-->

AGAMA DAN EKONOMI


AGAMA DAN EKONOMI

BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang

Dalam mengukur maju tidaknya, diterima tidaknya suatu sistem, terkadang kita hanya perlu memperhatikan beberapa aspek yang menjadi bagian dari sistem itu sendiri, tanpa harus mengupas dan mengkaji sistem tersebut secara eksklusif.Seperti dalam system agama dan ekonomi.Jika dilihat system ekonomi sangat dipengaruhi oleh agama.Bagaimana ekonomi itu harus diterapkan sesuai dengan yang termuat atau termaktup dalam system agama.
Teks-teks keagamaan (al-Nushush al-Syar’iyyah) memuat banyak sekali pesan yang berkaitan dengan bidang kehidupan perekonomian, baik secara eksplisit (sharih) maupun implisit (ghairu sharih).Hanya saja secara keseluruhan aksentuasi dari nash-nash tersebut lebih pada ajaran-ajaran atau pesan-pesan moral universalnya, sesuai dengan semangat dasar al-Qur’an itu sendiri yaitu semangat moral yang menekankan pada ide-ide keadilan sosial dan ekonomi.
Misalnya pandangan Islam tentang dunia kerja, prinsip kebebasan dan kejujuran dalam berusaha, produktifitas kerja, dan sebagainya.Serta pandangan dunia (weltanschaung) Islam yang secara keseluruhan berhubungan erat dengan konsep teologi dan eskatologi. Kajian sosial tentang agama dan perkembangan ekonomi menggunakan dua pendekatan: pertama, kepercayaan sekte atau golongan agama dan pada karakteristik moral, serta motivasi yang ditimbulkannya. Kedua, perubahan-perubahan sosial dan ekonomi yang mempengaruhi suatu kelompok dan gerakan keagamaan yang muncul sebagai reaksi terhadap perubahan. Dari pendekatan inilah yang akan kita jadikan kajian dalam makalah ini bagaimana agama dan ekonomi dapat dipersatukan dengan berbagai unsur yang telah menjadi dasar terbentuknya hubungan agama dan ekonomi.



B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian agama?
2.      Apa pengertian ekonomi?
3.      Bagaimana hubungan agama dan ekonomi?
4.      Bagaimana teori Max Weber mengkaji tentang agama dan ekonomi?

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian agama
2.      Untuk mengetahui pengertian ekonomi
3.      Untuk mengetahuibagaimana hubungan agama dan ekonomi
4.      Untuk mengetahuibagaimana teori Max Weber mengkaji tentang agama dan ekonomi.




BAB II
PEMBAHASAN


A.    Pengertian Agama

Menurut KBBI, agama adalah sistem kepercayaan kepada Tuhan. Dalam Dictionary of Religion disebutkan bahwa “agama” berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti “tradisi”.Kata lain yang setara dengan “agama” adalah “religi” yang berasal dari bahasa Latin, re-ligare, yang berarti “mengikat kembali (kepada Tuhan)”. Di Eropa, agama itu adalah sesuatu yang tidak dapat dicapai hanya dengan akal dan pendidikan saja (McMuller dan Herbert Spencer). Beberapa definisi di atas menggambarkan bahwa agama hanya menghubungkan antara manusia dengan Tuhan.
Sedangkan dalam bahasa Arab, agama biasa disebut dengan ad-dîn.Jika agama atau religi hanya berisi hubungan manusia dengan Tuhan, namun ad-dîn tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan tapi juga hubungan manusia dengan manusia lainnya. Jadi berdasarkan penjelasan tersebut, agama atau religi merupakan bagian dari masyarakat. Dilihat dari sudut pandang kebudayaan, agama dapat berarti sebagai hasil dari suatu kebudayaan, dengan kata lain agama diciptakan oleh manusia dengan akal budinya serta dengan adanya kemajuan dan perkembangan budaya tersebut serta peradabanya. Bentuk penyembahan Tuhan terhadap umatnya seperti pujian, tarian, mantra, nyanyian dan yang lainya, itu termasuk unsur kebudayaan.
Agama sendiri memiliki beberapa unsur, yaitu:
a.       Kepercayaan agama, yakni suatu prinsip yang dianggap benar tanpa ada keraguan lagi
b.      Simbol agama, yakni identitas agama yang dianut umatnya.
c.       Praktik keagamaan, yakni hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhan-Nya, dan hubungan horizontal atau hubungan antarumat beragama sesuai dengan ajaran agama
d.      Pengalaman keagamaan, yakni berbagai bentuk pengalaman keagamaan yang dialami oleh penganut-penganut secara pribadi.
e.       Umat beragama, yakni penganut masing-masing agama.

Dalam Ajaran Kristen, pembicaraan tentang manusia terbagi dalam dua sejarah kemanusiaan yang sangat besar yaitu, manusia yang terlahir sebagai pembawa dosa dan manusia yang dapat membersihkan dirinya dari dosa dengan mengikuti ajaran Kristus. Allah, sebagai Khalik langit dan bumi, mempunyai peranan sentral dalam pembicaraan Ajaran Kristen. Allah telah menempatkan sebuah pola hubungan tertentu dengan alam semesta dan manusia sebagai ciptaan-Nya, (Yohanes 19:5). Doktrin Keimanan Kristen menyebutkan bahwa manusia adalah ciptaan Allah menurut gambar-Nya, (Kejadian I:26). Kondisi tersebut menempatkan manusia sebagai makhluk yang mulia, istimewa, mempunyai tugas dalam mengemban amanat dari Tuhan dibandingkan makhluk lainnya, (SAE Nababan, 1968).
Demikian juga sebagai bukti otentik dari keadilan Tuhan dari seluruh kebijakan dan kebaikan paling luhur yang paling pantas untuk dipandang. Atribut tersebut terputus ketika manusia melakukan dosa yang menyebabkan hubungan manusia dengan Tuhan menjadi rusak, sehingga hanya dengan Kasih Allah manusia didamaikan dalam Jesus Kristus sehingga menjadi manusia baru yang bertugas sebagai juru damai, (Y. Calvin, 1980). Kebebasan manusia merupakan anugerah Allah kepada manusia (Galatia 5:1, 13) dan dengan kebebasan tersebut manusia dapat mengambil keputusannya sendiri (Kejadian 2:16, 17), dan dipertanggung jawakan kepada Allah. Inti pertanggung jawaban mencakup seluruh kesyukuran terhadap kasih sayang Tuhan di dunia, kehidupan sesama manusia, kehidupan sehari-hari, terhadap masyarakat maupun negara. (Matius 25:40 dan Rum 14:10). Atribut manusia sebagai pembawa dosa menuntut manusia menggunakan kebebasannya untukmenghapus dosa tersebut.
Adapun ajaran Islam menempatkan manusia sebagai makhluk (hamba) dan sebagai khalifah (wakil) pada saat bersamaan. Konsep manusia sebagai makhluk merupakan totalitas kepatuhan kepada pencipta-Nya dengan menjalankan seluruh perintah dan menjauhi segala larangan yang telah ditetapkan untuk mencapai kriteria sebagai manusia yang terpilih. Ibadah merupakan pengabdian kepada Tuhan dan merupakan tujuan penciptaan manusia dan makhluk lainnya, (QS 51:56).
Kedudukan manusia sebagai khalifah merupakan atribut yang menuntut manusia yang merdeka, bebas, menguasai seluruh tindakannya dan mempunyai kemampuan obyektif dalam mengaktualisasikan dirinya sebagai bagian dari tugas yang diberikan pencipta-Nya dalam rangka membangun dan memakmurkan bumi, (QS 33: 72). Dua kedudukan yang disandang manusia membawa pada pembagian konsep yang sangat mendasar tentang kajian keilmuan dalam Islam. Pembagian tersebut ditempatkan dalam melihat antara hubungan manusia dengan Tuhan maupun manusia dengan makhluk lainnya. Keberadaan manusia sebagai khalifah mempunyai konsekuensi pada kemampuan yang dimilikinya, yaitu kemampuan akal (material) dan moral (spiritual) yang harus berjalan secara seimbang dalam mengemban amanah dan memakmurkan bumi, (Yusuf Q, 1995). Nilai moral dan spiritual terkandung dalam agama sebagai acuan dasar dan memberikan legitimasi setiap perbuatan, sedangkan kemampuan akal memerlukan kemerdekaan dan kebebasan dalam setiap tindakan manusia. Perpaduan antara kepatuhan dan kebebasan tersebut berkaiatan dengan pertanggungjawaban setiap manusia atas semua perbuatannya di dunia pada hari akhir kelak.

B.     Pengertian Ekonomi

Ekonomi adalah sistem aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi, pertukaran, dan konsumsi barang dan jasa. Kata "ekonomi" sendiri berasal dari kata Yunani (oikos) yang berarti "keluarga, rumah tangga" dan (nomos) atau "peraturan, aturan, hukum," dan secara garis besar diartikan sebagai "aturan rumah tangga" atau "manajemen rumah tangga." Sementara yang dimaksud dengan ahli ekonomi atau ekonom adalah orang menggunakan konsep ekonomi dan data dalam bekerja.Ilmu yang mempelajari ekonomi disebut sebagai ilmu ekonomi.
Menurut Abraham Maslow, “Ekonomi adalah salah satu bidang pengkajian yang mencoba menyelesaikan masalah keperluan asas kehidupan manusia melalui penggemblengan segala sumber ekonomi yang ada dengan berasaskan prinsip serta teori tertentu dalam suatu sistem ekonomi yang dianggap efektif dan efisien”. Sehingga dapat didefinisikan bahwa ekonomi merupakan pengetahuan tentang peristiwa dan persoalan yang berkaitan dengan upaya manusia secara perorangan atau pribadi, atau kelompok, keluarga, suku bangsa, organisasi, negara dalam memenuhi kebutuhan yang tidak terbatas yang dihadapkan pada sumber daya pemuas yang terbatas.

C.    Hubungan Antara Agama Dan Ekonomi

Islam adalah sistem kehidupan (way of life).Islam menyediakan berbagai perangkat aturan yang lengkap bagi kehidupan manusia, termasuk dalam bidang ekonomi.Ekonomi Islam dibangun atas dasar agama Islam, sehingga ekonomi Islam bagian tak terpisahkan (integral) dari agama Islam. Sebagai derivasi dari agama Islam, ekonomi Islam akan mengikuti agama Islam dalam berbagai aspeknya. Ciri khas ekonomi Islam adalah tidak memisahkan antara norma dan fakta, serta konsep yang rasional.

1.      Agama Dapat Disatukan dengan Ilmu Ekonomi
Secara umum, agama (religion) diartikan sebagai persepsi dan keyakinan manusia terkait dengan eksistensinya, alam semesta, dan peran Tuhan terhadap alam semesta dan kehidupan manusia sehingga membawa kepada pola bahwa agama yang menentukan perilaku dan tujuan hidup manusia.
Islam mendefinisikan agama bukan hanya berkaitan dengan spiritualitas atau ritualitas, namun agama merupakan serangkaian keyakinan, peraturan serta tuntutan moral bagi setiap aspek kehidupan manusia, termasuk ketika manusia berinteraksi dengan sesama manusia atau alam semesta.Ekonomi, secara umum, didefinisikan sebagai hal yang mempelajari perilaku manusia dalam menggunakan sumber daya yang langka untuk memproduksi barang dan jasa yang dibutuhkan manusia.Dengan demikian, ekonomi merupakan suatu bagian dari agama.

2.      Agama Menjadi Dasar Bagi Ilmu Pengetahuan
a.       Antara ilmu pengetahuan dan agama berada pada tingkat kenyataan yang berbeda. Ilmu pengetahuan berkaitan dengan alam raya secara fisik yang dapat dikenali oleh pancaindera, sedangkan agama mencakup tingkat kenyataan yang lebih tinggi, bersifat transcendental (sulit dipahami), dan melebihi jangkauan panca indera, termasuk aspek kehidupan setelah kematian (akhirat).
b.      Sumber acuan agama dan ilmu pengetahuan adalah berbeda. Ilmu pengetahuan bertumpu kepada akal sementara agama bersumber dari wahyu Tuhan.
Dengan menggunakan metode ilmiah, ilmu pengetahuan berusaha untuk mendiskripsikan, menganalisis, dan kemudian memprediksi fakta-fakta empiris untuk berbagai kepentingan kehidupan manusia. Di sini terkandung sebuah asumsi implisit bahwa manusia mengetahui dengan pasti atas seluruh aspek kehidupannya sehingga ia dapat memutuskan sendiri apa yang terbaik baginya.
Sementara itu, dengan mendasarkan atas wahyu Tuhan dan segala derivasi sumber kebenaran darinya agama juga berusaha untuk mendeskripsikan, menganalisis, dan memprediksi berbagai peristiwa dalam kehidupan manusia.Di sini terkandung asumsi implisit bahwa hanya Tuhan-lah yang mengetahui segala kebenaran dengan sebenar-benarnya kebenaran, sedangkan manusia hanya memiliki pengetahuan yang sedikit.
Kemungkinan ilmu pengetahuan dibangun atas dasar agama dijelaskan oleh Kahf (1992). Sangat dimungkinkan, karena agama didefinisikan sebagai seperangkat kepercayaan dan aturan yang pasti untuk membimbing manusia dalam tindakannya terhadap Tuhan, orang lain dan terhadap diri sendiri. Ilmu ekonomi didefinisikan sebagai kajian tentang perilaku manusia dalam hubungannya dengan pemanfaatan sumber daya ekonomi untuk memproduksi barang dan jasa serta mendistribusikannya untuk dikonsumsi. Sehingga ilmu ekonomi dapat dicakup oleh agama, sebab ia merupakan salah satu bentuk perilaku kehidupan manusia.
Alasan lainnya disampaikan oleh Abu Sulaiman.Terdapat keterkaitan agama dan ilmu ini juga dapat dikaji dengan melihat kaitan antara wahyu dan akal. Allah menganugerahkan manusia dengan akal untuk memahami dunia di mana ia berada, untuk menggunakannya bagi pemenuhan segala kebutuhan, dan untuk mendukung posisinya sebagai khalifah Allah di bumi. Sementara itu, wahyu merupakan sarana untuk menuntun manusia terhadap segala pengetahuan tentang tujuan hidupnya, untuk memberitahu segala tanggung jawabnya dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya.Wahyu memberi informasi kepada manusia tentang hubungan berbagai hal dalam alam semesta, hingga tentang kompleksitas manusia dan interaksi sosialnya. Dengan demikian, sebenarnya antara akal dan wahyu saling melengkapi satu sama lain (complementary) dan sangat berguna bagi kehidupan manusia. Jadi, ilmu pengetahuan dan agama juga saling melengkapi dalam membangun suatu kehidupan yang baik (hayyah thayyibah) bagi manusia dan seluruh kehidupan.

3.      Ekonomi  Sebagai Suatu Ilmu Atau Norma
Pemahaman tentang terminologi ekonomi positif (positive economics) dan ekonomi normatif (normative economics) merupakan sesuatu yang sangat penting dalam mempelajari ekonomi. Ekonomi positif membahas mengenai realitas hubungan ekonomi atau membahas sesuatu yang senyatanya terjadi, sementara ekonomi normatif membahas mengenai apa yang seharusnya terjadi atau apa yang seharusnya dilakukan. Keharusan ini didasarkan atas nilai (value) atau norma (norm) tertentu, baik secara eksplisit maupun implisit. Kemiskinan yang terjadi di negara-negara berkembang tidak seharusnya semakin memburuk adalah contoh pernyataan normatif.Kenyataan bahwa kemiskinan di negara-negara ini memang semakin memburuk adalah contoh pernyataan positif. Contoh lain, misalnya tentang fakta bahwa kebanyakan orang akan mengonsumsi barang dan jasa apa saja sepanjang memberikan kepuasan maksimal adalah ekonomi positif, sementara anjuran agar tidak semestinya segala nafsu mencari kepuasan dipenuhi adalah pernyataan normatif.
Ilmu ekonomi konvensional melakukan pemisahan secara tegas antara aspek positif dan aspek normatif. Pemisahan aspek normatif dan positif mengandung implikasi bahwa fakta ekonomi merupakan sesuatu yang independen terhadap norma; tidak ada kausalitas antara norma dengan fakta. Dengan kata lain, realitas ekonomi merupakan sesuatu yang bersifat independen, dan karenanya bersifat objektif -dan akhirnya berlaku universal. Hukum penawaran, misalnya, yang menyatakan bahwa jika harga suatu barang meningkat, maka jumlah barang yang ditawarkan akan meningkat, cateris paribus- adalah pernyataan positif. Hukum tersebut berlaku karena para produsen memandang bahwa kenaikan harga barang adalah kenaikan pendapatan mereka dan motivasi produsen adalah untuk mencetak keuntungan (pendapatan) setinggi-tingginya.Teori ini tidak menjelaskan faktor apakah yang mendorong dan mengharuskan produsen untuk mencari keuntungan maksimum, yang sebenarnya hal ini merupakan pernyataan normatif.
Agama dalam hubungannya dengan ekonomi, melahirkan beberapa analisis yang menarik, diantaranya:
1.      Jika hubungan antara agama dan ekonomi secara terminologi dan epistimoogi itu sudah seperi layaknya biasanya yaitu bisa diliat dikamus dan sumber-sumber lainnya, tetapi yang perlu dianalisis yaitu tentang kajian dalam upaya mencoba memahami peran yang dijalankan agama didalam masyarakat. Kita bisa melihat bagaimana fungsi hubungan antara agama dan ekonomi. Misalnya tentang penurunan peran agama dalam masyarakat, yang memaksa kita menyatakan bahwa kita tidak mungkin dapat berharap suatu etika agama memainkan peranan agama, seperti masa pertengahan dan zaman reformasi. Yang menjadikan hubungan antara agama dengan pembangunan ekonomi adalah hubungan timbal balik bukanlah hubungan kausalitas. Sehingga menjadikan agama sebagai salah satu faktor mendorong pertumbuhan ekonomi, perubahan struktur ekonomi dan kemajuan masyarakat sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan ekonomi. Kondisi sosial dan ekonomi ikut mempengaruhi keberadaan agama.
Pertama Di dalam masyarakat tradisional, agama berfungsi untuk mendorong manusia untuk terlibat dalam peran-peran dan tingkah laku ekonomi, karena agama dapat mengurangi rasa cemas dan takut.Agama juga berfungsi menciptakan norma-norma sosial yang mempengaruhi ekonomi.Studi yang dilakukan Max Webar tentang “Etika Protestan” menemukan bahwa agama protestan ternyata memberikan sumbangan tidak kecil terhadap upaya menciptakan kewirausahaan.
Kedua didalam masyarakat modern, peran agama terhadap kepercayaan kegiatan ekonomi relatif berkurang.Ekonomi umumnya menekan pentingnya rasionalitas dan sekularisme, seringkali menyebabkan harus berbenturan kepentingan dengan agama yang menekan hal-hal yang supranatural. Dengan demikian, keberadaan agama  relatif terpisah dari ekonomi.

2.      Ketika dihadapkan dengan dua bentuk tipe masyarakat (tradisional dan modern) sangat relatif untuk menilai bagaimana kontribusi agama bisa diterapkan dengan baik dan makismal, misalnya dari pernyataan diatas bahwa dalam masyarkat tradisional agama menjadi pendorong dan membuat norma-norma dalam perekonomian, akan tetapi ada pula masyarakat tradisional yang cenderung melanggar norma atau malah menjadi pemicu untuk melenceng dari agama dalam berekonomi. Bahkan berbanding terbalik ada masyarakat modern yang sangat menjaga nilai dan norma dalam berekonomi.


3.      Semakin sejahtera ekonomi suatu bangsa semakin berkurang peranan agama. Namun melihat perkembangan perekonomian yang sejahtera akan menjadikan agama sebagai tolak ukur atau landasan berfikir kita untuk tetap berjuang dijalan yang benar dan tanpa mengurangi nilai keagamaan, kalau perlu menjadi pendorong untuk selalu menekankan unsur dan nilai-nilai agama dalam ekonomi.
Hubungan agama dan ekonomi memang sangat erat, agama adalah landasan untuk melakukan ekonomi dengan baik, agama tempat mengantisipasi terjadinya kecurangan di dalam ekonomi yang saat ini sangat banyak terjadi di dunia. Agama harus menjadi landasan yang kuat bagi ekonomi.

D.    Teori Max Weber Mengenai Hubungan Antara Agama dan Ekonomi

Agama merupakan sistem sosial yang sudah terlembaga dalam setiap masyarakat. Secara mendasar agama menjadi norma yang mengikat dalam keseharian dan menjadi pedoman dari sebagian konsep ideal. Ajaran-ajaran agama yang telah dipahami dapat menjadi pendorong kehidupan individu sebagai acuan dalam berinteraksi kepada Tuhan, sesama manusia maupun alam sekitarnya.Ajaran itu bisa diterapkan dalam mendorong perilaku ekonomi, sosial dan budaya (Nasir, 1999: 45-47).
Agama dan etos kerja memang memiliki wilayah yang berbeda.Agama bergerak dalam dimensi ritual, sedang bekerja atau usaha adalah berdimensi duniawi untuk mencari nafkah hidup. Namun, pada wilayah yang lain, agama dan etos kerja memiliki relevansi yang cukup signifikan sebagai salah satu motivasi spiritual menuju tambahan nilai kebaikan dan amal bagi keluarga dan orang lain.
Sejarah membuktikan bahwa pemikiran agama sangat berpengaruh bagi perkembangan aspek material (kehidupan di dunia ini), baik politik, ekonomi, sosial, maupun budaya. Atau dengan kata lain, ada hubungan yang sangat signifikan antara kemajuan dalam bidang pemikiran (immaterial) dan kemajuan dalam bidang material.
Untuk menggambarkan bagaimana relevansi pemahaman agama dengan perilaku ekonomi maka  ada Teori Max Weber  yaitu Die Protestantische Ethik und der “Geist” des Kapitalismus (1905), menjelaskan bahwa ada peranan yang besar bahwa nilai-nilai agama pramodern dalam proses modernisasi. Weber mengatakan “Cavinisme”, terutama sekte puritanisme, melihat kerja sebagai Beruf atau panggilan.Kerja tidak hanya sekedar pemenuhan keperluan, tetapi suatu tugas yang suci (Weber, 1905:20).Sikap hidup keagamaan menurut doktrin ini, kata Weber, ialah “askese duniawi” (innerweltliche Askese, innerwordly ascesticism), yaitu intensifikasi pengabdian agama yang dijalankan dalam kegairahan kerja sebagai gambaran dan pernyataan dari manusia yang terpilih.Dalam kerangka pemikiran teologis seperti ini, maka “semangat kapitalisme” yang bersandarkan kepada cita ketekunan, hemat, berperhitungan, rasional, dan sanggup menahan diri, menemukan pasangannya. Sukses hidup yang dihasilkan oleh kerja keras bisa pula dianggap sebagai pembenaran bahwa ia, si pemeluk, adalah orang yang terpilih.
Teori Max Weber (1864-1924) dalam bukunya Die Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism menjelaskan bahwa: Pemikiran agama sangat berpengaruh bagi perkembangan aspek material (kehidupan di dunia ini), baik politik, ekonomi, sosial, maupun budaya. Atau dengan kata lain, ada hubungan yang sangat signifikan antara kemajuan dalam bidang pemikiran (immaterial) dan kemajuan dalam bidang material. Weber menganalisis bahwa perubahan masyarakat Barat menuju kemajuan ekonomi tidak hanya disebabkan oleh kelompok bisnis dan pemodal.Dalam penelitiannya, sebagian dari nilai keberagamaan Protestan memiliki aspek rasionalitas ekonomi dan nilai-nilai tersebut ditunjukkan pada spirit keagamaan (Max Weber, 2006: 95). Tesis yang diperkenalkannya sejak 1905 mengatakan bahwa ada hubungan antara ajaran agama dengan perilaku  ekonomi. Apa yang dikatakan Weber dalam tesisnya ”Etika  Protestan” rupanya memiliki kongruensi dengan yang terjadi di Islam. Taufik Abdullah (1979) dalam bukunya Agama, Etos Kerja, dan Perkembangan Ekonomi mengatakan bahwa “etika” yang dipancarkan oleh Al-Qur’an hampir takberbeda jauh dengan yang disebut Weber “etika Protestan: jujur, kerja keras, berperhitungan, dan hemat”.
Dari teori di atas dapat disimpulkan sebuah teori, yang akan dijadikan landasan berfikir dalam penelitian ini yaitu semakin tinggi pemahaman agama seseorang maka akan semakin maju pula dalam perilaku ekonominya, dan akan maju pula tingkat kesejahteraan seseorang. Sehingga dapat dikatakan bahwa tingkat kesejahteraan dapat dipengaruhi oleh seberapa besar tingkat pemahaman keagamaan dan perilaku ekonominya.




KESIMPULAN

Hubungan agama dan ekonomi memang sangat erat, agama adalah landasan untuk melakukan ekonomi dengan baik, agama tempat mengantisipasi terjadinya kecurangan di dalam ekonomi yang saat ini sangat banyak terjadi di dunia. Agama harus menjadi landasan yang kuat bagi ekonomi. Namun jika dilihat pada zaman sekarang di era peralihan ini Semakin sejahtera ekonomi suatu bangsa semakin berkurang peranan agama. Namun melihat perkembangan perekonomian yang sejahtera akan menjadikan agama sebagai tolak ukur atau landasan berfikir kita untuk tetap berjuang dijalan yang benar dan tanpa mengurangi nilai keagamaan, kalau perlu menjadi pendorong untuk selalu menekankan unsur dan nilai-nilai agama dalam ekonomi.




















DAFTAR PUSTAKA


Abdullah, Taufiq. 1979. Agama, Etika, dan Ekonomi. Malang: UIN Press.
Antonio, Muhammad Syafi'i. 2001. Bank Syari'ah: Dari Teori ke Praktek. Jakarta: Gema Insani Press, cetakan ke-3.
Barro, Robert J. 2004. "Spirit of Capitalism: Religion and Economic Development." In Religion, Harvard International Review, Vol. 25 (4)  Winter 2004.
Calvin, Yohanes. 1980. Institutio (Pengajaran Agama Kristen), ab. Ny. Winarsih Arifin, Th. Van den End. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Google Book.
Nababan, Dr. SAE. 1968. Panggilan Kristen dalam Pembaharuan Masjarakat (Laporan Konprensi Nasional Geredja dan masjarakat). Jakarta : BPK. Google Book.
Nasir. 1999.  Sosiologi Agama. Malang: UIN Maliki Press.
Sjafrizal. 208. Ekonomi Regional. Jakarta: Gramedia.


0 Response to "AGAMA DAN EKONOMI "

Post a Comment

Contoh Penelitian Sederhana, Materi Sosiologi: Metode Penelitian Sosial (Problematika Proses Pembelajaran di Sekolah-Sekolah di Perkotaan)

Contoh Penelitian Sederhana, Materi Sosiologi: Metode Penelitian Sosial (Problematika Proses Pembelajaran di Sekolah-Sekolah di Perkotaa...

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel