struktur dan proses sosial masyarakat Desa Nelayan Tasik Agung, Kecamatan Rembang, Kabupaten Rembang
Wednesday, 28 March 2018
Add Comment
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami
panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkah rahmat dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan laporan KKL I di Pati dan Rembang
ini dengan
baik.
Dalam penyusunan
laporan KKL I ini tentunya tidak terlepas dari berbagai kendala. Namun, dengan
adanya berbagai pihak yang senantiasa membantu sehingga proses penulisan
laporan ini dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak berikut ini yang telah memberikan
berbagai bantuan kepada kami sehingga pelaksanaan KKL 1 serta laporan KKL 1
dapat terselesaikan dengan baik, pihak-pihak tersebut antara lain:
- Bapak Grendi Hendrastomo, M.M., M.A. selaku dosen pembimbing
Kuliah Kerja Lapangan I di Pati dan Rembang
- Orang tua yang selalu mendukung kami baik secara
moril maupun material.
- Teman-teman yang telah mau bekerja sama untuk
menyelesaikan laporan Kuliah Kerja Lapangan I di Pati.
- Mas
Tiar yang telah menjadi tour leader kami
- Tim
GSM Tour and Travel serta Hotel Kencana Rembang yang telah memfasilitasi
kegiatan KKL kami.
Mungkin hanya itu saja yang dapat kami sampaikan, mohon
maaf apabila ada kesalahan perkataan maupun kesalahan dalam penulisan. Untuk
itu kami minta saran dan kritik dari pembaca. Dan kami berharap agar laporan ini berguna
bagi pembaca. Terima kasih.
Yogyakarta,
Mei 2013
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang Masalah
Kawasan pemukiman nelayan Desa Tasik Agung
Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang Provinsi Jawa Tengah masih memiliki
karakteristik lingkungan pemukiman yang terletak pada area Sub Urban dan
merupakan bagian dari pemukiman nelayan kota, yang juga terpengaruh oleh
perkembangan wilayah Kota Rembang pada umumnya.
Luas wilayah Desa Tasik Agung adalah
54,050 Ha, dengan Garis Pantai sepanjang 6,75 Km. Pemukiman nelayan Desa Tasik
Agung terletak pada ketinggian antara 0 sampai dengan 3 meter di atas permukaan
air laut, dan termasuk daerah yang sangat potensial dari sisi pengembangan
wilayah, karena berada dalam wilayah pengembangan Jalur tranportasi utama jalan
Pantura antara Semarang dan Surabaya, sertapPengembangan wilayah pantai, karena
diapit oleh Pelabuhan Rembang dan kawasan wisata Pantai Kartini.
Dalam pandangan masyarakat, nelayan dianggap
sebagai rakyat
jelata yang hidup sehari-harinya berada dalam deburan ombak dan pasir di pantai serta bergelut dengan
kehidupan laut. Dalam hal pendidikan misalnya, nelayan dianggap sebelah mata karena pada
umumnya berpendidikan rendah. Sebenarnya harus dipahami bahwa suatu pekerjaan itu
tidaklah menjadi hambatan bagi siapapun untuk dapat diterima dalam pergaulan.
Bagi masyarakat umum, masyarakat nelayan di Rembang dipandang sebagai kaum
masyarakat yang urakan, pendidikannya kurang, tidak terpelajar meskipun mendapat embel-embel
sebagai kelompok masyarakat yang kaya karena mempunyai harta yang lebih
dari hasil melaut, akan tetapi karena kehidupannya yang tidak teratur maka mereka
dipandang sebelah mata oleh masyarakat luas. Hal ini terekspresi dalam berbagai
perilaku nelayan, termasuk perilaku bahasa.
Kita di ciptakan ke dunia ini
tentu untuk melakukan banyak hal, salah satunya adalah melakukan interaksi
dengan manusia lain yang ada dalam kehidupan kita, dari hasil interaksi
tersebut maka akan tumbuh kelompok-kelompok kecil yang kemudian terbentuk
menjadi masyarakat. Di dalam masyarakat yang terdiri dari masyarakat yang
beragam yang merupakan struktur dan proses sosial yang perlu dipelajari dengan
seksama dan mendalam. Bentuk-bentuk masyarakat sangat beragam dan luas
cakupannya. Antara masyarakat satu dan lain berbeda, sehingga menimbulkan
adanya diferensiasi sosial dalam masyarakat. Begitu pula dengan struktur dan
proses sosial di yang terjadi di dalamnya, oleh karena berbagai hal tersebut
kelompok kami akan membahas tentang struktur dan proses sosial yang terdapat di
dalam masyarakat kampung nelayan Tasik Agung. Semoga pembahasan kami dapat
berguna bagi pembaca, dan kami memohon maaf jika dalam laporan ini terdapat
berbagai kekurangan.
2.
Identifikasi
Masalah
Berdasarkana
latar belakang masalah di atas, maka dapat disimpulkan identifikasi masalah
sebagai berikut:
a.
Apa saja
struktur dan proses yang terjadi di daerah Tasik Agung?
b.
Bagaimana
interaksi sosial yang terjadi daerah Tasik Agung?
3.
Pembatasan
Masalah
Berdasarakan identifikasi masalah dan
uraian di atas maka permasalahn yang ada harus dibatasi. Pembatasan masalah ini
bertujuan untuk memfokuskan perhatian pada observasi agar diperoleh kesimpulan
yang benar dan mendalam pada aspek yang damati. Cakupan masalah dalam observasi
ini dibatasi pada bagaimana struktur
dan proses sosial masyarakat Desa
Nelayan Tasik Agung dan bagaimana interaksi yang terjadi di Desa Nelayan Tasik
Agung, Kecamatan Rembang, Kabupaten Rembang.
4.
Rumusan
masalah
Berdasarkan latar belakang masalah,
identifikasi masalah, dan batasan masalah diatas maka rumusan masalah pada
observasi ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Bagaimana
deskripsi tentang struktur dan
proses sosial masyarakat Desa Nelayan
Tasik Agung?
b.
Bagaimana
interaksi sosial yang terjadi daerah Tasik Agung?
5.
Tujuan
Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Ø Untuk
mengetahui deskripsi singkat tentang masyarakat
Tasik Agung.
Ø Untuk
mengetahui struktur dan proses sosial
yang terjadi di masyarakat Tasik Agung.
Ø Untuk memberikan tambahan wawasan sosial bagi
pembaca.
Ø Agar pembaca dapat mengidentifisikasi atau
mengadakan pengolahan fakta sosial yang ada dalam masyarakat.
6.
Manfaat
Observasi
Observai ini diharapkan dapat memberikan
manfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu sebagai berikut:
1.
Manfaat
secara Teoritis
a. KKL
I di Pati dan Rembang mengenai struktur dan proses sosial di Desa Nelayan Tasik
Agung diharapkan dapat memberikan manfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan,
dan memberikan pengetahuan secara umum mengenai struktur dan proses sosial dan
kelompok sosial di Rembang.
b. Hasil
penelitian ini diharapkkan dapat memberi manfaat bagi program studi pendidikan
sosiologi untuk memberikan referensi dalam pengkajian masalah-masalah sosial
budaya.
c. Penelitian
ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu sosiologi
terutama dalam bidang kebudayaan.
d. Penelitian
ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk penelitian-penelitian yang relevan
lainnya.
2.
Manfaat
secara Praktis
a.
Bagi
Peneliti
Melalui Kuliah Kerja Lapangan
ini, kami dapat mengaplikasikan
ilmu pengetahuan khususnya mata kuliah
Struktur dan Proses Sosial secara nyata. Selain itu, kami juga dapat mengetahui
bagaimana struktur dan proses sosial
yang ada pada masyarakat Desa Nelayan Tasik Agung.
b.
Bagi
Mahasiswa
Hasil KKL ini diharapkan dapat
digunakan sebagai informasi mengenai perubahan
sosial-budaya suatu tempat terkait dengan era globalissai saat ini,
dan bagaimana fenomena sosiologis yang muncul terkait dengan hal ini, serta
laporan observasi ini dapat bermanfaat sebagai referensi kajian untuk observasi
lainnya dengan tema yang relevan.
c.
Bagi
Masyarakat
Laporan observasi KKL ini dapat memberikan
sumbangan pemikiran kepada masyarakat
mengenai dampak dari struktur dan proses sosial yang terjadi di masyarakat.
d.
Bagi
Universitas dan Lembaga Pendidikan
Hasil laporan observasi
KKL ini diharapkan dapat
menambah khasanah ilmu pengetahuan bagi para akademisi tentang Struktur dan
Proses Sosial dan
BAB II
METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi
Penelitian
Penelitian
Kuliah Kerja Lapangan I (KKL
I) dipusatkan di daerah kampung nelayan
Tasik Agung, Kecamatan Rembang, Kabupaten Rembang.
B. Tema
penelitian
Penelitian
KKL I difokuskan pada tema Struktur sosial dan
proses sosial yang terjadi di masyarakat
Desa Nelayan Tasik Agung.
C. Bentuk dan
Strategi Penelitian
Berdasarkan
sifat dan spesifikasi yang diangkat dalam penelitian ini, maka bentuk
penelitian yang relevan digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan
Kualitatif.
Penelitian
Kualitatif adalah penelitian yang meggunakan wawancara
sebagai sumber datanya, dan mencari informasi yang selengkap-lengkapnya dari
suatu hal.
D. Sumber Data
a.
Data Primer
Yang dimaksud data
primer disini adalah pengambilan data dengan wawancara. Wawancara telah dilakukan dengan narasumber yaitu bapak Kepala
Desa Tasik Agung dan juga dengan beberapa warga masyarakat Tasik Agung.
b.
Data Sekunder
Data ini berupa sumber tertulis yaitu
sumber diluar kata-kata dan tindakan yang dikategorikan sebagai sumber data kedua, namun
tetap penting keberadaannya bagi upaya pengumpulan data penelitian. Sumber data
tertulis dalam penelitian yang telah kami lakukan ini adalah buku-buku, dan
sumber internet yang berkenaan dengan
observasi ini.
E. Teknik
Pengumpulan Data
a.
Wawancara
Wawancara
merupakan suatu kegiatan untuk memperoleh informasi atau data dengan cara
bertanya langsung kepada responden atau narasumber. Wawancara ini dilakukan
dengan cara komunikasi tatap muka, namun berbeda dengan kegiatan percakapan
yang kita lakukan sehari-hari. Dalam kegiatan ini, pewawancara dan narasumber
belum saling mengenal sebelumnya. Pewawancara selalu menjadi pihak yang
bertanya, dan narasumber selalu menjadi pihak yang menjawab pertanyaan. Dalam
pelaksanaannya, pewawancara membawa pedoman yang merupakan garis besar mengenai
hal-hal yang akan di tanyakan.
b.
Observasi
Observasi
merupakan suatu aktivitas penelitian dalam rangka pengumpulan data sesuai
dengan masalah penelitian, melalui proses pengamatan di lapangan. Dalam
pelaksanaan observasi, peneliti memiliki pedoman observasi yang berisi daftar
mengenai sesuatu yang ingin di observasi. Jenis-jenis observasi ini ada dua,
yaitu observasi partisitifatif, dan observasi non partisipatif. Dalam observasi
partisipatif dibagi menjadi dua yaitu partisipatif penuh dan sebagian.
c.
Studi Pustaka
Studi
kepustakaan merupakan suatu kegiatan penelusuran dan penelaah literature.
Kegiatan ini dilakukan untuk mencari sumber data sekunder yang mendukung
penelitian dengan menggunakan bahan-bahan dokumentasi, baik berupa buku,
majalah maupun arsi-arsip lainnya yang mendukung observasi.
F. Teknik
Analisis Data
1. Pengumpulan
data
Data yang didapat
berasal dari observasi langsung
(partisipasi
penuh) ke lokasi penelitian tepatnya di Desa
nelayan Tasik Agung. Kemudian kami melakukan wawancara
ke narasumber yang lebih mengerti atau paham tentang keadaan atau seluk beluk masyarakat desa nelayan Tasik Agung Rembang,
serta pengamatan langsung di desa tersebut. Selanjutnya, dilakukan pengumpulan
data-data yang di peroleh dan kemudian kami olah berdasarkan studi pustaka yang
relevan, sehingga tersusun dalam bentuk laporan KKL I.
2. Reduksi
Data
Miles
dan Huberman menyatakan bahwa proses reduksi merupakan proses pemilihan,
pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data
kasar yang muncul dari hasil pengisian angket. Proses reduksi data ini
dimaksudkan untuk lebih mempertajam, menggolongkan, mengarahkan, membuang
bagian data yang tidak diperlukan serta mengorganisasikan data sehingga mudah
untuk dilakukan penarikan kesimpulan yang kemudian dilanjutkan dengan proses
verifikasi. Dalam observasi ini,
reduksi data dilakukan dengan cara pemilihan dan pengelompokkan daftar
pertanyaan yang sama, kemudian di rekapitulasi agar nantinya dapat memudahkan
pengolahan ke dalam analisis
deskriptif.
3. Penyajian
Data
Penyajian
data adalah sejumlah informasi yang tersusun dan memberikan kemungkinan-kemungkinan
adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan lebih lanjut. Dengan
melihat penyajian data, kita akan dapat memahami apa yang sedang terjadi dan
apa yang harus dilakukan selanjutnya. Agar sajian data berupa naratif sebagai
wadah panduan informasi tentang apa yang terjadi, maka data disajikan sesuai
dengan apa yang diteliti. Penyajian data dalam laporan observasi kami menggunakan analisis secara naratif dan
deskriptif, sehingga pembaca mampu memahami isi dan hasil dari observasi yang telah kami lakukan.
4. Penarikan
Kesimpulan
Kesimpulan
merupakan langkah akhir dalam pembuatan suatu laporan. Penarikan kesimpulan
adalah usaha untuk mencari atau memahami makna, keteraturan pola-pola
penjelasan, alur sebab akibat atau proposisi. Kesimpulan yang ditarik segera
diverifikasi dengan cara melihat dan mempertanyakan kembali sambil melihat
catatan lapangan agar memperoleh pemahaman yang lebih tepat. Selain itu juga
dapat dilakukan dengan mendiskusikannya. Hal tersebut dilakukan agar data yang
diperoleh dan penafsiran terhadap data tersebut memiliki validitas sehingga
kesimpulan yang ditarik menjadi kokoh.
BAB
III
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Pengertian Struktur Sosial
Masyarakat dapat ditinjau dari sudut struktural dan
dinamikanya. Sudut struktural dinamakan juga sebagai strutur sosial, yang
memiliki arti sebagai jalinan antara unsur-unsur sosial yang pokok. Kemudian
dalam Taneko (1984:47: menyatakan bahwa struktur sosial suatu pergaulan hidup
manusia meliputi berbagai tipe kelompok yang terjadi dari banyak orang dan
meliputi pula lembaga-lembaga di dalam mana orang banyak tersebut ambil bagian.
Unsur-unsur pokok dari struktur sosial suatu masyarakat meliputi hal-hal
berikut:
1.
Kelompok-kelompok sosial
2.
Lembaga-lembaga sosial atau institusi sosial
3.
Kaedah-kaedah atau norma sosial
4.
Lapisan-lapisan atau stratifikasi sosial
Bentuk-bentuk
struktur sosial dalam masyarakat dibagi menjadi dua, yakni struktur sosial
vertikal dan horizontal. Struktur sosial vertikal (sering disebut sebagai stratifikasi
sosial atau pelapisan sosial) menggambarkan kelompok-kelompok sosial
dalam susunan yang bersifat hierarkis dan berjenjang, sehingga dalam dimensi
struktur ini kita melihat adanya kelompok masyarakat yang berkedudukan tinggi
(lapisan atas), sedang (lapisan menengah), dan rendah (lapisan bawah). Atau,
bisa lebih bervariasi dari sekedar tiga lapisan ini. Struktur sosial horizontal
(sering disebut sebagai diferensiasi sosial), dilain pihak,
menggambarkan kelompok-kelompok sosial tidak dilihat dari tinggi rendahnya kedudukan
kelompok itu satu sama lain, melainkan lebih tertuju kepada variasi atau
kekayaan pengelompokkan yang ada dalam suatu masyarakat. Sehingga lewat dimensi
struktur horizontal ini yang kita lihat adalah kekayaan atau kompleksitas
pengelompokkannya, bukan saja secara kuantitatif (jumlah) tetapi juga
kualitatif (mutu/ kualitas).
B.
Pengertian Proses Sosial
Dalam bukunya
yang berjudul Struktur dan Proses Sosial (1984:109), Taneko menyatakan bahwa
proses sosial adalah pengaruh timbal balik antara berbagai bidang kehidupan
bersama. Misalnya, segi kehidupan ekonomi dengan kehidupan politik, segi
kehidupan politik dengan kehidupan hukum, dan seterusnya. Proses sosial
memiliki bentuk utama yaitu berupa interaksi sosial, yang mana terdiri dari dua
unsur pokok seperti kontak dan komunikasi.
Proses sosial juga dapat didefinisikan sebagai
cara-cara berhubungan yang dilihat apabila orang-perorangan dan
kelompok-kelompok sosial saling bertemu dan menentukan sistem serta
bentu-bentuk hubungan tersebut atau apa yang akan terjadi apabila ada
perubahan-perubahan yang menyebabkan goyahnya pola-pola kehidupan yang terlah
ada. Proses sosial dapat diartikan sebagai pengaruh timbale-balik antara
pelbagai segi kehidupan bersama, misalnya pengaruh-mempengaruhi antara sosial
dengan politik, politik dengan ekonomi, ekonomi dengan hukum, dan sebagainya.
C. Unsur-unsur
Struktur Sosial
1.
Stratifikasi
Sosial
Stratifikasi sosial telah ada sejak peradaban Yunani
Kuno. Aristoteles menyatakan (dalam Soekanto, 2006:197) bahwa dalam suatu
negara terdapat tiga unsur kemasyarakatan, yaitu mereka yang kaya sekali,
melarat, dan berada di tengah-tengahnya.
Stratifikasi / stratification (inggris) berasal dari kata stratum
(jamaknya: strata yang berati lapisan). Pitirim A. Sorokin menyatakan bahwa
stratifikasi sosial adalah pembedaan penduduk atau masyarakat dalam kelas-kelas
secara bertingkat (hierarkis).
Definisi lain tentang stratifikasi sosial yaitu
merupakan hasil kebiasaan hubungan antar manusia secara teratur dan tersusun,
sehingga setiap orang mempunyai situasi yang menentukan hubungannya dengan
orang lain secara vertikal maupun horizontal dalam suatu masyarakat. Menurut
Joseph B. Gitter (dalam Susanto, 1983: 65) peranan yang diambil oleh orang
dalam masyarakat ditentukan oleh situasi kelompok.
Dalam hal ini jelas bahwa stratifikasi dipengaruhi
oleh situasi masyarakat yang ditentukan oleh masyarakat itu sendiri.
Stratifikasi sangat dipengaruhi oleh peran dan status seseorang dalam
masyarakat. Peran adalah kewajiban seseorang yang harus dijalankan sesuai
dengan kedudukannya. Status merupakan kedudukan sosial seseorang dalam
masyarakat.
2.
Mobilitas
Sosial
Mobilitas sosial (Social Mobility) merupakan suatu
gerak perpindahan dari suatu kelas sosial ke kelas sosial lainnya. Masyarakat
yang memiliki sistem stratifikasi sosial terbuka maka mereka memiliki
kecenderungan tingkat mobilitas sosial yang tinggi, sedangkan masyarakat yang
memiliki stratifikasi sosial tertutup tingkat mobilitasnya cenderung rendah.
3.
Institusi
Sosial/ Pranata Sosial
Sejauh ini belum ada perbedaan yang jelas antara
institusi sosial dan pranata sosial, sehingga
keduanya masih dianggap sama. Menurut Koentjaraningrat (dalam Soekanto,
2006: 171) pranata sosial merupakan suatu sistem tata kelakuan dan hubungan
yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kompleks-kompleks
kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat. Sementara itu menurut Howard
Becker (dalam Soekanto, 2006: 173) institusi sosial adalah suatu jaringan
proses-proses hubungan antarmanusia dan antarkelompok yang berfungsi untuk
memelihara hubungan-hubungan serta pola-pola tersebut sesuai dengan
kepentingan-kepentingan manusia dan kelompoknya.
Teori tentang fakta sosial juga dapat menjelaskan
adanya institusi sosial. Durkheim menjelaskan kenyataan sosial sebagai sesuatu yang bersifat umum dan
bersifat eksternal bagi individu/ masyarakat dan memaksa. Contoh dari fakta sosial itu sendiri
adalah stuktur sosial yang penekanannya pada institusi sosial.
4.
Interaksi
Sosial
Interaksi sosial merupakan bentuk umum dari proses sosial,
bahkan ada sejumlah orang yang menganggap bahwa keduanya sama saja. Syarat
terjadinya suatu interaksi sosial yaitu kontak dan komunikasi. Interaksi sosial
sebagai proses pengaruh mempengaruhi, menghasilkan hubungan tetap yang akhirnya
memungkinkan pembentukan struktur sosial. Sementara itu menurut salah satu
prinsip dasar interaksionisme simbolik kemampuan berpikir dibentuk oleh
interaksi sosial.
5.
Norma-Norma
Sosial
Norma merupakan pengaktualisasian dari suatu nilai,
yaitu sesuatu yang dianggap mempunyai nilai tinggi dan harus dihormati. Norma
ini merupakan wujud konkrit dari nilai-nilai yang dianut masyarakat. Nilai dan
norma mempengaruhi jalannya suatu proses sosial. Hal ini diperkuat oleh
pernyataan Laswell dan Kaplan bahwa proses sosial sangat luas dan untuk
mencapai semua kegiatan dalam masyarakat perlu melibatkan masalah sistem nilai
yang oleh individu atau kelompok
diusahakan untuk disebarluaskan. Maka jelas bahwa setiap proses sosial
melibatkan penerimaan atau penolakan dari norma-norma yang disebar secara sadar maupun tidak sadar, secara
langsung atau tidak langsung.
Berdasarkan sanksinya norma bisa debedakan atas hal
berikut:
·
Cara (usage)
·
Kebiasaan (folkways)
·
Tata kelakuan (mores)
·
Ada istiadat (custom)
Kemudian berdasaran jenisnya norma dibagi menjadi
norma agama, norma hukum, norma kesopanan, dan nilai kesusilaan.
6.
Kelompok Sosial
Bierens den Haan (dalam Susanto, 1983: 37) mengatakan
bahwa suatu kelompok memperoleh bentuknya dari kesadaran akan keterikatan pada
anggota-anggotanya. Sementara itu kelompok sosial terbentuk dari suatu proses
sosial (suatu perubahan-perubahan dalam struktur masyarakat sebagai hasil dari
komunikasi dan usaha saling mempengaruhi para individu dalam kelompok).
Kelompok sosial akan terbentuk dengan sendirinya melalui proses sosial dan
sosialisasi, dan kelompok demikian dikenal dengan istilah group yang memiliki
ciri:
”an
organization of two or more indivuduals in a role structure adapted to the
performence of a particular function,”
yaitu dalam suatu kelompok sosial telah terbentuk pembagian kerja karena
masing-masing seakan-akan mempunyai tugasnya sendiri-sendiri.
Kemudian sesuai dalam prinsip dasar interaksionisme
simbolik, pola tindakan dan interaksi akan membentuk kelompok dan masyarakat.
Seperti yang terjadi dalam Tasik Agung,
kelompok paguyuban nelayan terbentuk karena pola tindakan dari masyarakat yang
mayoritas nelayan.
7.
Diferensiasi sosial
Diferensiasi
adalah klasifikasi terhadap perbedaan-perbedaan yang biasanya sama. Pengertian
sama disini menunjukkan pada penggolongan atau klasifikasi masyarakat secara
horisontal, mendatar, atau sejajar. Asumsinya adalah tidak ada golongan dari
pembagian tersebut yang lebih tinggi daripada golongan lainnya. Pengelompokan
horisontal yang didasarkan pada perbedaan ras, etnis (suku bangsa), klen dan
agama disebut kemajemukan sosial sedangkan pengelompokan berasarkan perbedaan
profesi dan jenis kelamin disebut heterogenitas sosial.
Diferensiasi
sosial adalah pengelompokan masyarakat secara horizontal berdasarkan pada ciri-ciri
tertentu.
a. Ciri-ciri yang Mendasari Diferensiasi Sosial.
Diferensiasi sosial ditandai dengan adanya perbedaan
berdasarkan ciri-ciri sebagai berikut:
·
Ciri Fisik
Diferensiasi ini terjadi karena perbedaan ciri-ciri
tertentu. Misalnya: warna kulit, bentuk mata, rambut, hidung, muka, dsb.
·
Ciri Sosial
Diferensiasi sosial ini muncul karena perbedaan pekerjaan
yang menimbulkan cara pandang dan pola perilaku dalam masyarakat berbeda.
Termasuk didalam kategori ini adalah perbedaan peranan, prestise dan kekuasaan.
Contohnya : pola perilaku seorang perawat akan berbeda dengan seorang karyawan
kantor.
·
Ciri Budaya
Diferensiasi budaya berhubungan erat dengan pandangan hidup
suatu masyarakat menyangkut nilai-nilai yang dianutnya, seperti religi
ataukepercayaan, sistem kekeluargaan, keuletan dan ketangguhan (etos). Hasil
dari nilai-nilai yang dianut suatu masyarakat dapat kita lihat dari bahasa,
kesenian, arsitektur, pakaian adat, agama, dan sebagainya.
b.
Bentuk-bentuk
Diferensiasi Sosial
Pengelompokan masyarakat membentuk
delapan kriteria diferensiasi sosial.
·
Diferensiasi Ras
Ras adalah suatu kelompok manusia
yang memiliki ciri-ciri fisik bawan yang sama. Diferensiasi ras berarti
pengelompokan masyarakat berdasarkan ciri- ciri fisiknya, bukan budayanya.
·
Diferensiasi Suku Bangsa (Etnis)
Pengertian suku bangsa dan
etnis menurut Hassan Shadily MA, suku
bangsa atau etnis adalah segolongan rakyat yang masih dianggap mempunyai
hubungan biologis. Diferensiasi suku bangsa merupakan penggologan manusia berdasarkan
ciri-ciri biologis yang sama, seperti ras. Namun suku bangsa memiliki ciri-ciri
paling mendasar yang lain, yaitu adanya kesamaan budaya. Suku bangsa memiliki
kesamaan berikut :
ü ciri fisik
ü kesenian
ü bahasa daerah
ü adat istiadat
·
Diferensiasi
Klen (Clan)
Klen (Clan) sering juga disebut
kerabat luas atau keluarga besar. Klen merupakan kesatuan keturunan
(genealogis), kesatuan kepercayaan (religiomagis) dan kesatuan adat (tradisi).
Klen adalah sistem sosial yang berdasarkan ikatan darah atau keturunan yang
sama umumnya terjadi pada masyarakat unilateral baik melalui garis ayah
(patrilineal) maupun garis ibu (matrilineal).
·
Diferensiasi
Agama
Menurut Durkheim agama adalah suatu
sistem terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan
dengan hal-hal yang suci. Agama merupakan masalah yang essensial bagi kehidupan
manusia karena menyangkut keyakinan seseorang yang dianggap benar. Keyakinan
terhadap agama mengikat pemeluknya secara moral. Keyakinan itu membentuk
golongan masyarakat moral (umat). Umat pemeluk suatu agama bisa dikenali dari
cara berpakaian, cara berperilaku, cara beribadah, dan sebagainya. Jadi,
Diferensiasi agama merupakan pengelompokan masyarakat berdasarkan
agama/kepercayaannya.
·
Diferensiasi
Profesi (pekerjaan)
Profesi atau pekerjaan adalah suatu
kegiatan yang dilakukan manusia sebagai sumber penghasilan atau mata
pencahariannya. Diferensiasi profesi merupakan pengelompokan masyarakat yang
didasarkan pada jenis pekerjaan atau profesinya. Profesi biasanya berkaitan
dengan suatu ketrampilan khusus. Misalnya profesi guru memerlukan ketrampilan
khusus, seperti : pandai berbicara, suka membimbing, sabar, dsb. Berdasarkan
perbedaan profesi kita mengenal kelompok masyarakat berprofesi seperti guru,
dokter, pedagang, buruh, pegawai negeri, tentara, dan sebagainya. Perbedaan
profesi biasanya juga akan berpengaruh pada perilaku sosialnya. Contohnya,
perilaku seorang guru akan berbeda dengan seorang dokter ketika keduanya
melaksanakan pekerjaannya.
·
Diferensiasi
Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan kategori
dalam masyarakat yang didasarkan pada perbedaan seks atau jenis kelamin
(perbedaan biologis). Perbedaan biologis ini dapat kita lihat dari struktur
organ reproduksi, bentuk tubuh, suara, dan sebagainya. Atas dasar itu, terdapat
kelompok masyarakat laki-laki atau pria dan kelompok perempuan atau wanita.
·
Diferensiasai
Asal Daerah
Diferensiasi ini merupakan
pengelompokan manusia berdasarkan asal daerah atau tempat tinggalnya, desa atau
kota. Terbagi menjadi:
ü masyarakat desa : kelompok orang
yang tinggal di pedesaan atau berasal dari desa;
ü masyarakat kota : kelompok orang
yang tinggal di perkotaan atau berasal dari kota.
Perbedaan
orang desa dengan orang kota dapat kita temukan dalam hal-hal berikut ini :
ü perilaku
ü tutur kata
ü cara berpakaian
ü cara menghias rumah, dsb.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
masyarakat majemuk atau diferensisasi sosial adalah pembedaan penduduk atau
warga masyarakat ke dalam golongan – golongan atau kelompok – kelompok secara
hoirizontal atau tidak bertingkat. Adapun wujudnya adalah penggolongan penduduk
atas dasar ras, suku bangsa, agama dan lain – lain. Dalam pembedaan tersebut
tidak menunjukkan tinggi rendahnya martabat atau derajat seseorang sebagaimana
yang terdapat dalam stratifikasi sosial atau pelapisan sosial masyarakat.
Dengan kata lain, pembedaan ras, suku bangsa, agama, pekerjaan dalam masyarakat
Indonesia bukan merupakan bentuk pelapisan sosial, tetapi merupakan pembagian
sosial yang mempunyai kedudukan atau derajat yang sama.
D. Pengertian Nelayan
Nelayan
adalah orang yang hidup dari mata pencaharian hasil laut. Di Indonesia para
nelayan biasanya bermukin di daerah pinggir pantai atau pesisir laut. Komunitas
nelayan adalah kelompok orang yang bermata pencaharian hasil laut dan tinggal
didesa-desa atau pesisir (Sastrawidjaya. 2002). Ciri komunitas nelayan dapat
dilihat dari berbagai segi. Sebagai berikut :
1.
Dari segi mata pencaharian. Nelayan adalah mereka yang
segala aktivitasnya berkaitan dengan lingkungan laut dan pesisir.
Atau mereka yang menjadikan perikanan sebagai mata pencaharian mereka.
2.
Dari segi cara hidup. Komunitas nelayan adalah komunitas
gotong royong. Kebutuhan gotong royong dan tolong menolong terasa sangat
penting pada saat untuk mengatasi keadaan yang menuntut pengeluaran biaya besar
dan pengerahan tenaga yang banyak. Seperti saat berlayar. Membangun rumah atau
tanggul penahan gelombang di sekitar desa.
3. Dari segi ketrampilan. Meskipun
pekerjaan nelayan adalah pekerjaan berat namun pada umumnya mereka hanya
memiliki ketrampilan sederhana. Kebanyakan mereka bekerja sebagai nelayan
adalah profesi yang diturunkan oleh orang tua. Bukan yang dipelajari secara
professional.
Dari
bangunan struktur sosial, komunitas nelayan terdiri atas komunitas yang
heterogen dan homogen. Masyarakat yang heterogen adalah mereka yang bermukim di
desa-desa yang mudah dijangkau secara transportasi darat. Sedangkan yang
homogen terdapat di desa-desa nelayan terpencil biasanya mengunakan alat-alat
tangkap ikan yang sederhana, sehingga produktivitas kecil. Sementara itu,
kesulitan transportasi angkutan hasil ke pasar juga akan menjadi penyebab
rendahnya harga hasil laut di daerah mereka. (Sastrawidjaya. 2002).
Dilihat
dari teknologi peralatan tangkap yang digunakan dapat dibedakan dalam dua
katagori, yaitu nelayan modern dan nelayan tradisional. Nelayan modern
mengunakan teknologi penangkapan yang lebih canggih dibandingkan dengan nelayan
tradisional. Ukuran modernitas bukan
semata-mata karena pengunaan motor untuk mengerakkan perahu, melainkan juga
besar kecilnya motor yang digunakan serta tingkat eksploitasi dari alat tangkap
yang digunakan. Perbedaan modernitas teknologi alat tangkap juga akan
berpengaruh pada kemampuan jelajah operasional mereka (Imron, 2003:68).
Pada umumnya
dalam pengusahaan perikanan laut terdapat tiga jenis nelayan, yaitu; nelayan
pengusaha, nelayan campuran dan nelayan penuh. Nelayan pengusaha yaitu pemilik
modal yang memusatkan penanaman modalnya dalam operasi penangkapan ikan.
Nelayan campuran yaitu seseorang nelayan yang juga melakukan pekerjaan yang
lain di samping pekejaan pokoknya sebagai nelayan. Sedangkan nelayan penuh
ialah golongan nelayan yang hidup sebagai penangkap ikan di laut dan dengan
memakai peralatan lama atau tradisional. Namun demikian apabila sebagian besar pendapatan
seseorang berasal dan perikanan (darat dan laut) ia disebut sebagai nelayan.
(Mubyarto, 2002:18).
Sejalan
dengan itu, dalam hal tingkat pendidikan khususnya bagi nelayan tradisional,
untuk bekal kerja mencari ikan dilaut, latar belakang seorang nelayan memang
tidak penting artinya karena pekerjaan sebagai merupakan pekerjaan kasar yang
lebih banyak mengandalkan otot dan pengalaman, maka setinggi apapun tingkat pendidikan
nelayan itu tidaklah memberikan pengaruh terhadap kecakapan mereka dalam
melaut. Persoalan dari arti penting tingkat pendidikan ini biasanya baru
mengedepankan jika seorang nelayan ingin berpindah ke pekerjaan lain yang lebih
menjanjikan. Dengan pendidikan yang rendah jelas kondisi itu akan mempersulit
nelayan tadisional memilih atau memperoleh pekerjaan lain selain mejadi
nelayan. (Kusnadi, 2002:3).
BAB
IV
PEMBAHASAN
- Deskripsi Objek
Kampung Nelayan yang merupakan lokasi penelitian
terletak di desa Tasik Agung Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang Propinsi Jawa
Tengah. Tasik Agung merupakan desa pesisir yang berada disebelah utara jalur
Pantura (Pantai Utara). Batas-batas desa Tasik Agung meliputi:
utara: laut Jawa
timur : pantai Kartini yang sekarang menjadi Dampo
Awang Beach
barat : desa Tanjung
Sari yang dibatasi oleh sungai Karanggeneng
selatan : desa
Sumberjo.
Jumlah penduduk di
kampong nelayan Tasik Agung, Rembang berdasarkan:
1.
Jenis Kelamin
a.
Laki-Laki : 1.885 orang
b.
Perempuan : 1.888 orang
2.
Kepala Keluarga :
1.121 orang
3.
Kewarganegaraan.
a. WNI Laki-laki : 1.885 orang
b. WNI Perempuan : 1.888 orang
Jumlah : 3.773 orang
4.
Jumlah Penduduk
Berdasarkan Agama/Penghayat terhadap Tuhan YME
a. Islam : 2.751 orang
b. Kristen : 379 orang
c. Khatolik : 126 orang
d. Hindu : 61 orang
e. Budha : 38 orang
5.
Jumlah Penduduk
Berdasarkan Mata Pencaharian
a.
Karyawan
1. PNS : 156 orang
2. Abri : 57 orang
3. Swasta : 671 orang
b. Wiraswasta/Pedagang :
387 orang
c. Tani : - orang
d. Pertukangan : 17
orang
e. Buruh tani : - orang
f. Pensiunan : 47 orang
g. Nelayan : 2.712 orang
h. Jasa : 11 orang
Desa
Tasik Agung Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang Propinsi Jawa Tengah. Kampung
nelayan tersebut memiliki 4000 penduduk yang terbagi kedalam 1098
kepala keluarga.
Pelabuhan Tasik Agung memiliki dermaga sebagai tempat
berlabuh kapal-kapal, kemudian memiliki tempat pelelangan ikan (TPI) dengan
lahan seluas 3 hektare. TPI dibagi menjadi 2 bagian, yaitu TPI sebelah timur
yang produksinya khusus didistribusikan di dalam negri dan TPI sebelah barat
yang produksinya khusus diimpor.
Fasilitas TPI memiliki fasilitas dermaga bongkar, dermaga muat, turap
(spell), jetty, jalan kompleks, dan drainase. Kemudian fasilitas fungsional
meliputi lantai lelang, tempat pengepakan, gedung administrasi, timbangan,
trais keranjang ikan, kereta pengangkut ikan, tempat jemuran ikan, pabrik es
mini. Di samping itu, ada fasilitas penunjang berupa kantor perhubungan, kantor
polairut, mushola, kantor HNSI, KUD, dan kendaraan roda dua.
Nelayan
di pelabuhan Tasik Agung memulai pelayaran pada pagi hari, ada juga yang siang
dan malam hari. Satu kali pelayaran membutuhkan waktu paling lama dua belas
hari dan menghabiskan 2000 liter solar sebagai bahan bakar. Awak kapal terdiri
dari 10-12 orang. Mereka merupakan para pendatang dan masyarakat asli Rembang .
Mayoritas dari para nelayan hanya menempuh pendidikan sampai jenjang sekolah
dasar. Para nelayan membutuhkan modal Rp 50.000.000,00 untuk setiap
pemberangkatan melaut. Modal tersebut diperoleh dari pinjaman KUD, bank dan
juragan kapal. Hasil dari sekali melaut mendapatkan Rp 200.000.000,00 dan
nahkoda mendapatkan 10% dari hasil tersebut.
- Deskripsi Data
Banyak sumber atau data yang diperoleh dalam penelitian di di kampung
nelayan Tasik Agung terkait dengan struktur dan proses sosial. Berikut
merupakan kumpulan data yang berhasil didapatkan di lokasi KKL I.
- Stratifikasi Sosial
Dari penjelasan narasumber yaitu sekertaris desa
Tasik Agung, persaingan ekonomi sangat ketat. Seiring dengan persaingan itu
banyak orang yang mulai mengembangkan usahanya, yang awalnya nelayan biasa kemudian
mencari modal (pinjaman koperasi) untuk membeli kapal dan peralatan melaut. Hal
ini karena keuntungan yang diperoleh akan lebih besar apabila sarana dan
prasarananya mendukung keberhasilan. Orang yang memiliki kapal dipandang lebih
terhormat dibandingkan nelayan biasa lainnya. Tetapi menurut wawancara yang
kelompok kami lakukan, banyak dari masyarakat yang tidak mengetahui kekayaan
satu dan laiinya, oleh karena hal itu maka seseorang yang mungkin saja
berpenampilan sederhana tetapi memiliki banyak kapal. Faktor yang menjadi
indikator stratifiasi sosial ini meliputi kekayaan, pendidikan, kekuasaan dan
keturunan.
Stratifikasi adalah sistem pelapisan masyarakat yang
memiliki dua sifat yaitu terbuka, tertututup, dan campuran. Stratifikasi sosial
pun berlaku di lingkungan kampung nelayan yaitu Tasik Agung, Rembang yang
mayoritas berprofesi sebagai nelayan dan profesi lain seperti Pegawai Negeri
Sipil dan pedagang. Kemudian stratifikasi yang berlangsung di sana termasuk
dalam kategori stratifikasi terbuka, yang memungkinkan setiap warganya untuk
melakukan mobilitas sosial (mengalami kenaikan atau penurunan kelas sosial).
Terbukti dengan banyaknya masyarakat yang melakukan mobilitas dan mengalami
peningkatan taraf ekonomi dan kesejahteraan hidup.
Dimensi stratifikasi menurut teori meliputi kekayaan,
kekuasaan, kehormatan, dan ilmu pengetahuan. Dimensi stratifikasi yang
mempengaruhi adalah kekayaan. Terlihat dari persaingan ekonomi di kampung Tasik
Agung yang memang kuat, terlihat dari banyaknya orang dari luar daerah tersebut
yang menginvestasikan uangnya untuk usaha penangkapan ikan. Hasil dari usaha
tersebut pun memang begitu besar. Dalam setiap kali berlayar, modal rata-rata
80 juta dan hasil atau laba yang dapat diperoleh sekitar 20 juta. Maka cukup
mudah masyarakat sekitar memperoleh pendapatan walaupun tidak semua usaha yang
dilakukan selalu mengahasilkan keuntungan.
Meskipun dimensi stratifikasi yang lebih dominan
adalah kekayaan namun tidak menutup kemungkinan dimensi lain juga menjadi
landasan seseorang mengalami kenaikan kelas atau paling tidak dihargai oleh
masyarakat, dan dimensi itu adalah pendidikan dan kekuasaan.
Dari sisi pendidikan, seseorang yang memiliki ilmu
pengetahuan yang lebih dan didapatkannya melalui proses pendidikan tentu saja
memiliki pengetahuan dan daya kreatifitas yang tinggi dari pada yang lainnya,
sehingga dia dipercaya sebagai pemimpin dalam proses pembangunan desa dan atau
forum diskusi. Maka orang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi menjadi pusat
perhatian masyarakat lainnya.
Dalam dimensi kekuasaan tentu juga menjadi landasan
seseorang bisa naik kelas, hal ini dapat dilihat dari tokoh masyarakat desa
Tasik Agung yang kemudian berhasil menjadi seorang Bupati yang memerintah
kabupaten Rembang selama dua periode berturut-turut. Awalnya ia adalah golongan
masyarakat biasa yang memiliki kedudukan yang sama dengan yang lainnya yaitu
golongan kelas bawah. Namun, karena ia bisa memperoleh keberhasilan dalam segi
ekonomi dan pendidikan kemudian bisa menjadi pemimpin daerah rembang maka kelas
sosialnya meningkat, yang awalnya golongan bawah kemudian naik menjadi kelas
menengah, dan kemudian naik lagi menjadi golongan kelas atas.
- Mobilitas Sosial.
Mobilitas sosial dapat digambarkan dari kegiatan
penduduk dalam menekuni profesinya. Dalam masyarakat Tasik Agung, Rembang
kegiatan perekonomian yang ditekuni masyarakat sekarang dianggap mampu
memperbaiki kondisi perekonomian sebelumnya. Melihat profesi mayoritas penduduk
adalah nelayan maka fokus kajian mobilitas sosialnya berkisar pada kehidupan
perekonomian. Banyak nelayan yang memiliki obsesi untuk meningkatkan taraf
hidup keluarganya terutama taraf hidup anak keturunannya. Maka dari itu banyak
nelayan yang menyekolahkan anak-anaknya sampai pada jenjang pendidikan yang
lebih tinggi. Menurut keterangan narasumber hal ini sesuai dengan apa yang dialami oleh Bupati Rembang saat ini
(menjabat selama 2 periode berturut-turut) yang merupakan warga asli Tasik
Agung. Awalnya hidupnya biasa-biasa saja, orang tuanya berprofesi sebagai
pengelola ikan. Kemudian karena hasil usaha orang tua dan usahanya pula, bisa
menyelesaikan studi sarjananya. Keberhasilan ini sentak mengangkat harkat dan
martabatnya dalam kedudukan di masyarakat sekitar.
Di samping hal di atas, sekarang banyak para nelayan
yang mulai membuka usaha baru dengan mencoba mencari pinjaman modal dari bank.
Kemudian membeli kapal dan peralatan serta perlengkapan melaut lainnya.
Rata-rata banyak yang berhasil dalam usahanya tersebut. Hal lain juga terlihat
ketika masyarakat Tasik Agung memberikan kesempatan besar bagi siapa saja warga
pendatang untuk menjalankan usaha di desa mereka. Kemudian dari sudut
perpolitikannya, para elit pemerintahan desa tidak terikat oleh faktor
keturunan, jadi semua orang berhak untuk menjadi elit pemerintahan Tasik Agung.
Kehidupan masyarakatnya beraneka ragam, ada yang
pengusaha, dari pengusaha kecil sampai dengan pengusaha besar. Contohnya
pengusaha ikan asap (ikan panggang), bakul pindang, pengusaha ikan kering (ikan
asin), pengusaha pembuatan kerupuk ikan, warung-warung kecil, bahkan ada yang
menjadi pengusaha roti.
Jenis-jenis mobilitas sosial yang terjadi di
masyarakat Tasik Agung:
a)
Mobilitas vertikal naik
Mobilitas vertial terjadi karena mobilitas vertikal
yang terjadi dalam masyarakat rembang yakni ketika seorang nelayan yang
berjuang untuk memenuhi pendidikan anaknya sampai pada jenjang yang lebih
tinggi. Para nelayan rembang tidak ingin anak mereka bekerja sebagai nelayan,
namun mereka ingin lebih dari itu. Misalnya, nelayan yang berjuang dengan keras
sehingga anaknya bisa menjadi marinir. Begitu pula dengan bupati Rembang. Orang
tuanya sebagai nelayan, namun karena perjuangannya ia bisa menjadi seorang bupati
dan dapat menaikkan status keluarganya. Sedang mobilitas vertikal naik
intergenerasi terjadi ketika seorang nelayan Rembang mencari modal untuk
mengembangka usahanya sebagai nelayan. Ia mencari dana untuk dapat membeli
mesin dan perlengkapan lainnya sehingga hasil tangkapan dapat lebih maksimal.
Karena hasil tangkapan yang maksimal ini nelayan dapat mendapatkan uang yang
lebih banyak dan dapat menaikkan status mereka.
b)
Mobilitas vertikal turun
Merupakan turunnya kedudukan individu ke kedudukan
yang lebih rendah. Yang terjadi pada masyarakat Rembang ialah ketika peralatan
yang dipakai masih tradisional. Apabila peralatan yang dipakai masih
tradisional maka akan mempengaruhi hasil tangkapan mereka dan secara langsung
akan berdampak pada kondisi perekonomian mereka. Jika peralatan masih belum
berubah maka status sosial mereka tidak akan berubah bahkan bisa turun.
Anaknya pun tidak dapat mengenyam pendidikan dengan
tinggi dikarenakan terhimpit biaya ekonomi orang tuanya yang menipis, oleh
karena itu yang terjadi adalah mobilitas vertikal turun.
c)
Mobilitas sosial horisontal
Mobilitas sosial horisontal yakni berpindahnya
individu dari kelompok satu ke kelompok yang lain tapi masih dalam strata yang
sama. Pada masyarakat Rembang, mobilitas horisontal terjadi ketika anak seorang
nelayan yang tidak melanjutkan studi ke jenjang lebih tinggi karena ingin
menjadi nelayan seperti orang tuanya. Hal ini terjadi karena kondisi
perekonomian nelayan di Rembang yang tidak memungkinkan untuk menyekolahkan
anaknya ke jenjang yang lebih tinggi.
- Institusi Sosial/ Pranata Sosial
Pranata/Institusi
Sosial merupakan suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada
aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam
kehidupan masyarakat. didalam masyarakat Tasik Agung terdapat berbagai macam
pranata diantaranya adalah pranata keluarga, pranata pendidikan, pranata agama,
dan pranata politik. Pranata keluarga disana sama seperti pranata keluarga
dengan daerah lainnya yang terdiri dari ayah, ibu dan anak, pranata ini
termasuk dalam sosialisasi primer dimana pranata ini yang membentuk sikap dasar
dari anak. Pranata pendidikan di Tasik Agung terdiri mulai dari TK sampai
dengan SMP pranata ini berfungsi untuk memberikan pedoman pada masyarakat
bagaimana mereka harus bertingkah laku. Pranata agama di Tasik Agung meliputi
agama islam, kristen, katholik, didalam pranata ini yang berperan besar islam
karena kebanyakan orang disini berasal dari agama islam. Dalam mengambil
keputusan pun masyarakat masih meminta pendapat kyai disana yang dianggap
sebagai orang yang disegani dan dihormati dalam masyarakat. Jenis-jenis pranata
sosial yang ada di masyarakat Tasik Agung:
a) Pranata keluarga
Pola
pelamaran pada masyarakat kampung nelayan Tasik Agung, Rembang yaitu bahwa
pelamaran dilakukan oleh pihak perempuan dengan syarat pihak laki-laki sudah
mempunyai motor bagi yang mampu dan bagi yang tidak mampu seadanya saja. Jadi
disini motor dianggap sebagai lambang suatu kekayaan maupun sebagai syarat
untuk meminang calon istri. Setelah pelamaran berlangsung kemudian beranjak
kepada pernikahan. Dalam prosesi pesta perkawinan dilakukan di rumah sang
wanita atau di kantor agama terdekat. Setelah prosesi perkawinan selesai maka
kemudian mempelai wanita tinggal dirumah mertua laki-laki untuk hidup
bersamanya, atau memisahkan diri (tinggal di rumah baru). Di dalam masyarakat
sana menggunakan sistem kekerabatan bilineal, sedangkan masyarakat luar yang
tinggal didaerah situ akan mengikuti semua norma-norma dan nilai-nilai yang
berlaku disana. Pola-pola pemeliharaan anak dilakukan oleh dua pihak yaitu ayah
dan ibu, akan tetapi lebih dominan ke ibu karena ayahnya lebih condong mencari
nafkah dengan pergi melaut. Untuk pola pengasuhan anak pada masyarakat luar
juga sama, yaitu pola pemeliharaan anak dilakukan oleh kedua belah pihak yaitu
ayah dan ibu.
b) Pranata agama
Dalam
kehidupan masyarakat Tasik Agung terdapat berbagai bentuk pranata keagamaan. Diantaranya
di lingkungan sekitar dibangun masjid dan rumah ibadah lainnya, diadakan
pengajian rutin, KUA, MTQ dan lain-lain. Pada
masyarakat Tasik Agung sebagian besar beragama menganut agama islam. Namun
selain agama islam juga terdapat agama lain seperti Kristen dan Katholik.
Anak-anak pula mendapatkan tempat pendidikan alquran, TPA
yang ada di masyarakat Tasik Agung. Setiap satu bulan sekali mengadakan
pertemuan selapanan yang diantaranya ada siraman rohani, dan setiap satu bulan
sekali selalu ada pengajian.
c) Pranata hukum
Didalam
masyarakat Tasik Agung yang masih memegang teguh kehormatan terhadap tetua
kampung, masyarakat selalu menghormati keberadaan sesepuhnya. Disana tetua
kampung masih dipercaya sebagai penasihat dalam berbagai hal. Peran tetua
kampung disini menjadi penting karena dengan adanya mereka masalah-masalah yang
ada didalam masyarakat dapat diselesaikan dengan bijaksana. Selain itu ada juga
huum-hukum yang bersifat tradisional seperti pengucilan dan pengusiran dari
kampung.
d) Pranata pendidikan
pranata
pendidikan terlihat dengan didirikannya pendidikan baik formal maupun non
formal. Pendidikan formal meliputi TK sampai dengan SMP. Kemudian pendidikan
non formal meliputi kursus dan pelatihan khusus yang difokuskan pada ibu-ibu
rumah tangga. Adapun ketrampilan yang diajarkan seperti menjahit, memasak,
menyulam dan lain sebagainya, yang nantinya akan membekali masyarakat dalam
usaha hidup mandiri.
Kebanyakan
masyarakat Tasik Agung yang jauh-jauh berkuliah menuntut ilmu, tetapi setelah
mereka lulus kuliah rata-rata dari mereka bekerja bukan sesuai dengan
jurusannya, tetapi kebanyakan dari mereka meneruskan usaha orang tuanya.
e) Pranata politik
Pranata politik disana meliputi berbagai macam partai
politik. Selain itu dalam pemilihan kepala daerah menggunakan sistem pemilihan
yang demokratis, meskipun masih banyak terdapat sistem politik uang berupa
‘serangan fajar’ yaitu memberi uang pada masyarakat agar memilih seseorang
untuk menjadi pejabat sebelum pemilu
dilaksanakan, dll.
f)
Pranata
ekonomi
Masyarakat disini termasuk kedalam masyarakat yang
memiliki tingkat ekonomi menengah ke atas, hasil dari melaut mereka bisa
dibilang cukup, terbukti bahwa dalam sebulan para anak buah kapal bisa mendapat
penghasilan antara 2,3 – 4 juta rupiah, sedangkan kapten kapalnya bisa mencapai
8-10 juta per bulan. Tentu bisa dikatakan bahwa tingkat ekonomi di masyarakat
Tasik Agung menengah ke atas.
- Interaksi Sosial
Interaksi adalah hubungan antar perorangan, kelompok,
maupun perorangan dengan kelompok. Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin
terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu adanya kontak sosial dan
komunikasi. Dimasyarakat Rembangpun juga melakukan hal ini, karena kita tahu
apabila suatu masyarakat tidak melalui hal ini maka tidak antara akan terjadi
interaksi dalam masyarakat. Didalam masyarakat terdapat beberapa bentuk- bentuk
interaksi dalam masyarakat, antara lain ada proses asosiatif yaitu kerjasama, akomodasi, dan proses disosiatif
antara lain, persaingan, kontravensi, konflik (pertikaian). Dalam masyarakat
rembang juga tidak jauh dari hal ini, namun didalam masyarakat ini tidak sampai
mengakibatkan konflik yang besar. Dan interaksi yang terjadi didalam masyarakat
rembang mulai luntur, hal ini terjadi karena kesibukan masing- masing individu.
Ada suatu interaksi secara langsung
dengan masyarakat luar, seperti pembelian ikan yang dilakukan antara penjual dan pembeli yang
secara langsung datang ke tempat pengolahan. Selain ini juga ada interaksi
secara tidak langsung yang dilakukan pemilik kapal dan penjual mesin, disini
pemilik kapal (masyarakat rembang) membeli mesin melalui kontak Hp atau tidak
bertemu secara langsung. Ini beberapa interaksi yang terjadi di masyarakat
tasik- agung, kecamatan rembang, provinsi jawa tengah.
Interaksi yang terjadi di masyarakat kampung nelayan
kabupaten Rembang, muncul dalam bentuk kerjasama untuk membeli alat
perlengkapan mencari ikan. Dalam hal ini mereka mengumpulkan uang atau iuran untuk
membeli alat melaut. Selain itu mereka juga bekerjasama dalam mengolah ikan dan
pengemasannya. Dikarenakan ada beberapa masyarakat yang mempunnyai tempat untuk
pengemasan atau tempat pengolahan, maka masyarakat bekerja dengan saling
membantu.
Masyarakat disinipun masih sangat menjunjung tinggi
solidaritas, terbukti apabila ada yang sakit, maka tetangganya semuanya akan
menjenguknya tanpa dikomando. Tidak dapat dipungkiri pula bahwa di dalam masyarakat Rembang ini tidak jauh
dari pertikaian. Pertikaian akan muncul ketika menyangkut dengan adat. Selama
ini kebijakan yang diputuskan oleh kepala desa masih bisa diterima oleh warga,
seperti kerja bakti untuk membersihkan tempat yang digunakan untuk pengolahan,
dalam waktu 1 minggu sekali. Sebenarnya setiap orang mempunnyai perbedaan
pendirian, pemikiran, dan perasaan yang akan melahirkan bentrok atau pertikaian
antar individu, namun dalam masyarakat Rembang seorang kepala desa dan tokoh
masyarakat atau yang dituakan mempunnyai peranan yang penting. Peranan dari
mereka, selalu berusaha menyatukan perbedaan pemikiran atau persepsi tersebut,
dengan berbagai keputusan yang dimusyawarahkan agar tidak terjadi pertikaian.
Dalam masyarakat nelayan ini juga tidak lepas dari suatu
persaingan, namun persaingannya lebih ke bidang ekonomi atau perdagangan.
Penyebab dari munculnya hal ini karena semua nelayan ingin mendapatkan pembeli
dan ikan yang banyak, tetapi ada beberapa kendala yang mereka hadapi seperti,
alat yang digunakan nelayan, yang
mempunnyai modal yang besar lebih mudah mendapatkan ikan dengan alat yang
modern, namun mereka yang mempunnyai modal yang kecil ada suatu kendala dalam
alat yang digunakan untuk menacari ikannya. Namun persaingan ini tidak terlalu
kelihatan dan tidak sampai merusak kerukunan antar nelayan atau antar kelompok
nelayan yang ada di rembang. Persaingan yang dilakukan masih dalam batas
kewajaran, tidak sampai menimbulkan konflik atau perpecahan yang merugikan
orang lain.
Masyarakat nelayan juga mempunnyai relasi dalam pemasaran
ikan diluar negeri, seperti Columbia, China, dll. Selain hal itu dalam pembelian mesin kapal
mereka juga bekerjasama dengan daerah lain, karena para nelayan tidak hanya
membutuhkan satu mesin tapi beberapa, dan mereka tidak langsung membayar dalam
pembelian itu, namun dengan mengangsur atau membayar dengan kredit. Dalam
pengolahan ikan sebagian masyarakat nelayan juga bekerjasama dengan masyarakat
Palembang dan Jakarta. Dan siapapun yang mau melakukan kerjasama, mereka harus
mematuhi aturan yang telah dibuat oleh masyarakat nelayan dan kepala desa.
Pertikaian dengan
masyarakat luar akan terjadi, apabila ada kapal dari luar yang menyelundup
didaerah pencarian masyarakat rembang. Karena dalam mencari ikan ada suatu
batas yang disetujui oleh masing- masing nelayan dari daerah lain, jadi apabila
ada kapal yang masuk kewilayah itu mereka akan dikenakan sanksi dari masyarakat
setempat. Hal ini kadang- kadang memunculkan konflik, karena mereka merasa
terganggu dengan kehadiran masyarakat lain, yang sering mengambil hak milik
mereka. Sehingga didesa nelayan ini ada hukuman untuk mereka yang mencari ikan
tidak sesuai dengan batas yang ditentukan, mereka dihukum selama 3 bulan atau
membayar denda sebesar yang telah ditentukan.
Persaingan dengan masyarakat luar antara lain, persaingan
dalam pengolahan, dan pemasaran, sama seperti para nelayan lainnya. Dalam
pengolahan mereka berusaha untuk mendapatkan kualitas yang terbaik agar banyak
menarik pembeli, sehingga pemasaran mereka sampai keluar negeri. Mereka tidak
mau seperti disingkirkan dari industri perikanan, karena itu mereka selalu
memasarkan ikannya ke luar negeri dengan mencari relasi yang sebanyak-
banyaknya. Dengan hal ini mereka tidak terlalu ketinggalan atau masih tetap
eksis atau punya nama di bidang pemasaran, dan tidak terkalahkan dengan
masyarakat nelayan yang lain.
Pada tahun 2010 terjadi konflik antara nelayan rembang
dan pulau keramaian (madura) konflik tersebut disebabkan oleh pada waktu itu
ketika nelayan rembang mencari ikan di daerah madura mereka dimintai uang,
dimintai bahan bakar dan lain sebagainya, dan kemarin kepala desa Keramaian
datang ke Tasik Agung untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
- Norma-norma Sosial
Dalam teorinya norma merupakan wujud konkrit dari
nilai-nilai yang dianut masyarakat tertentu, dimana nilai tersebut dianggap
penting dan harus dihormati. Dalam kehidupan masyarakat Kampung Nelayan
Kabupaten Rembang, menganut beberapa norma yang sangat dipegang kuat.
Diantaranya adalah norma agama, kesopanan, hukun dan kesusilaan. Menurut salah
seorang narasumber mangatakan bahwa selama ini belum pernah terjadi hal-hal
besar yang melanggar norma atupun aturan desa. Kalaupun ada, sistem pelanggaran
yang dikenakan bertahap, muali dari sanksi ringan sampai dengan sanksi berat.
Sanksi ringan meliputi pencemoohan, pengucilan dan pengasingan. Sanksi berat
meliputi pengusiran dari tempat tinggal.
Masyarakat Tasik Agung masih mengenal tata krama,
sehingga selalu menyambut hangat setiap orang yang datang ke kampungnya, tetapi
kebanyakan dari mereka jika tidak disapa terlebih dahulu mereka tidak akan
menyapa, tetapi jika disapa terlebih dahulu, maka mereka akan menyambut dengan
hangat sapaan tersebut.
- Kelompok Sosial
Kelompok sosial muncul secara sendirinya karena
adanya interaksi dan sosialisasi dalam suatu masyarakat, dan kelompok sosial
ini keberadaannya telah umum. Begitu juga yang terjadi di desa Tasik Agung yang
mayoritas penduduknya adalah nelayan. Karena profesi tersebut memungkinkan
adanya interaksi yang kuat di antara para nelayan dan pengelolanya, maka
muncullah kelompok nelayan yang dinamakan paguyuban nelayan Tasik Agung. Di
samping itu, muncul kelompok lain yang masih berlatar belakang adanya interaksi
yang kuat yaitu PKK, Karang Taruna, Arisan Ibu-ibu (dasawisma), Rapat RT, dan
kelompok pengolah ikan.
Adapula kelompok anggota nelayan-nelayan yang bernama
kelompok sumber bahari mina. Yang diketuai oleh bapak M Syafii (66 th), dia
berkata bahwa setiap anggota nelayan di Tasik Agung harus di daftar sebagai
anggota nelayan pusat, jadi mudah dalam pemberian bantuan, subsidi, dll
Ada juga KUD (koperasi unit desa), disitu tempat
simpan pinjam para nelayan Tasik Agung, KUD juga mengambil biaya retribusi
untuk setiap kapal yang bongkar muat di dermaga tersebut, uang hasil dari biaya
retribusi tersebut digunakan untuk
ritual yang diadakan setiap tahunnya, yaitu puji syukur yang bisa menghabiskan
dana kurang lebih 600 juta rupiah, selain itu KUD juga memberikan santunan
apabila suatu ketika terjadi musibah di tengah laut maka korban akan mendapat
santunan, dan dari paguyuban juga mendapatkan santunan.
Kelompok
primer merupakan suatu kelompok yang hubungan antar anggotanya saling mengenal
dan bersifat informal. Contohnya keluarga, klik, dan sahabat. Mereka bergaul
dan mengenal secara mendalam.
Ciri-ciri
dari kelompok primer yaitu, jumlah anggotanya relative kecil, pola hubungannya
pribadi, akrab, dan informal. Komunikasi dilakukan langsung secara tatap muka,
sifat hubungannya permanent, para anggota berada bersama dalam waktu yang
relative lama. Keputusan kelompok lebih bersifat tradisional.
Kelompok
kelompok primer yang ada di kawasan kampung nelayan rembang terdiri dari
perkumpulan rapat RT yang dilakukan oleh bapak-bapak, karang taruna, arisan
ibu-ibu dasawisma, pkk, paguyuban nelayan dan kelompok pengolahan ikan
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Proses sosial masih intens dan sering dilakukan oleh
masyarakat Tasik Agung yaitu kontak sosial dan komunikasi sosial. Hal ini
karena di antara masyarakat masih saling membutuhkan satu sama lain, sehingga
komunikasi antar warga masyarakat masih terjaga dengan baik.
Stuktur sosial:
·
Stratifikasi Sosial
Stratifikasi yang terjadi di desa Tasik Agung adalah
stratifikasi terbuka, siapapun dapat masuk ke dalam kelas sosial yang lebih tinggi
ataupun sebaliknya, sehingga mobilitas yang terjadi termasuk dalam kategori
tinggi. Kemudian dimensi yang mempengaruhi keberlangsungan stratifikasi adalah
kekayaan, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan kekuasaan.
·
Mobilitas Sosial
Mobilitas tinggi terjadi di desa Tasik Agung.
Mobilitas yang sering terjadi adalah mobilitas vertikal naik intragenerasi dan
mobilitas vertikal naik intragenerasi. Hal ini dikarenakan oleh banyak faktor,
terutama perkembangan kemajuan zaman sehingga masyarakat tasik agung semakin maju.
·
Pranata/ Institusi Sosial
Berbagai institusi yang ada dalam masyarakat seperti
institusi agama, ekonomi, pendiikan dan instiusi-institusi yang lainya masih
memilik kesamaan/kemiripan dengan daerah-daerah lain yang ada disekitarnya.
Disana terdapat beberapa pranata ekonomi, seperti pasar, tempat pelelangan
ikan, pabrik pengolahan hasil laut dan yang lainya. Pranata pendidikan yang ada
disana meliputi pendidikan formal
meliputi TK, SD, SMP dan nonformal seperti pendidikan-pendidikan yang
dilakukan oleh keluarga terhadap anak-anaknya.
·
Interaksi Sosial
Interaksi sesama warga yang ada dimasyarakat rembang
semakin berkurang seiring dengan perkembangan jaman yang semakin modern. Dan
mereka cenderung bersifat materialistik artinya sesuatu yang tidak menguntungkan
secara materi enggan untuk dilakukan. Sebagai contohnya warga masyarakat tidak
mengetahui berapa banyak jumlah kapal yang dimiliki oleh seorang nelayan, atau
sifat mereka cenderung acuh terhadap orang lain. Tetapi mereka masih mengenal
tata krama sehingga jika ada pendatang yang datang menyapanya maka mereka akan
menyambutnya dengan hangat.
·
Norma-norma Sosial
Dalam kehidupan masyarakat Kampung Nelayan Kabupaten
Rembang, menganut beberapa norma yang sangat dipegang kuat. Diantaranya adalah
norma agama, kesopanan, hukun dan kesusilaan. Menurut nara Ibu Tiwi Mutiah,
salah seorang nara sumber mangatakan bahwa selama ini belum pernah terjadi
hal-hal besar yang melanggar norma atupun aturan desa. Kalaupun ada, sistem
pelanggaran yang dikenakan bertahap, mulai dari sanksi ringan sampai dengan
sanksi berat. Sanksi ringan meliputi pencemoohan, pengucilan dan pengasingan.
Sanksi berat meliputi pengusiran dari tempat tinggal.
·
Kelompok Sosial
Kelompok sosial yang muncul dan berkembang di desa
Tasik Agung adalah kelompok primer yaitu Gemeinschaf, di mana interaksinya
masih kuat dan intim. Ada rasa kedekatan antar warga dalam masyarakat.
kelompok-kelompok. Contoh-contoh dari kelompok itu antara lain paguyuban
nelayan, PKK, RT, Dasa Wisma, dan sebagainya.
B. Saran
Keharmonisan antar warga masyarakat hendaknya terjaga
dengan baik, sehingga terjadi interaksi dan kontak sosial yang baik diantara
warga masyarakat. Lebih baik stratifikasi sosial tidak terlalu ditonjolkan
seperti halnya di kampung nelayan Tasik Agung, sehingga perbedaan kelas-kelas
sosial tidak terlihat mencolok sehingga tidak menimbulkan konflik.
0 Response to "struktur dan proses sosial masyarakat Desa Nelayan Tasik Agung, Kecamatan Rembang, Kabupaten Rembang"
Post a Comment