FUNGSI AGAMA BAGI INDIVIDU
Wednesday, 28 March 2018
Add Comment
FUNGSI AGAMA BAGI INDIVIDU
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Manusia memiliki akal dan pikiran yang digunakan untuk beradaptasi
dengan lingkungan dan manusia-manusia lain disekitarnya serta untuk bertindak
sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat.
Manusia berhubungan dengan sesama
manusia, berhubungan dengan lingkungan, dan berhubungan dengan Tuhan. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang maha Esa
dan sebagai wakil Tuhan di bumi yang menerima amanat-Nya untuk mengelola
kekayaan alam. Sebagai hamba Tuhan yang mempunyai kewajiban untuk beribadah dan
menyembah Tuhan Sang Pencipta dengan tulus.
Manusia mempunyai dua fungsi yaitu
individu dan sosial. Dalam fungsinya sebagai makhluk individu, manusia
mempunyai hak untuk memenuhi kebutuhan pribadinya, misalnya pendidikan,
kesehatan, kebahagiaan dan sebagainya, sedangkan secara social manusia
memerankan fungsinya sebagai makhluk sosial yang hidup dan berinteraksi dengan
masyarakat.
Manusia mempunyai
kecenderungan untuk mencari sesuatu yang mampu menjawab segala pertanyaan yang
ada dalam benaknya. Segala keingintahuan itu akan menjadikan manusia gelisah
dan kemudian mencari pelampiasan dengan timbulnya tindakan irrasionaltas.
Munculnya pemujaan terhadap benda-benda merupakan bukti adanya keingintahuan
manusia yang diliputi oleh rasa takut terhadap sesuatu yang tidak diketahuinya.
Rasa takut terhadap sesuatu itu menjadikan manusia beragama. Manusia selalu
berfikir apa yang ada disekitarnya. Banyak hal yang dapat manusia fikirkan
secara rasional. Namun ada sesuatu hal di sekeliling manusia yang tidak dapat
dilihat secara rasional. Manusia memiliki kebutuhan batin seperti keyakinan
terhadap Tuhan-Nya. Dan kebutuhkan akan hal tersebut yang melatarbelakangi
penulis untuk membahas mengenai fungsi agama terhadap individu.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
agama dilihat secara umum?
2. Bagaimana
fungsi agama terhadap individu?
BAB II
PEMBAHASAN
a.
Definisi
agama secara umum
Agama berasal dari kata berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu dari kata a yang artinya tidak dan kata gama yang artinya kacau. Jadi, “agama” artinya tidak kacau. Agama dilihat sebagai
kepercayaan dan pola perilaku yang dimiliki oleh manusia untuk menangani
masalah. Agama adalah suatu sistem yang dipadukan mengenai kepercayaan dan
praktik suci. Agama adalah pegangan atau pedoman untuk mencapai hidup kekal.
Agama adalah konsep hubungan dengan Tuhan. Tidak mudah untuk menguraikan
pengertian agama, dalam kenyataannya para ahli dalam hal pengertian agama berselisih pendapat
tentang defenisi agama, tak terkecuali ahli sosiologi dan antropologi.
Ada
beberapa definisi agama menurut para ahli:
1.
Pengertian Agama
Menurut Anthony F.C. Wallace: Agama sebagai seperangkat upacara yang diberi rasionalisasi lewat mitos dan
menggerakkan kekuatan supernatural dengan maksud untuk mencapai terjadinya perubahan
keadaan pada manusia dan semesta.
2.
Pengertian Agama
Menurut Parsons & Bellah: Agama
adalah tingkat yang paling tinggi dan paling umum dari budaya manusia.
3.
Pengertian Agama
Menurut Luckmann: Agama adalah kemampuan organisme manusia untuk mengangkat alam biologisnya
melalui pembentukan alam-alam makna yang objektig, memiliki daya ikat moral dan
serba meliputi.
4.
Pengertian Agama
Menurut KBBI: Agama adalah sistem
yang mengatur tata keimanan/kepercayaan dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha
kuasa serta kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia
lainnya.
Secara umum agama adalah sebuah koleksi terorganisir dari kepercayaan, sistem
budaya, dan pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan / perintah
dari kehidupan. Banyak agama
memiliki narasi, simbol, dan sejarah suci yang dimaksudkan untuk menjelaskan makna
hidup dan / atau menjelaskan asal usul kehidupan atau alam semesta. Dari
keyakinan mereka tentang kosmos dan sifat manusia, orang memperoleh moralitas, etika, hukum agama atau gaya hidup yang disukai. Menurut beberapa perkiraan, ada
sekitar 4.200 agama di dunia. Banyak agama yang mungkin telah mengorganisir
perilaku, kependetaan, definisi tentang apa yang merupakan kepatuhan atau
keanggotaan, tempat-tempat suci, dan kitab suci. Praktek agama juga dapat
mencakup ritual, khotbah, peringatan atau pemujaan tuhan, dewa atau dewi,
pengorbanan, festival, pesta, trance, inisiasi, jasa penguburan, layanan
pernikahan, meditasi, doa, musik, seni, tari, masyarakat layanan atau aspek
lain dari budaya manusia. Agama juga mungkin mengandung mitologi.
Kata agama kadang-kadang digunakan bergantian dengan iman,
sistem kepercayaan atau kadang-kadang mengatur tugas. Namun, dalam kata-kata Emile Durkheim,
agama berbeda dari keyakinan pribadi dalam bahwa itu adalah "sesuatu yang
nyata sosial" Emile Durkheim juga
mengatakan bahwa agama adalah suatu sistem yang terpadu yang terdiri atas
kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci. Kita sebagai
umat beragama semaksimal mungkin berusaha untuk terus meningkatkan keimanan
kita melalui rutinitas beribadah, mencapai rohani yang sempurna kesuciannya.
Dari sudut sosiologi, agama adalah tindakan-tindakan pada
suatu sistem sosial dalam diri orang-orang yang percaya pada suatu kekuatan
tertentu dan berfungsi agar dirinya dan masyarakat keselamatan. Agama merupakan
suatu sistem sosial yang dipraktekkan masyarakat. Sistem sosial yang dibuat
manusia untuk berbakti dan menyembah illahi. Sistem sosial tersebut dipercayai
merupakan perintah, hukum, kata-kata yang langsung datang dari illahi agar
manusia mentaatinya.
1.
Agama
ialah sikon manusia yang percaya adanya tuhan, dewa, Illahi dan manusia yang
percaya tersebut menyembah serta berbakti kepadanya, serta melaksanakan
berbagai macam atau bentuk kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan
tersebut.
2.
Agama
adalah cara-cara penyembahan yang dilakukan manusia terhadap sesuatu yang
dipercayai berkuasa terhadap hidup dan kehidupan serta alam semesta, cara-cara
tersebut bervariasi sesuai dengan sikon hidup dan kehidupan masyarakat yang
menganutnya atau penganutnya.
3.
Agama
ialah percaya adanya Tuhan Yang Maha Esa dan hukum-hukum-Nya. Hukum-hukum Tuhan
tersebut diwahyukan kepada manusia melalui utusan-utusan itu adalah orang-orang
yang dipilih secara khusus oleh Tuhan sebagai pembawa agama. Agama dan semua
peraturan serta hukum-hukum keagamaan diturunkan tuhan kepada manusia untuk
kebahagiaan hidup manusia di dunia dan akhirat.
b.
Fungsi agama terhadap individu
Agama, Individu, dan populasi
Kajian dalam hal ini dikatakan materialis dalam dua arti.
Dengan mengikuti pembedaan yang dilakukan Michel Foucault, tujuannya adalah
melacak hubungan antara agama dengan tubuh individu, dan antara agama dengan
tubuh populasi. Istilah “agama” berasal dari religio, artinya ikatan
relasi-relasi sosial antar individu, sedangkan istilah “sosiologi’ berasal dari
socius, artinya ikatan kebersamaan yang membentuk masyarakat. Mengikuti
Durkheim (1961), harus mendefinisikan agama sebagai seperangkat keyakinan dan praktek-praktek,
yang berkaitan dengan yang sakral, yang menciptakan ikatan sosial antar
individu. Kita dapat mendefinisikan sosiologi sebagai “ilmu tentang komunitas”
(MacIver,1917,hlm 4). Sosiologi secara umum dan sosiologi agama khususnya
menitikberatkan pethatiannya pada proses-proses yang menyatukan dan mengurai,
mengikat dan melepaskan hubungan-hubungan sosial yang terdapat dalam ruang dan
waktu tertentu.
Geertz
merumuskan agama dalam sosiologi agama berbunyi, “agama ialah suatu sistem
symbol yang berbuat untuk menciptakan suasana hati (mood) dan motivasi yang kuat, serba menyeluruh dan berlaku lama
dalam diri manusia dengan merumuskan konsep yang bersifat umum tentang segala
sesuatu (existence) dan dengan
membalut konsepsi itu dengan suasana kepastian factual, sehingga suasana hati
dan motivasi itu terasa sungguh-sungguh realistik. Nottingham, sosiolog agama,
berpendapat bahwa agama bukan suatu yang dapat dipahami melalui definisi,
melainkan melalui deskripsi (penggambaran). Tidak ada satupun definisi agama
yang benar-benar memuaskan. Menurut gambaran Nottingham, agama adalah gejala
yang begitu sering “terdapat dimana-mana” dan agama berkaitan dengan
usaha-usaha manusia untuk mengukur dalamnya makna dari keberadaan diri sendiri
dan keberadaan alam semesta. Selain itu, agama dapat membangkitkan kebahagiaan
bagi yang paling sempurna dan juga
perasaan takut dan ngeri. Meskipun perhatian tertuju pada adanya suatu dunia
yang tak dapat dilihat (akhirat), namun agama melibatkan dirinya dalam
masalah-masalah kehidupan sehari-hari di dunia.
Agama
sebaiknya bentuk keyakinan manusia terhadap sesuatu yang bersifat adikodrati
(supernatural) ternyata seakan menyertai manusia dalam ruang lingkup kehidupan
yang luas. Agama memiliki nilai-nilai bagi kehidupan manusia sebagai orang
perorang maupun dalam hubungannya dengan kehidupan bermasyarakat. Selain itu,
agama juga memberii dampak bagi kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, secara
psikologis agama dapat berfungsi sebagai motif intrinsik (dalam diri) dan motif
ekstrinsik (luar diri). Motif yang didorong keyakinan agama dinilai memiliki
kekuatan yang mengagumkan dan sulit ditandingi oleh keyakinan non agama, baik
doktrin maupun ideologi yang bersifat profan. Agama memang unik, hingga sulit
didefinisikan secara tepat dan memuaskan.
Agama
dalam kehidupan manusia sebagai individu berfungsi sebagai suatu sistem nilai
yang memuat norma-norma tertentu. Secara umum norma-norma tersebut menjadi
kerangka acuan dalam bersikap dan bertingkah laku agar sejalan dengan keyakinan
agama yang dianutnya. Sebagai sistem nilai agama memiliki arti khusus dalam
kehidupan individu serta dipertahankan sebagai bentuk ciri khas. Menurut Mc
Guire, diri manusia memiliki bentuk sistem nilai tertentu. Sistem nilai ini
merupakan suatu yang dianggap bermakna bagi dirinya. Sistem ini dibentuk
melalui belajar dan proses sosialisasi. Perangkat sistem ini dipengaruhi oleh
keluarga, teman, institusi pendidikan dan masyarakat luas. Guire selanjutnya
mengatakan berdasarkan perangkat informasi yang diperoleh seseorang dari hasil
belajar dan sosialisasi tadi meresap dalam dirinya. Sejak itu perangkat nilai
itu menjadi sistem yang menyatu dalam bentuk identitas seseorang. Ciri khas ini
terlihat dalam kehidupan sehari-hari, bagaimana sikap, penampilan maupun untuk tujuan
apa yang turut berpartisipasi dalam suatu kegiatan tertentu.
Menurut
pandangan Guire dalam bentuk sistem nilai dalam diri individu adalah agama.
Segala bentuk simbol-simbol keagamaan, mukjizat, magis maupun upacara ritual
sangat berperan dalam proses pembentukan sistem nilai dalam diri seorang.
Setelah terbentuk, maka seseorang secara serta merta mampu menggunakan sistem
nilai ini dalam memahami, mengevaluasi serta menafsirkan situasi dan
pengalaman. Dengan kata lain sistem nilai yang dimilikinya terwujud dalam
bentuk norma-norma tentang bagaimana sikap diri. Misalnya, seorang pada
kesimpulan: saya berdosa, saya seorang yang baik, saaya seorang pahlawan yang
sukses ataupun saya sholeh, dsb. Pada intinya, Pada diri manusia telah ada
sejumlah potensi untuk memberi arah dalam kehidupan manusia. Potensi tersebut
adalah naluriah, inderawi, nalar, dan agama. Melalui pendekatan ini, maka agama
sudah menjadi potensi fitrah yang dibawa sejak lahir. Pengaruh lingkungan
terhadap seseorang adalah memberi bimbingan kepada potensi yang dimilikinya
itu. Dengan demikian jika potensi fitrah itu dapat dikembangkan sejalan dengan
pengaruh lingkungan maka akan terjadi keselarasan. Sebaliknya, jika potensi itu
dikembangkan dalam kondisi yang dipertentangkan oleh kondisi lingkungan, maka
akan terjadi ketidakseimbangan pada diri seseorang. Berdasarkan pendekatan ini,
maka pengaruh agama dalam kehidupan individu adalah memberi kemantapan batin,
rasa bahagia, rasa terlindung, rasa sukses dan rasa puas. Perasaan positif ini
lebih lanjut akan menjadi pendorong untuk berbuat.
Agama
dalam kehidupan individu selain menjadi motivasi dan nilai etik juga merupakan
harapan masa depan. Agama juga mempunyai pengaruh sebagai motivasi dalam
mendorong individu untuk melakukan suatu aktivitas, karena perbuatan yang
dilakukan dengan latarbelakang keyakinan agama dinilai mempunyai unsur
kesucian, serta ketaatan. Keterkaitan ini akan memberii pengaruh diri seseorang
untuk berbuat sesuatu. Sedangkan agama sebagai nilai etik karena dalam
melakukan sesuatu tindakan seseorang akan terikat kepada ketentuan antara mana yang
boleh dan mana yang tidak boleh menurut ajaran agama yang dianutnya. Sebaliknya
agama juga sebagai pemberi harapan bagi pelakunya. Seseorang yang melaksanakan
perintah agama umumnya karena adanya suatu harapan terhadap pengampunan atau
kasih sayang dari suatu yang gaib (Tuhan atau supranatural). Motivasi mendorong
seseorang untuk berkreasi, berbuat kebajikan maupun berkorban. Sedangkan nilai
etik mendorong sesorang untuk berlaku jujur, menepati janji, menjaga amanat,
dsb. Sedangkan harapan mendorong seseorang untuk bersikap ikhlas, menerima
cobaan yang berat ataupun berdoa. Sikap seperti itu akan lebih terasa secara
mendalam jika bersumber dari keyakinan terhadap agama.
Garis Besar Fungsi
Agama dalam Kehidupan Individu
1.
Agama
Sebagai Sumber Nilai dalam Menjaga Kesusilaan
Menurut
Mc. Guire, diri manusia memiliki bentuk sistem nilai tertentu. Sistem nilai ini
merupakan sesuatu yang dianggap bermakna bagi dirinya. Sistem nilai ini
dibentuk melalui belajar dan proses sosialisasi. Perangkat sistem nilai ini dipengaruhi
oleh keluarga, teman, institusi, pendidikan, dan masyarakat (Meredith B. Mc.
Guire, 1981: 24). Selanjutnya, berdasarkan perangkat
informasi yang diperoleh seorang dari hasil belajar dan sosialisasi tadi
meresap dalam dirinya. Sejak itu perangkat nilai itu menjadi sistem yang
menyatu dalam membentuk identitas seseorang. Ciri khas ini terlihat dalam
kehidupan sehari – hari, bagaimana sikap, penampilan maupun untuk tujuan apa
yang turut berpartisipasi dalam suatu kegiatan tertentu. Menurut pandangan Mc.
Guire, dalam membentuk sistem nilai dalam diri individu adalah agama. Menurut
Mc. Quire system nilai yang berdasarkan agama dapat memberi pedoman bagi
individu dan masyarakat. Sistem nilai tersebut dalam bentuk keabsahan dan
pembenaran dalam kehidupan individu dan masyarakat. Elizabeth K. Nottingham,
mengatakan bahwa setiap individu tumbuh menjadi dewasa memerlukan suatu system
nilai sebagai tuntunan umum untuk mengarahkan aktivitas dalam masyarakat yang
berfungsi sebagai tujuan akhir pengembagan kepribadianya. Dengan mempedomani
system nilai maka kesusilaan akan terjaga namun nilai tersebut tidak akan
berfungsi tanpa melalui pendidikan. Dalam pendidikan Islam ada tiga bentuk
proses pedidikan yaitu:
a. Transfer
of knowledge; ilmu pengetahuan agama dimiliki pendidik dipindahkan ( transfer )
kepada peserta didik.
b. Transformation
of knowledge; ilmu pengetahuan agama yang diberikan oleh pendidik dikembangkan
( Transformatio ) oleh
peserta didik, dan
c. Internalisation
of values, nilai – nilai yang terkandung / terdapat pada pengetahuan agama
ditanamkan ( internalitation ) oleh pendidik kepada peserta didik. St. Hafi
Anshori mengatakan bahwa manusia memang membutuhkan suatu stuasi yang menjaga
atau menjamin berlangsungnya ketertiban dalam kehidupan moral dan social, dan
agama dapat berfungsi sebagai institusi semacam itu. Motivasi keagamaan yang
mereka lahirkan lewat tingkah laku keagamaannya kesusilaan dan tata tertib
dalam masyarakat.
Pengaruh
sistem nilai terhadap kehidupan individu karena nilai sebagai realitas yang
abstrak dirasakan sebagai daya dorong atau prinsip yang menjadi pedoman hidup.
Dalam realitasnya nilai memiliki pengaruh dalam mengatur pola tingkah laku,
pola berpikir dan pola bersikap. Nilai adalah daya pendorong dalam hidup, yang
memberi makna dan pengabsahan pada tindakan seseorang. Karena itu nilai menjadi
penting dalam kehidupan seseorang, sehingga tidak jarang pada tingkat tertentu.
Orang siap untuk mengorbankan hidup mereka demi mempertahankan nilai. Dalam
kaitannya dengan kehidupan beragama, contoh-contoh seperti ini terlihat pada
kasus harakiri (Shinto), ataupun kesahidan (martyrdom). Disini terlihat bahwa kerelaan
berkorban akan meningkat, jika sistem nilai yang berpengaruh terhadap seseorang
sudah dianggap sebagai prinsip. Nilai mempunyai dua segi, yaitu segi
intelektual dan segi emosional. Gabungan kedua aspek ini yang menentukan
sesuatu nilai beserta fungsinya dalam kehidupan. Bila dalam kombinasi
pengabsahan terhadap suatu tindakan unsur intelektual yang dominan, maka
kombinasi nilai itu disebut norma atau prinsip. Namun, dalam keadaan tertentu
dapat saja unsur emosional yang lebih berperan, sehingga seseorang larut dalam
dorongan rasa. Kondisi seperti ini pula agaknya yang dialami para penganut
aliran mistisisme.
Dilihat
dari fungsi dan peran agama dalam memberi pengaruhnya terhadap individu, baik
dalam bentuk sistem, motivasi maupun pedoman hidup, maka pengaruh yang paling
penting adalah sebagai pembentuk kata hati (conscience).
Kata hati menurut Erich Fromm adalah panggilan kembali manusia pada dirinya. Shaftesbury mengasumsikan kata hati
sebagai suatu rasa moral di dalam diri manusia berupa rasa benar dan salah,
suatu reaksi emosional yang didasarkan atas fakta bahwa pikiran manusia pada
dirinya sendiri dalam mengatur keharmonisan dirinya dengan tatanan kosmik.
Boleh dikatakan, filsafat skolastik (agama) lebih tegas mengatakan kata hati
sebagai kesadaran akan prinsip-prinsip moral. Fromm membagi kata hati menjadi
kata hati otoritarian dan kata hati humanistik. Kata hati otoritarian dibentuk
oleh pengaruh luar, sedangkan kata humanistik bersumber dalam diri manusia.
Kata hati humanistic adalah pernyataan kepentingan diri dan integrasi manusia,
sementara kata hati otoritarian berkaitan dengan kepatuhan, pengorbanan diri
dan tugas manusia atau penyesuaian sosialnya. Ia juga melihat manusia sebagai
makhluk yang secara individu telah memiliki potensi humanistic dalam dirinya.
Kemudian selain itu, individu juga menerima nilai-nilai bentukan dari luar.
Keduanya membentuk kata hati dalam diri manusia, dan apabila keduanya berjalan
seiring secara harmonis maka manusia akan merasa bahagia.
2. Agama Sebagai Sarana untuk Mengatasi Frustasi.
Manusia
mempunyai kebutuhan dalam kehidupan ini, mulai dari Kebutuhan fisik seperti
makanan, pakaian, istirahat, dan seksual, sampai kebutuhan psikis, seperti
keamanan,, ketentraman, per-sahabatan, penghargaan, dan kasih sayang. Menurut
Sarlito Wiraman Sarwono, apabila kebutuhannya itu tidak terpenuhi, terjadi
ketidak-seimbangan, yakni antara kebutuhan dan pemenuhan, maka akan menumbuhkan
kekecewaan yang tidak menyenangkan, kondisi atau keadaan inilah yang disebut
frustasi. Menurut pengamatan psikolog bahwa keadaan frustasi itu dapat
menimbulkan tingkah laku kagamaan. Orang yang mengalami frustasi tidak jarang
bertingkah laku religius atau keagamaan, untuk mengatasi frustasinya. Kebutuhan
– kebutuhan manusia pada hakikatnya diarahkan kepada kebutuhan duniawi, seperti
kebutuhan fisik ( pangan, sandang, papan, seks, dan sebagainya ) kebutuhan
psikis (kehormatan, penghargaan, perlindungan dan sebagainya). Untuk itu ia
melakukan pendekatan kepada Tuhan melalui ibadah – hal tersebut yang melahirkan
tingkah laku keagamaan.
3.
Agama
sebagai sarana untuk mengatasi ketakutan.
Ketakutan
yang dimaksud dalam kaitannya dengan agama sebagai sarana untuk mengatasinya,
adalah ketakutan yang tidak ada obyeknya. Untuk mengatasi ketakutan sepert diatas,
psikologi sebagai ilmu empiris, terbentur masalah kesulitan. Soalnya bentuk
ketakutan tanpa obyek hampir tidak bisa diteliti secara positif-empiris, karena
ketakutan tersebut biasanya tersembunyi dalam gejala – gejala lain yang
merupakan manifestasi terselubung dari ketakutan, misalnya dalam bentuk gejala
malu, rasa bersalah, takut kecelakaan, rasa bingung, dan takut mati. Timbulnya
motivasi agama salah satunya karena adanya rasa takut. Lihatlah misalnya disaat
terjadi musibah gempa bumi, tsunami, dan sebagainya orang berduyun – duyun
pergi ke rumah ibadah minta pertolongan dan perlindungan kepada Yang Mahakuasa.
4.
Agama
sebagai sarana untuk memuaskan keingintahuan.
Agama
mampun memberi jawaban atas kesukaran intelektual kognitif, sejauh kesukaran itu
diresapi oleh keinginan eksistensial dan psikologis, yaitu oleh keinginan dan
kebutuhan manusia akan orientasi dalam kehidupan, agar dapat menempatkan diri
secara berarti dan bermakna di tengah – tengah alam semesta ini. Tanpa agama,
manusia tidak mampu menjawab pertanyaan yang sangat mendasar dalam
kehidupannya, yaitu dari mana manusia datang, apa tujuan manusia hidup, dan
mengapa manusia ada, dan kemana manusia kembalinya setelah mati. Dipandang dari
segi psikologis dapat dikatakan bahwa agama memberi sumbangan istimewa kepada
manusia dengan mengarahkannya kepada Tuhan. Dengan demikian, agama dapat
menjadikan manusai merasa aman dalam hidupnya. Kesadaran akan keadaan itu jelas
melahirkan adanya tingkah laku keagamaan.
5.
Agama
sebagai pembentuk kata hati (conscienci).
Kata
hati menurut Erich Fromm adalah panggilan kembali manusia kepada dirinya (Erich
Fromm, 1988: 110). Shaftesbury mengasumsikan kata hati sebagai suatu rasa
moral di dalam diri manusia berupa rasa benar dan salah, suatu reaksi emosional
yang didasarkan atas fakta bahwa pikiran manusia pada dirinya sendiri dalam
mengatur keharmonisan dirinya dengan tatanan kosmik (Erich Fromm: 11). Boleh dikatakan, filsafat
skolastik (agama) lebih tegas mengatakan kata hati sebagai kesadaran akan
prinsip – prinsip moral (Erich Fromm: 111). Erich Fromm membagi kata hati
menjadi menjadi dua, diantaranya:
a. Kata
hati otoritarian :
dibentuk oleh pengaruh luar
b. Kata
hati humanistik :
bersumber dari dalam diri sendiri
BAB III
PENUTUP
Agama adalah suatu
sistem yang dipadukan mengenai kepercayaan dan praktik suci. Agama adalah
pegangan atau pedoman untuk mencapai hidup kekal. Agama adalah konsep hubungan
dengan Tuhan. Tidak mudah untuk menguraikan pengertian agama, dalam
kenyataannya para ahli dalam hal pengertian
agama berselisih pendapat tentang defenisi agama, tak terkecuali
ahli sosiologi dan antropologi.
Agama
dalam kehidupan manusia sebagai individu berfungsi sebagai suatu sistem nilai
yang memuat norma-norma tertentu. Secara umum norma-norma tersebut menjadi
kerangka acuan dalam bersikap dan bertingkah laku agar sejalan dengan keyakinan
agama yang dianutnya. Sebagai sistem nilai agama memiliki arti khusus dalam
kehidupan individu serta dipertahankan sebagai bentuk ciri khas. Menurut Mc
Guire, diri manusia memiliki bentuk sistem nilai tertentu.
Agama
dalam kehidupan individu selain menjadi motivasi dan nilai etik juga merupakan
harapan masa depan. Agama juga mempunyai pengaruh sebagai motivasi dalam
mendorong individu untuk melakukan suatu aktivitas, karena perbuatan yang
dilakukan dengan latarbelakang keyakinan agama dinilai mempunyai unsur
kesucian, serta ketaatan. Keterkaitan ini akan memberii pengaruh diri seseorang
untuk berbuat sesuatu. Sedangkan agama sebagai nilai etik karena dalam
melakukan sesuatu tindakan seseorang akan terikat kepada ketentuan antara mana
yang boleh dan mana yang tidak boleh menurut ajaran agama yang dianutnya.
Sebaliknya agama juga sebagai pemberi harapan bagi pelakunya.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. H, Jalaluddin. 2010. Psikologi Agama (Cet. ke-14). Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.
Prof. Dr. H. Ramayulis. 2003. Psikologi Agama. Jakarta: Kalam Mulia.
Ishomuddin. 2002. Pengantar Sosiologi Agama. Jakarta:
Ghalia Indonesia.
0 Response to "FUNGSI AGAMA BAGI INDIVIDU"
Post a Comment