AGAMA DAN ORGANISASI KEAGAMAAN
Wednesday, 28 March 2018
Add Comment
AGAMA DAN ORGANISASI KEAGAMAAN
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Dalam
kehidupan bermasyarakat manusia pasti membutuhkan orang lain untuk memenuhi
kebutuhannya. Kebutuhan yang dimaksud tidak hanya kebutuhan pokok seperti
sandang, papan dan pangan. Kebutuhan ini juga mencakup kebutuhan spiritual,
dalam hal ini adalah agama.
Suatu
manusia yang telah memiliki agama, maka ia akan membentuk atau mengikuti
organisasi agama tertentu yang dianutnya. Ekspresi sosial dari ajaran serta
kepercayaan agama dihidupkan dan dipelihara oleh adanya organisasi keagamaan.
Tidak ada satu agama pun
yang dapat hidup terus tanpa organisasi keagamaan. Benar seseorang dapat
menciptakan gagasan religius dan mengubah ritual yang kuno secara individual,
tetapi ia dipengaruhi dan mempengaruhi yang lain melalui organisasi keagamaan.
Keberadaan organisasi keagamaan kadang-kadang tidak disadari oleh para
anggotanya, karena lahir dan bereksistensi secara alamiah dengan simultan
dengan kebutuhan masyarakat.
Organisasi
keagamaan dalam kehidupan umat beragama berperan besar dalam keberlangsungan
agama tersebut. Sehingga dalam hal ini perlu adanya pembahasan lebih mendalam
mengenai agama dan organisasi keagamaan, agar kita semua umat beragama tahu
mengapa ada organisasi keagamaan, bagaimana organisasi keagamaan di masyarakat
dan apa saja peranannya.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan organisasi keagamaan?
2. Bagaimana konsep organisasi agama?
3. Bagaimana hubungan diferensiasi agama dengan organisasi
keagamaan?
4. Apa saja tipologi organisasi keagamaan?
5. Apa fungsi organisasi keagamaan?
6. Bagaimana organisasi keagamaan Nahdatul Ulama?
7. Bagaimana organisasi keagamaan Muhammadiyah?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Organisasi
Keagamaan
Agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami
agama dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang
dalam masyarakat. Agama menurut pendekatan antropologis adalah hubungan
mekanisme pengorganisasian (social
organization).
Ekspresi sosial dari ajaran agama
dihidupkan dan dipelihara oleh adanya masyarakat penganut yang disebut dengan
organisasi keagamaan. Organisasi keagamaan adalah perkumpulan sosial yang
dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan
hukum, yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam lingkup suatu
agama tertentu. Sebagai makhluk yang selalu hidup bersama-sama, manusia
membentuk organisasi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak
dapat mereka capai sendiri.
Munculnya organisasi keagamaan
adalah dalam rangka atau untuk mengakomodasi dan mewadahi terdapatnya
keanekaragaman corak berpikir, kepentingan, orientasi, dan tujuan para penganut
agama itu sendiri. Dalam rangka mempertahankan keberadaannya, setiap organisasi
keagaman pun akan membangun jaringan sosialnya melalui pengembangan kelembagaan
atau kegiatan kemasyarakatan.
B. Konsep
Organisasi Agama
Masyarakat sederhana biasanya tidak memiliki organisasi
agama secara terpisah. Kelompok agama juga dapat disebut sebagai komunitas.
Fenomena keagamaan terjalin dalam berbagai kegiatan, mulai dari kehidupan
keluarga sampai bidang-bidang sosio-ekonomi. Dalam masyarakat-masyarakat
yang kompleks organisasi agama diperlukan demi terselenggaranya pertemuan,
pengajaran, ritual dan untuk menjalin hubungan antar anggota secara internal
maupun antar kelompok dalam masyarakat. Organisasi kegamaan yang formal umumnya
baru dijumpai pada masyarakat yang telah berkembang diferensiasi, spesialisasi
dan stratifikasi sosialnya. Kehadiran organisasi keagamaan yang khusus seperti
itu sebagai konsensi dan meningkatnya spesifikasi dan pembagaian kerja sebagai
atribut masyarakat.
Tipe hubungan antara diferensiasi agama dengan organisasi
keagamaan (Ronald Roberston):
1. Tipe 1 adalah hubungan agama dengan
masyarakat luas, terdapat di bagian dunia industri. Agama secara organisasi terpisah
dari kehidupan ekonomi, politik dan pendidikan. Pada masyarakat ini, pembagian
kerja dan spesialisasi telah berkembang secara lanjut.
2. Tipe 2 adalah secara historis sering
terdapat di kerajaan yang menganut agama negara, dan sistem birokratis sentral seperti
Mesir yang mempunyai kecenderungan melaksanakan teokrasi secara ketat. Agama
terorganisir pada tingkat pemerintahan didifusikan dalam kehidupan politik, ekonomi, pendidikan dan
kegiatan lain. Hal itu juga terdapat pada masyarakat Roma Katolik apda jaman
modern seperti di daerah Portugal dan Spanyol. Demikian pula beberapa
masyarakat muslim, memperlihatkan tipe ini. Masyarakat muslim umumnya cenderung
diorganisir relatif
tidak memisahkan kegiatan agama dan non-agama.
3. Tipe 3, relative jarang, contohnya
adalah kelompok pengikut sekte agama di Amerika Serikat yang terpisah dari
suasana aktivitas yan terorganisir, hanya menyebarkan literature agama dan
sewaktu-waktu berkumpul.
4. Tipe 4 terdapat di masyarakat
primitif, dimana diantara kegiatan agama dan kegiatan lainnya erat hubungannya.
Agama tidak terpisah dari kegiatan lainnya. Tetapi tidak ada organisasi
keagamaan yang khusus, terpisah.
C.
Hubungan Diferensiasi Agama dengan
Organisasi Keagamaan
Ronald
Roberston membagi 4 tipe hubungan antara tingkat homoginitas dan heteroginitas
agama yang dianut suatu masyarakat dengan organisasi keagamaan,yaitu:
1) Pada masyarakat yang memiliki
heteroginitas dalam agama, ada dua tipe, yaitu:
a. Hubungan agama dengan masyarakat
luas, terdapat di bagian dunia industry. Agama secara organisasi terpisah dari
kehidupan ekonomi, politik dan pendidikan. Pada masyarakat ini, pembagian kerja
dan spesialisasi telah berkembang secara lanjut.
b. Agama yang tidak begitu
terorganisir. Dalam hal ini hubungannya bersifat relative jarang, contohnya
adalah kelompok pengikut sekte agama di Amerika Serikat yang terpisah dari
suasana aktivitas yang terorganisir, hanya menyebarkan literature agama dan
sewaktu-waktu berkumpul.
2) Pada masyarakat yang memiliki
homoginitas agama, juga ada dua tipe: yaitu:
a. Agama teroganisir dengan baik, dan
agama diakui secara resmi sebagai agama negara. Secara historis sering terdapat
di kerajaan yang menganut agama negara, dan system birokratis sentral seperti
Mesir yang mempunyai kecenderungan melaksanakan teokrasi secara ketat. Agama
terorganisir pada tingkat pemerintahan difusikan dalam kehidupan politik,
ekonomi, pendidikan dan kegiatan lain. Hal itu juga terdapat pada masyarakat
Roma Katolik apda jaman modern seperti di daerah Portugal dan Spanyol. Demikian
pula beberapa masyarakat muslim, memperlihatkan tipe ini. Masyarakat muslim
umumnya cenderung diorganisir relative tidak memisahkan kegiatan agama dan
non-agama
b. Agama tidak terorganisir seperti
pada masyarakat primitif. Dimana diantara kegiatan agama dan kegiatan lainnya
erat hubungannya. Agama tidak terpisah dari kegiatan lainnya. Tetapi tidak ada
organisasi keagamaan yang khusus, terpisah.
Menurut
Joachim Wach, ada dua faktor pendorong terjadinya perubahan dari situasi agama
primitif, yang berciri kelompok, ke arah agama yang terorganisir:
1) Meningkatnya diferensiasi dalam
masyarakat. Organisasi keagamaan muncul sebagai bagian dari kecenderungan umum
ke arah spesifikasi fungsional.
2) Adanya pengayaan pengalaman
keagamaan dalam berbagai bentuk organisasi keagamaan yang baru.
D.
Tipologi Organisasi Keagamaan
Organisasi-organisasi
keagamaan pada umumnya memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain.
Perbedaan itu antara lain berkaitan dengan cara pandang atau penafsiran mereka
terhadap soal-soal keagamaan dan bidang perhatian (sosial, ekonomi, dan
politik). Perbedaan inilah menyebabkan banyaknya tipe organisasi keagamaan
dalam masyarakat.
Secara umum tipologi organisasi
keagamaan ada yang sifatnya melekat dan
terlepasdari struktur agama yang
bersangkutan. Dalam agama Kristen misalnya, terdapat struktur hierarkial dari
gereja di Vatikan yang bersifat internasional sampai ke tingkat lolal;
sementara dalam Islam tidak ada organisasi yang semacam itu.
Tipologi
organisasi keagamaan yang
lain bisa dilihat dari beberapa hal:
1) Berdasarkan
sifat pembentukannya, ada
organisasi keagamaan yang merupakan bentukan pemerintah dan bahkan masuk dalam
struktur pemerintahan (MUI, PGI, Walubi dst), dan yang merupakan inisitif murni
dari para penganutnya (NU, Muhammadiyah, Persis, dst);
2) Orientasinya, ada organisasi
keagamaan yang berorientasi kemasyarakatan (NU, Muhamadiyah), politik (PKS dan
HTI), dan profesi-keilmuan (ICMI).
3) Keanggotaan, ada organisasi
keagamaan yang terbuka (inklusif) dan ada yang bersifat tertutup (eksklusif)
4) Mazhab, ada organisasi
keagamaan yang bebas mazhab dan ada yang menekankan pada mazhab tertentu.
5) Pola berpikir, ada organisasi
keagamaan yang bercorak liberal dan konservatif
6) Ijtihad, ada organisasi
keagamaan yang menggunakan pola ijtihad tekstual dan kontekstual, ada yang
sangat menekankan ijtihad dan ada yang cukup dengan taklid atau ittiba’.
7) Sikap keagamaan, ada organisasi
keagamaan yang masuk dalam kaategori fundamentalis-militan dan
fundamentalis-moderat.
8) Respon terhadap tradisi,
ada organisasi keagamaan yang bercorak puritanis dan ortodok yang
mempertahankan kemurnian ajaran, dan organaisasi keagamaan yang akomodatif-modifikatif.
9) Respon terhadap perkembangan,
ada organisasi keagamaan yang menekankan tradisi modernitas-reformitas dan ada
yang mempertahankan pola lama atau tradisional
10) Orientasi dunia-akhirat,
ada organisai keagamaan yang sangat menekankan kepentingan akhirat dan ada yang
menekankan keberimbangan antara keduanya.
E.
Fungsi Organaisasi Keagamaan
Fungsi organaisasi keagamaan pada umunya
adalah untuk:
a)
Melestarikan,
dalam fungsi ini organisasi agama menjaga kelestarian nilai-nilai yang ada
dalam agama melalui ibadah yang mereka lakukan. Ajaran- ajaran nilai itu bisa
masuk ke dalam ibadah setiap hari ataupun masuk kedalam tradisi budaya.
b)
Menafsirkan,
ajaran agama memiliki nilai-nilai yang belum bisa dimengerti dan dipahami oleh
pemeluk agama tersebut. melalui organisasi agama nilai-nilai itu akan
diterjemahkan atau ditafsirkan kepada kehidupan yang ada di daerahnya.
c)
Memurnikan,
fungsi memurnikan disini merupakan menjaga nilai-nilai agama yang ada di dalam
kitab suci maupun ajaran agama tetap berlangsung atau tetap sama dari waktu
saat ini hingga yang akan datang. Seperti ajaran untuk percaya bahwa tuhan itu
ada maka dalam agama itu akan tetap percaya tuhan ada gingga di masa yang akan
datang.
d)
Mendakwahkan agama.
Organisasi agama juga memiliki pengaruh dalam menyiarkan atau menyebarkan agama
yang mereka percayai. Organisasi agama bekerja menyiarkan agama melalui
kegiatan-kegiatan yang direncanakan oleh organisasi baik berupa rencana
kegiatan untuk kaum pemeluk agama sendiri maupun untuk masyrakat yang berbeda
agama.
F. Nahdatul
Ulama (NU) Sebagai Organisasi Keagamaan
Berawal dari pancasila sebagai dasar
negara Republik Indonesia dijadikan sebagai pedoman rakyat indonesia dalam
berperilaku dalam kehidupan masyarakat. Pancasila bukanlah suatu agama dan
tidak mungkin menggantikan adanya suatu agama. Namun dalam implmentasinya
apabila sesorang penganut agama yang taat maka mereka juga merupakan pengamal
pancasila yang baik. Hal ini dilihat dari setiap butir – butir sila yang
terkandung didalamnya. Berdasarkan pidato presiden 1983 yang berisi sebab perlu diisi undang-undang
dalam rangka memantapkan dan menata organisasi-organisasi kemayarakatan itu,
sekaligus sebagai pelaksanaan kebebasan berserikat dalam berkumpul dijamin oleh
UUD pasal 28 ( masih berupa RUU organisasi kemasyarakatan).
Organisasi-organisasi yang dimaksud dengan organisasi kemasyarakatan antara
lain organisasi politik, organisasi sossial, lembaga pendidikan atau
kebudayaan, serta organisasi keagamaan ( contoh muhammadiyah, NU, Washliyah, HKBP,
dan lain-lain ).
Nahdlatul Ulama (kebangkitan Ulama
atau Kebangkitan Cendekiawan Islam), disingkat NU, adalah sebuah organisasi keagamaan
Islam yang besar di Indonesia. Organisasi ini berdiri pada 13 Januari 1926 dan
bergerak di bidang pendidikan, sosial, dan ekonomi. Namun demikian, nahdlah
menurut istilah Nahdlatul Ulama adalah al-Muhafazhah ‘alal Qadimish Shalih wal
Akhdzu bil Jadidi Ashlah (menjaga dan mempertahankan tradisi lama yang baik dan
berkreasi untuk membuat peradaban baru yang lebih baik). Organisasi ini di
pimpin oleh K.H. Hasyim Asy'ari sebagai Rais Akbar.
NU
menganut paham Ahlussunnah wal Jama’ah, sebuah pola pikir yang mengambil jalan
tengah antara ekstrem aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrem naqli
(skripturalis). Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak hanya al-Qur'an,
sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas
empirik. Tujuan dari organisasi ini adalah menegakkan ajaran Islam menurut
faham Ahlussunnah waljama’ah di tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam
wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam
masyarakat NU terdapat tradisi keagamaan semacam yasinan, tahlilan, kenduren.
Tradisi ini berkembang di sebagian masyarakat Islam Nusantara. Karakter dan
praktik yang dilakukan umat Islam di Nusantara itulah ciri khas keagamaan NU.
Dahulu NU dipandang sebagai suatu organisasi keagamaan yang kolot dan banyak
menerima kritik dari kaum modernis. Bahkan banyak yang mengatakan bahwa NU itu
benar-benar sangat konservatif. Di kalangan kepemimpinan NU, yang menjadi
konflik adalah kebutuhan untuk memenuhi tuntutan pengikut kolot dan kebutuhan
untuk memenuhi kebutuhan suatu partai politik modern agar bisa bersaing dengan
efektif. Sedangkan di Muhammadiyah yang menjadi konflik adalah antara keinginan
untuk momodernisir Islam dan kebutuhan untuk menjamin bahwa ini tidak akan
menuju ke sekularisme.
Sebagai
organisasi keagamaan, maka dalam masyarakat terdapat beberapa usaha organisasi
yang dilakukan yaitu, meliputi:
a)
Di
bidang agama, melaksanakan dakawah islamiyah dan meningkatkan rasa persaudaraan
yang berpijak pada semangat persatuan.
b)
Di
bidang pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai
Islam, untuk membentuk muslim yang bertakwa, berbudi luhur, berpengetahuan
luas.
c)
Di
bidang Sosial Budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta kebudayaan yang
sesuai dengan nilai keislaman dan kemanusiaan.
d)
Di
bidang Ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan untuk menikmati hasil
pembangunan, dengan mengutamakan berkembangnya ekonomi rakyat.
G.
Muhammadiyah Sebagai Organisasi
Keagamaan
Muhammadiyah
didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta, pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18
Nopember 1912 oleh seorang yang bernama Muhammad Darwis, kemudian dikenal
dengan KHA Dahlan .
Beliau adalah pegawai kesultanan
Kraton Yogyakarta sebagai seorang Khatib dan sebagai pedagang. Melihat keadaan
ummat Islam pada waktu itu dalam keadaan jumud, beku dan penuh dengan
amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau tergerak hatinya untuk mengajak
mereka kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur`an dan
Hadist. Oleh karena itu beliau memberikan pengertian keagamaan dirumahnya
ditengah kesibukannya sebagai Khatib dan para pedagang.
Mula-mula ajaran ini ditolak, namun
berkat ketekunan dan kesabarannya, akhirnya mendapat sambutan dari keluarga dan
teman dekatnya. Profesinya sebagai pedagang sangat mendukung ajakan beliau,
sehingga dalam waktu singkat ajakannya menyebar ke luar kampung Kauman bahkan
sampai ke luar daerah dan ke luar pulau Jawa. Untuk mengorganisir kegiatan tersebut
maka didirikan Persyarikatan Muhammadiyah. Dan kini Muhammadiyah telah ada
diseluruh pelosok tanah air.
Disamping memberikan
pelajaran/pengetahuannya kepada laki-laki, beliau juga memberi pelajaran kepada
kaum Ibu muda dalam forum pengajian yang disebut "Sidratul Muntaha".
Pada siang hari pelajaran untuk anak-anak laki-laki dan perempuan. Pada malam
hari untuk anak-anak yang telah dewasa.
KH A Dahlan memimpin Muhammadiyah
dari tahun 1912 hingga tahun 1922 dimana saat itu masih menggunakan sistem
permusyawaratan rapat tahunan. Pada rapat tahun ke 11, Pemimpin Muhammadiyah
dipegang oleh KH Ibrahim yang kemudian memegang Muhammadiyah hingga tahun
1934.Rapat Tahunan itu sendiri kemudian berubah menjadi Konggres Tahunan pada
tahun 1926 yang di kemudian hari berubah menjadi Muktamar tiga tahunan dan
seperti saat ini Menjadi Muktamar 5 tahunan.
Adapun
faktor-faktor yang menjadi pendorong lahirnya Muhammadiyah ialah antara lain:
1. Umat Islam tidak memegang teguh
tuntunan Al-Quran dan Sunnah Nabi, sehingga menyebabkan merajalelanya syirik,
bid’ah, dan khurafat, yang mengakibatkan umat Islam tidak merupakan golongan
yang terhormat dalam masyarakat, demikian pula agama Islam tidak memancarkan
sinar kemurniannya lagi.
2. Ketiadaan persatuan dan kesatuan di
antara umat Islam, akibat dari tidak tegaknya ukhuwah Islamiyah serta ketiadaan
suatu organisasi yang kuat.
3. Kegagalan dari sebagian
lembaga-lembaga pendidikan Islam dalam memprodusir kader-kader Islam, karena
tidak lagi dapat memenuhi tuntutan zaman.
4. Umat Islam kebanyakan hidup dalam
alam fanatisme yang sempit, bertaklid buta serta berpikir secara dogmatis,
berada dalam konservatisme, formalisme, dan tradisionalisme.
5. Karena keinsyafan akan bahaya yang
mengancam kehidupan dan pengaruh agama Islam, serta berhubung dengan kegiatan
misi dan zending Kristen di Indonesia yang semakin menanamkan pengaruhnya di
kalangan rakyat (Junus Salam, 1968: 33).
Karena
itu, jika disimpulkan, bahwa berdirinya Muhammadiyah adalah karena
alasan-alasan dan tujuan-tujuan sebagai berikut:
1. Membersihkan Islam di Indonesia dari
pengaruh dan kebiasaan yang bukan Islam;
2. Reformulasi doktrin Islam dengan
pandangan alam pikiran modern;
3. Reformulasi ajaran dan pendidikan
Islam; dan
4. Mempertahankan Islam dari pengaruh
dan serangan luar (H.A. Mukti Ali, dalam Sujarwanto & Haedar Nashir, 1990:
332).
Langkah – langkah yang perlu diambil
oleh muhammadiyah dalam mengefektifkan organisasi organisasinya berdasarkan
budaya dasar muhammadiyah itu sendiri, sebgai berikut:
1. Kebersamaan berdasarkan konsep
‘ummah’
Maksudnya adalah sudah saatnya muhammadiyah
bersungguh-sungguh dalam makna Ummah yaitu dalam pembinaan keorganisasian.
Konsep ummah ini dapat digunakan dalam mengenbangkan unit-unit pimpinan dan
pengurus muhammadiyah itu sendiri. Dan dijadikan sebagai pembatas konsep
egosentrisme dan dominasi dlam suatu organisasi.
2. Pengambilan keputusan berdasarkan
konsep musyawarah.
Musyawarah
merupakan salah satu instisusi penting dalam agama islam, juga di Muhammadiyah.
Namun pada kenyataannya justru dijadikan sebagai area konflik , oleh karena itu
seharusnya muhammadiyah perlu mempelajari konsep musyawarah yang mengacu pada
nilai-nilai islam , serta tradisi yang berkembang diagama islam.
3. Pengumpulan dana berdasarkan konsep
AL-amwal fil islam.
Konsep
ini disusun oleh majelis tarjih yang berisi kebersamaan, musyawarah dan
penghimpunan dana.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ekspresi
sosial dari ajaran agama dihidupkan dan dipelihara oleh adanya masyarakat
penganut yang disebut dengan organisasi keagamaan, baik yang jelas strukturnya,
maupun sifatnya samar-samar. Konsep organisasi keagamaan yang dipakai adalah
adalah suatu pendekatan, kegiatan, atau sistem kehidupan yang irrasional. Fungsi
organaisasi keagamaan pada umunya adalah untuk: melestarikan, menafsirkan,
memurnikan, dan mendakwahkan agama.
Umat Islam
menyikapi tindakan kolonial dengan membentuk berbagai perkumpulan untuk
menyatukan taktik perjuangan melawan kolonial. Dalam masyarakat NU terdapat
tradisi keagamaan semacam yasinan, tahlilan, kenduren. Tradisi ini berkembang
di sebagian masyarakat Islam Nusantara.
DAFTAR PUSTAKA
Djamari.
1988. Agama dalam Perspektif Sosiologi. Jakarta : Dikti
Tim
Pembina al-Islam dan Kemuhammadiyahan. 1990. Muhammadiyah, Sejarah, Pemikiran dan Asmaul Husna. Yogyakarta : PT.
Tiara Wacana Yogya dan UMM Press
Lubis,
Ridwan. 2010. Agama Dalam Perbincangan
Sosiologi. Bandung: Ciptapusaka Media Perintis.
Agus,
Bustanudin. 2006. Agama Dalam Kehidupan
Manusia. Jakarta: Rajawali Press.
Khalimi.
2010. Ormas-ormas Islam. Jakarta:
Gaung Persada Press Jakarta.
Geertz,
Clifford. 1983. Abangan, Santri, Priyayi
Dalam Masyarakat Jawa. Jakarta: Pustaka Jaya.
Notulensi
Tanya Jawab Presentasi
1.
Rizka
(023)
-
Apa organisasi agama bisa menjadi
doktrin atau dogma atas anggotanya?
Jawab: Bisa, dalam agama sendiri terdapat
dogma, dimana ada ajaran agama yang disiarkan kepada anggotanya. Begitu pula
salah satu fungsi dari organisasi agama adalah mendakwahkan ajaran-ajaran
agama, dari sinilah akan membentuk doktrin pada anggota.
-
Organisasi keagamaan yang tidak berbadan
hukum, apa bisa menyesatkan anggota yang masuk?
Jawab: Jelas
bisa, karena tidak ada pengawasan yang jelas dari pemerintah dan juga tidak
memiliki izin pendirian, sehingga organisasi keagamaan hendaknya berbadan hukum
agar terdapat pengawasan dari pihak atas dan apa yang disiarkan pada anggotanya
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Tambahan
Jawab:
Kontrol
pemerintah memang diperlukan & juga perlindungan anggota
2.
Tiara
(002)
-
Masyarakat heterogen, seharusnya antara
agama dengan politik, ekonomi dll terpisah. Tapi di Indonesia yang merupakan
masyarakat heterogen malah agama diikutsertakan dalam politik, ekonomi dll.
Bagaimana tanggapan kelompok anda?
Jawab: Indonesia
bukan sekuler seperti Amerika, Indonesia bukan negara agama tapi Indonesia
tidak bisa memisahkan antara agama dengan kehidupan politik, ekonomi dll
(pemerintahan). Indonesia masyarakatnya heterogen namun masih mengagap bahwa
agama merupakan bagian dari salah satu pemerintahan negara. Alhasil di
Indonesia antara agama dengan yang lain tidak terpisah.
Tambahan
Yuda
3.
Ibnu
(019)
Bagaimana
dampak adanya organisasi keagamaan di Indonesia baik itu positif dan negatif?
Jawab: Adanya
segala sesuatu memang akan memang akan menimbulkan dampak baik itu positif atau
negative begitupun adanya organisasi keagamaan.
-
Dampak Positif
Solidaritas kelompok
Sosialisasi ilmu agama
-
Dampak Negatif
Adanya perbeda paham
menimbulkan konflik
Bagaimana peran MUI di indonesia?
Jawab: MUI
berperan dalam mensiarkan fatwa-fatwa dalam ajaran Islam, sehingga ketikan ada
yang salah atau tidak sesuai MUI berperan untuk meluruskan hal tersebut.
4.
Prasetyo
(018)
Mengapa
kelompok anda dalam membahas organisasi keagamaan hanya mengarah pada dua
organisasi agama saja yaitu NU & Muhammadiyah, apa beda organisasi agama
yang ada di Indonesia dengan organisasi agama yang berada di negara lain ?
Jawab: Organisasi
keagamaan di indonesia banyak jumlahnya, dan pemakalah hanya mengambil contoh
organisasi keagamaan yaitu NU dan Muhammadiyah karena dua organisasi ini adalah
organisasi terbesar di Indonesia dan banyak penganutnya, maka dari itu kami
ingin membahas dua contoh organisasi tersebut.
Antara
organisasi keagamaan di Indonesia dengan
organisasi yang lain pada umumnya sama. Dimana di dalam semua organisasi
keagamaan pasti mengemban fungsi
keagamaan yang sama salah satunya yaitu mengajarkan atau mendakwahkan ajaran
agamanya. Selain itu disetiap organisasi keagamaan baik di Indonesia atau yang
lain baik Kristen atau lainnya
didalamnya terdapat tingkatan atau sekte seperti halnya islam ada kyai,
santri, abangan.
Tambahan
Heny:
PGI (persatuan gereja Indonesia) menekankan pada pengaturan tentang ajaran dan
kegiatan-kegiatan agama dan di agama Kristen juga ada tingkatan.
Diah:
di agama Kristen khotbah sama, struktur organisasi jelas, kegiatan agama
dibedakan berdasar usia
0 Response to "AGAMA DAN ORGANISASI KEAGAMAAN"
Post a Comment