dalam keseharian dan menjadi pedoman dari sebagian konsep ideal. Ajaran-ajaran
agama yang telah dipahami dapat menjadi pendorong kehidupan individu sebagai
acuan dalam berinteraksi kepada Tuhan, sesama manusia maupun alam
sekitarnya.Ajaran itu bisa diterapkan dalam mendorong perilaku ekonomi, sosial
dan budaya (Nasir, 1999: 45-47).
Agama dan etos kerja memang memiliki wilayah yang
berbeda.Agama bergerak dalam dimensi ritual, sedang bekerja atau usaha adalah
berdimensi duniawi untuk mencari nafkah hidup. Namun, pada wilayah yang lain,
agama dan etos kerja memiliki relevansi yang cukup signifikan sebagai salah
satu motivasi spiritual menuju tambahan nilai kebaikan dan amal bagi keluarga
dan orang lain.
Sejarah membuktikan bahwa pemikiran agama sangat
berpengaruh bagi perkembangan aspek material (kehidupan di dunia ini), baik
politik, ekonomi, sosial, maupun budaya. Atau dengan kata lain, ada hubungan
yang sangat signifikan antara kemajuan dalam bidang pemikiran (immaterial) dan
kemajuan dalam bidang material.
Untuk menggambarkan bagaimana relevansi pemahaman
agama dengan perilaku ekonomi maka ada
Teori Max Weber yaitu Die Protestantische Ethik und der “Geist”
des Kapitalismus (1905), menjelaskan bahwa ada peranan yang besar bahwa
nilai-nilai agama pramodern dalam proses modernisasi. Weber mengatakan “Cavinisme”, terutama sekte puritanisme,
melihat kerja sebagai Beruf atau panggilan.Kerja tidak hanya sekedar pemenuhan
keperluan, tetapi suatu tugas yang suci (Weber, 1905:20).Sikap hidup keagamaan
menurut doktrin ini, kata Weber, ialah “askese duniawi” (innerweltliche Askese, innerwordly ascesticism), yaitu
intensifikasi pengabdian agama yang dijalankan dalam kegairahan kerja sebagai
gambaran dan pernyataan dari manusia yang terpilih.Dalam kerangka pemikiran
teologis seperti ini, maka “semangat kapitalisme” yang bersandarkan kepada cita
ketekunan, hemat, berperhitungan, rasional, dan sanggup menahan diri, menemukan
pasangannya. Sukses hidup yang dihasilkan oleh kerja keras bisa pula dianggap
sebagai pembenaran bahwa ia, si pemeluk, adalah orang yang terpilih.
Teori Max Weber (1864-1924) dalam bukunya Die Protestant Ethic and the Spirit of
Capitalism menjelaskan bahwa: Pemikiran agama sangat berpengaruh bagi
perkembangan aspek material (kehidupan di dunia ini), baik politik, ekonomi,
sosial, maupun budaya. Atau dengan kata lain, ada hubungan yang sangat
signifikan antara kemajuan dalam bidang pemikiran (immaterial) dan kemajuan
dalam bidang material. Weber menganalisis bahwa perubahan masyarakat Barat
menuju kemajuan ekonomi tidak hanya disebabkan oleh kelompok bisnis dan pemodal.Dalam
penelitiannya, sebagian dari nilai keberagamaan Protestan memiliki aspek
rasionalitas ekonomi dan nilai-nilai tersebut ditunjukkan pada spirit keagamaan
(Max Weber, 2006: 95). Tesis yang diperkenalkannya sejak 1905 mengatakan bahwa
ada hubungan antara ajaran agama dengan perilaku ekonomi. Apa yang dikatakan Weber dalam
tesisnya ”Etika Protestan” rupanya
memiliki kongruensi dengan yang terjadi di Islam. Taufik Abdullah (1979) dalam
bukunya Agama, Etos Kerja, dan Perkembangan Ekonomi mengatakan bahwa “etika”
yang dipancarkan oleh Al-Qur’an hampir takberbeda jauh dengan yang disebut
Weber “etika Protestan: jujur, kerja keras, berperhitungan, dan hemat”.
Dari teori di atas dapat disimpulkan sebuah teori,
yang akan dijadikan landasan berfikir dalam penelitian ini yaitu semakin tinggi
pemahaman agama seseorang maka akan semakin maju pula dalam perilaku
ekonominya, dan akan maju pula tingkat kesejahteraan seseorang. Sehingga dapat
dikatakan bahwa tingkat kesejahteraan dapat dipengaruhi oleh seberapa besar
tingkat pemahaman keagamaan dan perilaku ekonominya.
KESIMPULAN
Hubungan agama dan ekonomi memang sangat erat, agama
adalah landasan untuk melakukan ekonomi dengan baik, agama tempat
mengantisipasi terjadinya kecurangan di dalam ekonomi yang saat ini sangat
banyak terjadi di dunia. Agama harus menjadi landasan yang kuat bagi ekonomi.
Namun jika dilihat pada zaman sekarang di era peralihan ini Semakin sejahtera
ekonomi suatu bangsa semakin berkurang peranan agama. Namun melihat
perkembangan perekonomian yang sejahtera akan menjadikan agama sebagai tolak
ukur atau landasan berfikir kita untuk tetap berjuang dijalan yang benar dan
tanpa mengurangi nilai keagamaan, kalau perlu menjadi pendorong untuk selalu
menekankan unsur dan nilai-nilai agama dalam ekonomi.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdullah, Taufiq. 1979. Agama, Etika, dan Ekonomi.
Malang: UIN Press.
Antonio, Muhammad
Syafi'i.
2001. Bank
Syari'ah: Dari Teori ke Praktek. Jakarta: Gema Insani Press, cetakan ke-3.
Barro, Robert J.
2004. "Spirit of Capitalism: Religion and Economic Development." In
Religion, Harvard International Review, Vol. 25 (4) Winter 2004.
Calvin, Yohanes. 1980. Institutio (Pengajaran Agama Kristen), ab. Ny. Winarsih Arifin, Th. Van
den End. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Google Book.
Nababan, Dr. SAE. 1968. Panggilan Kristen dalam Pembaharuan Masjarakat (Laporan Konprensi
Nasional Geredja dan masjarakat). Jakarta : BPK. Google Book.
Nasir. 1999. Sosiologi Agama. Malang: UIN Maliki Press.
Sjafrizal. 208. Ekonomi
Regional. Jakarta: Gramedia.
0 Response to "AGAMA DAN EKONOMI "
Post a Comment