-->

struktur dan proses sosial masyarakat Desa Nelayan Tasik Agung, Kecamatan Rembang, Kabupaten Rembang


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkah rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan laporan KKL I di Pati dan Rembang ini dengan baik.
Dalam penyusunan laporan KKL I ini tentunya tidak terlepas dari berbagai kendala. Namun, dengan adanya berbagai pihak yang senantiasa membantu sehingga proses penulisan laporan ini dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak berikut ini yang telah memberikan berbagai bantuan kepada kami sehingga pelaksanaan KKL 1 serta laporan KKL 1 dapat terselesaikan dengan baik, pihak-pihak tersebut antara lain:
  1. Bapak Grendi Hendrastomo, M.M., M.A. selaku dosen pembimbing Kuliah Kerja Lapangan I di Pati dan Rembang
  2. Orang tua yang selalu mendukung kami baik secara moril maupun material.
  3. Teman-teman yang telah mau bekerja sama untuk menyelesaikan laporan Kuliah Kerja Lapangan I di Pati.
  4. Mas Tiar yang telah menjadi tour leader kami
  5. Tim GSM Tour and Travel serta Hotel Kencana Rembang yang telah memfasilitasi kegiatan KKL kami.
Mungkin hanya itu saja yang dapat kami sampaikan, mohon maaf apabila ada kesalahan perkataan maupun kesalahan dalam penulisan. Untuk itu kami minta saran dan kritik dari pembaca. Dan kami berharap agar laporan ini berguna bagi pembaca. Terima kasih.


                                                                                                 Yogyakarta, Mei 2013





                                                                                                                                    Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang Masalah
 Kawasan pemukiman nelayan Desa Tasik Agung Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang Provinsi Jawa Tengah masih memiliki karakteristik lingkungan pemukiman yang terletak pada area Sub Urban dan merupakan bagian dari pemukiman nelayan kota, yang juga terpengaruh oleh perkembangan wilayah Kota Rembang pada umumnya.
Luas wilayah Desa Tasik Agung adalah 54,050 Ha, dengan Garis Pantai sepanjang 6,75 Km. Pemukiman nelayan Desa Tasik Agung terletak pada ketinggian antara 0 sampai dengan 3 meter di atas permukaan air laut, dan termasuk daerah yang sangat potensial dari sisi pengembangan wilayah, karena berada dalam wilayah pengembangan Jalur tranportasi utama jalan Pantura antara Semarang dan Surabaya, sertapPengembangan wilayah pantai, karena diapit oleh Pelabuhan Rembang dan kawasan wisata Pantai Kartini.
Dalam pandangan masyarakat, nelayan dianggap sebagai rakyat jelata yang hidup sehari-harinya berada dalam deburan ombak dan pasir di pantai serta bergelut dengan kehidupan laut. Dalam hal pendidikan misalnya, nelayan dianggap sebelah mata karena pada umumnya berpendidikan rendah. Sebenarnya harus dipahami bahwa suatu pekerjaan itu tidaklah menjadi hambatan bagi siapapun untuk dapat diterima dalam pergaulan. Bagi masyarakat umum, masyarakat nelayan di Rembang dipandang sebagai kaum masyarakat yang urakan, pendidikannya kurang, tidak terpelajar meskipun mendapat embel-embel sebagai kelompok masyarakat yang kaya karena mempunyai harta yang lebih dari hasil melaut, akan tetapi karena kehidupannya yang tidak teratur maka mereka dipandang sebelah mata oleh masyarakat luas. Hal ini terekspresi dalam berbagai perilaku nelayan, termasuk perilaku bahasa.
Kita di ciptakan ke dunia ini tentu untuk melakukan banyak hal, salah satunya adalah melakukan interaksi dengan manusia lain yang ada dalam kehidupan kita, dari hasil interaksi tersebut maka akan tumbuh kelompok-kelompok kecil yang kemudian terbentuk menjadi masyarakat. Di dalam masyarakat yang terdiri dari masyarakat yang beragam yang merupakan struktur dan proses sosial yang perlu dipelajari dengan seksama dan mendalam. Bentuk-bentuk masyarakat sangat beragam dan luas cakupannya. Antara masyarakat satu dan lain berbeda, sehingga menimbulkan adanya diferensiasi sosial dalam masyarakat. Begitu pula dengan struktur dan proses sosial di yang terjadi di dalamnya, oleh karena berbagai hal tersebut kelompok kami akan membahas tentang struktur dan proses sosial yang terdapat di dalam masyarakat kampung nelayan Tasik Agung. Semoga pembahasan kami dapat berguna bagi pembaca, dan kami memohon maaf jika dalam laporan ini terdapat berbagai kekurangan.

2.      Identifikasi Masalah
Berdasarkana latar belakang masalah di atas, maka dapat disimpulkan identifikasi masalah sebagai berikut:
a.       Apa saja struktur dan proses yang terjadi di daerah Tasik Agung?
b.      Bagaimana interaksi sosial yang terjadi daerah Tasik Agung?
 
3.      Pembatasan Masalah
Berdasarakan identifikasi masalah dan uraian di atas maka permasalahn yang ada harus dibatasi. Pembatasan masalah ini bertujuan untuk memfokuskan perhatian pada observasi agar diperoleh kesimpulan yang benar dan mendalam pada aspek yang damati. Cakupan masalah dalam observasi ini dibatasi pada bagaimana struktur dan proses sosial masyarakat  Desa Nelayan Tasik Agung dan bagaimana interaksi yang terjadi di Desa Nelayan Tasik Agung, Kecamatan Rembang, Kabupaten Rembang.

4.      Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan batasan masalah diatas maka rumusan masalah pada observasi ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
a.       Bagaimana deskripsi tentang struktur dan proses sosial masyarakat  Desa Nelayan Tasik Agung?
b.      Bagaimana interaksi sosial yang terjadi daerah Tasik Agung?


5.      Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Ø  Untuk mengetahui deskripsi singkat tentang masyarakat Tasik Agung.
Ø  Untuk mengetahui struktur dan proses sosial yang terjadi di masyarakat Tasik Agung.
Ø  Untuk memberikan tambahan wawasan sosial bagi pembaca.
Ø  Agar pembaca dapat mengidentifisikasi atau mengadakan pengolahan fakta sosial yang ada dalam masyarakat.

6.      Manfaat Observasi
Observai ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu sebagai berikut:
1.      Manfaat secara Teoritis
a.       KKL I di Pati dan Rembang mengenai struktur dan proses sosial di Desa Nelayan Tasik Agung diharapkan dapat memberikan manfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan, dan memberikan pengetahuan secara umum mengenai struktur dan proses sosial dan kelompok sosial di Rembang.
b.      Hasil penelitian ini diharapkkan dapat memberi manfaat bagi program studi pendidikan sosiologi untuk memberikan referensi dalam pengkajian masalah-masalah sosial budaya.
c.       Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu sosiologi terutama dalam bidang kebudayaan.
d.      Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk penelitian-penelitian yang relevan lainnya.

2.      Manfaat secara Praktis
a.      Bagi Peneliti
Melalui Kuliah Kerja Lapangan ini, kami dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuan khususnya mata  kuliah Struktur dan Proses Sosial secara nyata. Selain itu, kami juga dapat mengetahui bagaimana struktur dan proses sosial yang ada pada masyarakat Desa Nelayan Tasik Agung.
b.      Bagi Mahasiswa
Hasil KKL ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi mengenai perubahan sosial-budaya suatu tempat terkait dengan era globalissai saat ini, dan bagaimana fenomena sosiologis yang muncul terkait dengan hal ini, serta laporan observasi ini dapat bermanfaat sebagai referensi kajian untuk observasi lainnya dengan tema yang relevan.

c.       Bagi Masyarakat
Laporan observasi KKL ini dapat memberikan sumbangan pemikiran  kepada masyarakat mengenai dampak dari struktur dan proses sosial yang terjadi di masyarakat.

d.      Bagi Universitas dan Lembaga Pendidikan
Hasil laporan observasi KKL ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan bagi para akademisi tentang Struktur dan Proses Sosial dan





BAB II
METODOLOGI PENELITIAN

A.    Lokasi Penelitian
Penelitian Kuliah Kerja Lapangan I (KKL I) dipusatkan di daerah kampung nelayan Tasik Agung, Kecamatan Rembang, Kabupaten Rembang.
B.     Tema penelitian
Penelitian KKL I difokuskan pada tema Struktur sosial dan proses sosial yang terjadi di masyarakat Desa Nelayan Tasik Agung.
C.    Bentuk dan Strategi Penelitian
Berdasarkan sifat dan spesifikasi yang diangkat dalam penelitian ini, maka bentuk penelitian yang relevan digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan Kualitatif.
Penelitian Kualitatif adalah penelitian yang meggunakan wawancara sebagai sumber datanya, dan mencari informasi yang selengkap-lengkapnya dari suatu hal.
D.    Sumber Data
a.       Data Primer
Yang dimaksud data primer disini adalah pengambilan data dengan wawancara. Wawancara telah dilakukan dengan narasumber yaitu bapak Kepala Desa Tasik Agung dan juga dengan beberapa warga masyarakat Tasik Agung.
b.      Data Sekunder
Data ini berupa sumber tertulis yaitu sumber diluar kata-kata dan tindakan yang dikategorikan sebagai sumber data kedua, namun tetap penting keberadaannya bagi upaya pengumpulan data penelitian. Sumber data tertulis dalam penelitian yang telah kami lakukan ini adalah buku-buku, dan sumber internet yang berkenaan dengan observasi ini.

E.     Teknik Pengumpulan Data
a.       Wawancara
Wawancara merupakan suatu kegiatan untuk memperoleh informasi atau data dengan cara bertanya langsung kepada responden atau narasumber. Wawancara ini dilakukan dengan cara komunikasi tatap muka, namun berbeda dengan kegiatan percakapan yang kita lakukan sehari-hari. Dalam kegiatan ini, pewawancara dan narasumber belum saling mengenal sebelumnya. Pewawancara selalu menjadi pihak yang bertanya, dan narasumber selalu menjadi pihak yang menjawab pertanyaan. Dalam pelaksanaannya, pewawancara membawa pedoman yang merupakan garis besar mengenai hal-hal yang akan di tanyakan.
b.      Observasi
Observasi merupakan suatu aktivitas penelitian dalam rangka pengumpulan data sesuai dengan masalah penelitian, melalui proses pengamatan di lapangan. Dalam pelaksanaan observasi, peneliti memiliki pedoman observasi yang berisi daftar mengenai sesuatu yang ingin di observasi. Jenis-jenis observasi ini ada dua, yaitu observasi partisitifatif, dan observasi non partisipatif. Dalam observasi partisipatif dibagi menjadi dua yaitu partisipatif penuh dan sebagian.
c.       Studi Pustaka
Studi kepustakaan merupakan suatu kegiatan penelusuran dan penelaah literature. Kegiatan ini dilakukan untuk mencari sumber data sekunder yang mendukung penelitian dengan menggunakan bahan-bahan dokumentasi, baik berupa buku, majalah maupun arsi-arsip lainnya yang mendukung observasi.

F.     Teknik Analisis Data
1.      Pengumpulan data
Data yang didapat berasal dari observasi langsung (partisipasi penuh) ke lokasi penelitian tepatnya di Desa nelayan Tasik Agung. Kemudian kami melakukan wawancara ke narasumber yang lebih mengerti atau paham tentang keadaan atau seluk beluk masyarakat desa nelayan Tasik Agung Rembang, serta pengamatan langsung di desa tersebut. Selanjutnya, dilakukan pengumpulan data-data yang di peroleh dan kemudian kami olah berdasarkan studi pustaka yang relevan, sehingga tersusun dalam bentuk laporan KKL I.



2.      Reduksi Data
Miles dan Huberman menyatakan bahwa proses reduksi merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari hasil pengisian angket. Proses reduksi data ini dimaksudkan untuk lebih mempertajam, menggolongkan, mengarahkan, membuang bagian data yang tidak diperlukan serta mengorganisasikan data sehingga mudah untuk dilakukan penarikan kesimpulan yang kemudian dilanjutkan dengan proses verifikasi. Dalam observasi ini, reduksi data dilakukan dengan cara pemilihan dan pengelompokkan daftar pertanyaan yang sama, kemudian di rekapitulasi agar nantinya dapat memudahkan pengolahan ke dalam analisis deskriptif.
3.      Penyajian Data
Penyajian data adalah sejumlah informasi yang tersusun dan memberikan kemungkinan-kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan lebih lanjut. Dengan melihat penyajian data, kita akan dapat memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan selanjutnya. Agar sajian data berupa naratif sebagai wadah panduan informasi tentang apa yang terjadi, maka data disajikan sesuai dengan apa yang diteliti. Penyajian data dalam laporan observasi kami menggunakan analisis secara naratif dan deskriptif, sehingga pembaca mampu memahami isi dan hasil dari observasi yang telah kami lakukan.
4.      Penarikan Kesimpulan
Kesimpulan merupakan langkah akhir dalam pembuatan suatu laporan. Penarikan kesimpulan adalah usaha untuk mencari atau memahami makna, keteraturan pola-pola penjelasan, alur sebab akibat atau proposisi. Kesimpulan yang ditarik segera diverifikasi dengan cara melihat dan mempertanyakan kembali sambil melihat catatan lapangan agar memperoleh pemahaman yang lebih tepat. Selain itu juga dapat dilakukan dengan mendiskusikannya. Hal tersebut dilakukan agar data yang diperoleh dan penafsiran terhadap data tersebut memiliki validitas sehingga kesimpulan yang ditarik menjadi kokoh.



BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Pengertian Struktur Sosial
Masyarakat dapat ditinjau dari sudut struktural dan dinamikanya. Sudut struktural dinamakan juga sebagai strutur sosial, yang memiliki arti sebagai jalinan antara unsur-unsur sosial yang pokok. Kemudian dalam Taneko (1984:47: menyatakan bahwa struktur sosial suatu pergaulan hidup manusia meliputi berbagai tipe kelompok yang terjadi dari banyak orang dan meliputi pula lembaga-lembaga di dalam mana orang banyak tersebut ambil bagian. Unsur-unsur pokok dari struktur sosial suatu masyarakat meliputi hal-hal berikut:
1.      Kelompok-kelompok sosial
2.      Lembaga-lembaga sosial atau institusi sosial
3.      Kaedah-kaedah atau norma sosial
4.      Lapisan-lapisan atau stratifikasi sosial
Bentuk-bentuk struktur sosial dalam masyarakat dibagi menjadi dua, yakni struktur sosial vertikal dan horizontal. Struktur sosial vertikal (sering disebut sebagai stratifikasi sosial atau pelapisan sosial) menggambarkan kelompok-kelompok sosial dalam susunan yang bersifat hierarkis dan berjenjang, sehingga dalam dimensi struktur ini kita melihat adanya kelompok masyarakat yang berkedudukan tinggi (lapisan atas), sedang (lapisan menengah), dan rendah (lapisan bawah). Atau, bisa lebih bervariasi dari sekedar tiga lapisan ini. Struktur sosial horizontal (sering disebut sebagai diferensiasi sosial), dilain pihak, menggambarkan kelompok-kelompok sosial tidak dilihat dari tinggi rendahnya kedudukan kelompok itu satu sama lain, melainkan lebih tertuju kepada variasi atau kekayaan pengelompokkan yang ada dalam suatu masyarakat. Sehingga lewat dimensi struktur horizontal ini yang kita lihat adalah kekayaan atau kompleksitas pengelompokkannya, bukan saja secara kuantitatif (jumlah) tetapi juga kualitatif (mutu/ kualitas).
B.     Pengertian Proses Sosial
Dalam bukunya yang berjudul Struktur dan Proses Sosial (1984:109), Taneko menyatakan bahwa proses sosial adalah pengaruh timbal balik antara berbagai bidang kehidupan bersama. Misalnya, segi kehidupan ekonomi dengan kehidupan politik, segi kehidupan politik dengan kehidupan hukum, dan seterusnya. Proses sosial memiliki bentuk utama yaitu berupa interaksi sosial, yang mana terdiri dari dua unsur pokok seperti kontak dan komunikasi.
Proses sosial juga dapat didefinisikan sebagai cara-cara berhubungan yang dilihat apabila orang-perorangan dan kelompok-kelompok sosial saling bertemu dan menentukan sistem serta bentu-bentuk hubungan tersebut atau apa yang akan terjadi apabila ada perubahan-perubahan yang menyebabkan goyahnya pola-pola kehidupan yang terlah ada. Proses sosial dapat diartikan sebagai pengaruh timbale-balik antara pelbagai segi kehidupan bersama, misalnya pengaruh-mempengaruhi antara sosial dengan politik, politik dengan ekonomi, ekonomi dengan hukum, dan sebagainya.

C.    Unsur-unsur Struktur Sosial
1.      Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial telah ada sejak peradaban Yunani Kuno. Aristoteles menyatakan (dalam Soekanto, 2006:197) bahwa dalam suatu negara terdapat tiga unsur kemasyarakatan, yaitu mereka yang kaya sekali, melarat, dan berada di tengah-tengahnya.  Stratifikasi / stratification (inggris) berasal dari kata stratum (jamaknya: strata yang berati lapisan). Pitirim A. Sorokin menyatakan bahwa stratifikasi sosial adalah pembedaan penduduk atau masyarakat dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis).
Definisi lain tentang stratifikasi sosial yaitu merupakan hasil kebiasaan hubungan antar manusia secara teratur dan tersusun, sehingga setiap orang mempunyai situasi yang menentukan hubungannya dengan orang lain secara vertikal maupun horizontal dalam suatu masyarakat. Menurut Joseph B. Gitter (dalam Susanto, 1983: 65) peranan yang diambil oleh orang dalam masyarakat ditentukan oleh situasi kelompok.
Dalam hal ini jelas bahwa stratifikasi dipengaruhi oleh situasi masyarakat yang ditentukan oleh masyarakat itu sendiri. Stratifikasi sangat dipengaruhi oleh peran dan status seseorang dalam masyarakat. Peran adalah kewajiban seseorang yang harus dijalankan sesuai dengan kedudukannya. Status merupakan kedudukan sosial seseorang dalam masyarakat.
2.      Mobilitas Sosial
Mobilitas sosial (Social Mobility) merupakan suatu gerak perpindahan dari suatu kelas sosial ke kelas sosial lainnya. Masyarakat yang memiliki sistem stratifikasi sosial terbuka maka mereka memiliki kecenderungan tingkat mobilitas sosial yang tinggi, sedangkan masyarakat yang memiliki stratifikasi sosial tertutup tingkat mobilitasnya cenderung rendah.
3.      Institusi Sosial/ Pranata Sosial
Sejauh ini belum ada perbedaan yang jelas antara institusi sosial dan pranata sosial, sehingga  keduanya masih dianggap sama. Menurut Koentjaraningrat (dalam Soekanto, 2006: 171) pranata sosial merupakan suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat. Sementara itu menurut Howard Becker (dalam Soekanto, 2006: 173) institusi sosial adalah suatu jaringan proses-proses hubungan antarmanusia dan antarkelompok yang berfungsi untuk memelihara hubungan-hubungan serta pola-pola tersebut sesuai dengan kepentingan-kepentingan manusia dan kelompoknya.
Teori tentang fakta sosial juga dapat menjelaskan adanya institusi sosial. Durkheim menjelaskan kenyataan sosial  sebagai sesuatu yang bersifat umum dan bersifat eksternal bagi individu/ masyarakat dan  memaksa. Contoh dari fakta sosial itu sendiri adalah stuktur sosial yang penekanannya pada institusi sosial.
4.      Interaksi Sosial
Interaksi sosial merupakan bentuk umum dari proses sosial, bahkan ada sejumlah orang yang menganggap bahwa keduanya sama saja. Syarat terjadinya suatu interaksi sosial yaitu kontak dan komunikasi. Interaksi sosial sebagai proses pengaruh mempengaruhi, menghasilkan hubungan tetap yang akhirnya memungkinkan pembentukan struktur sosial. Sementara itu menurut salah satu prinsip dasar interaksionisme simbolik kemampuan berpikir dibentuk oleh interaksi sosial.


5.      Norma-Norma Sosial
Norma merupakan pengaktualisasian dari suatu nilai, yaitu sesuatu yang dianggap mempunyai nilai tinggi dan harus dihormati. Norma ini merupakan wujud konkrit dari nilai-nilai yang dianut masyarakat. Nilai dan norma mempengaruhi jalannya suatu proses sosial. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Laswell dan Kaplan bahwa proses sosial sangat luas dan untuk mencapai semua kegiatan dalam masyarakat perlu melibatkan masalah sistem nilai yang oleh individu atau kelompok  diusahakan untuk disebarluaskan. Maka jelas bahwa setiap proses sosial melibatkan penerimaan atau penolakan dari norma-norma yang disebar  secara sadar maupun tidak sadar, secara langsung atau tidak langsung.
Berdasarkan sanksinya norma bisa debedakan atas hal berikut:
·         Cara (usage)
·         Kebiasaan (folkways)
·         Tata kelakuan (mores)
·         Ada istiadat (custom)
Kemudian berdasaran jenisnya norma dibagi menjadi norma agama, norma hukum, norma kesopanan, dan nilai kesusilaan.
6.      Kelompok Sosial
Bierens den Haan (dalam Susanto, 1983: 37) mengatakan bahwa suatu kelompok memperoleh bentuknya dari kesadaran akan keterikatan pada anggota-anggotanya. Sementara itu kelompok sosial terbentuk dari suatu proses sosial (suatu perubahan-perubahan dalam struktur masyarakat sebagai hasil dari komunikasi dan usaha saling mempengaruhi para individu dalam kelompok). Kelompok sosial akan terbentuk dengan sendirinya melalui proses sosial dan sosialisasi, dan kelompok demikian dikenal dengan istilah group yang memiliki ciri:
”an organization of two or more indivuduals in a role structure adapted to the performence of  a particular function,” yaitu dalam suatu kelompok sosial telah terbentuk pembagian kerja karena masing-masing seakan-akan mempunyai tugasnya sendiri-sendiri.
Kemudian sesuai dalam prinsip dasar interaksionisme simbolik, pola tindakan dan interaksi akan membentuk kelompok dan masyarakat. Seperti yang terjadi dalam  Tasik Agung, kelompok paguyuban nelayan terbentuk karena pola tindakan dari masyarakat yang mayoritas nelayan.

7.      Diferensiasi sosial
Diferensiasi adalah klasifikasi terhadap perbedaan-perbedaan yang biasanya sama. Pengertian sama disini menunjukkan pada penggolongan atau klasifikasi masyarakat secara horisontal, mendatar, atau sejajar. Asumsinya adalah tidak ada golongan dari pembagian tersebut yang lebih tinggi daripada golongan lainnya. Pengelompokan horisontal yang didasarkan pada perbedaan ras, etnis (suku bangsa), klen dan agama disebut kemajemukan sosial sedangkan pengelompokan berasarkan perbedaan profesi dan jenis kelamin disebut heterogenitas sosial.
Diferensiasi sosial adalah pengelompokan masyarakat secara horizontal berdasarkan pada ciri-ciri tertentu.
a.       Ciri-ciri yang Mendasari Diferensiasi Sosial.
Diferensiasi sosial ditandai dengan adanya perbedaan berdasarkan ciri-ciri sebagai berikut:
·         Ciri Fisik
Diferensiasi ini terjadi karena perbedaan ciri-ciri tertentu. Misalnya: warna kulit, bentuk mata, rambut, hidung, muka, dsb.
·         Ciri Sosial
Diferensiasi sosial ini muncul karena perbedaan pekerjaan yang menimbulkan cara pandang dan pola perilaku dalam masyarakat berbeda. Termasuk didalam kategori ini adalah perbedaan peranan, prestise dan kekuasaan. Contohnya : pola perilaku seorang perawat akan berbeda dengan seorang karyawan kantor.
·         Ciri Budaya
Diferensiasi budaya berhubungan erat dengan pandangan hidup suatu masyarakat menyangkut nilai-nilai yang dianutnya, seperti religi ataukepercayaan, sistem kekeluargaan, keuletan dan ketangguhan (etos). Hasil dari nilai-nilai yang dianut suatu masyarakat dapat kita lihat dari bahasa, kesenian, arsitektur, pakaian adat, agama, dan sebagainya.

b.      Bentuk-bentuk Diferensiasi Sosial
Pengelompokan masyarakat membentuk delapan kriteria diferensiasi sosial.
·         Diferensiasi Ras
Ras adalah suatu kelompok manusia yang memiliki ciri-ciri fisik bawan yang sama. Diferensiasi ras berarti pengelompokan masyarakat berdasarkan ciri- ciri fisiknya, bukan budayanya.
·         Diferensiasi Suku Bangsa (Etnis)
Pengertian suku bangsa dan etnis  menurut Hassan Shadily MA, suku bangsa atau etnis adalah segolongan rakyat yang masih dianggap mempunyai hubungan biologis. Diferensiasi suku bangsa merupakan penggologan manusia berdasarkan ciri-ciri biologis yang sama, seperti ras. Namun suku bangsa memiliki ciri-ciri paling mendasar yang lain, yaitu adanya kesamaan budaya. Suku bangsa memiliki kesamaan berikut :
ü  ciri fisik
ü  kesenian
ü  bahasa daerah
ü  adat istiadat
·         Diferensiasi Klen (Clan)
Klen (Clan) sering juga disebut kerabat luas atau keluarga besar. Klen merupakan kesatuan keturunan (genealogis), kesatuan kepercayaan (religiomagis) dan kesatuan adat (tradisi). Klen adalah sistem sosial yang berdasarkan ikatan darah atau keturunan yang sama umumnya terjadi pada masyarakat unilateral baik melalui garis ayah (patrilineal) maupun garis ibu (matrilineal).
·         Diferensiasi Agama
Menurut Durkheim agama adalah suatu sistem terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal-hal yang suci. Agama merupakan masalah yang essensial bagi kehidupan manusia karena menyangkut keyakinan seseorang yang dianggap benar. Keyakinan terhadap agama mengikat pemeluknya secara moral. Keyakinan itu membentuk golongan masyarakat moral (umat). Umat pemeluk suatu agama bisa dikenali dari cara berpakaian, cara berperilaku, cara beribadah, dan sebagainya. Jadi, Diferensiasi agama merupakan pengelompokan masyarakat berdasarkan agama/kepercayaannya.
·         Diferensiasi Profesi (pekerjaan)
Profesi atau pekerjaan adalah suatu kegiatan yang dilakukan manusia sebagai sumber penghasilan atau mata pencahariannya. Diferensiasi profesi merupakan pengelompokan masyarakat yang didasarkan pada jenis pekerjaan atau profesinya. Profesi biasanya berkaitan dengan suatu ketrampilan khusus. Misalnya profesi guru memerlukan ketrampilan khusus, seperti : pandai berbicara, suka membimbing, sabar, dsb. Berdasarkan perbedaan profesi kita mengenal kelompok masyarakat berprofesi seperti guru, dokter, pedagang, buruh, pegawai negeri, tentara, dan sebagainya. Perbedaan profesi biasanya juga akan berpengaruh pada perilaku sosialnya. Contohnya, perilaku seorang guru akan berbeda dengan seorang dokter ketika keduanya melaksanakan pekerjaannya.
·         Diferensiasi Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan kategori dalam masyarakat yang didasarkan pada perbedaan seks atau jenis kelamin (perbedaan biologis). Perbedaan biologis ini dapat kita lihat dari struktur organ reproduksi, bentuk tubuh, suara, dan sebagainya. Atas dasar itu, terdapat kelompok masyarakat laki-laki atau pria dan kelompok perempuan atau wanita.

·         Diferensiasai Asal Daerah
Diferensiasi ini merupakan pengelompokan manusia berdasarkan asal daerah atau tempat tinggalnya, desa atau kota. Terbagi menjadi:
ü  masyarakat desa : kelompok orang yang tinggal di pedesaan atau berasal dari desa;
ü  masyarakat kota : kelompok orang yang tinggal di perkotaan atau berasal dari kota.
Perbedaan orang desa dengan orang kota dapat kita temukan dalam hal-hal berikut ini :
ü  perilaku
ü  tutur kata
ü  cara berpakaian
ü  cara menghias rumah, dsb.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa masyarakat majemuk atau diferensisasi sosial adalah pembedaan penduduk atau warga masyarakat ke dalam golongan – golongan atau kelompok – kelompok secara hoirizontal atau tidak bertingkat. Adapun wujudnya adalah penggolongan penduduk atas dasar ras, suku bangsa, agama dan lain – lain. Dalam pembedaan tersebut tidak menunjukkan tinggi rendahnya martabat atau derajat seseorang sebagaimana yang terdapat dalam stratifikasi sosial atau pelapisan sosial masyarakat. Dengan kata lain, pembedaan ras, suku bangsa, agama, pekerjaan dalam masyarakat Indonesia bukan merupakan bentuk pelapisan sosial, tetapi merupakan pembagian sosial yang mempunyai kedudukan atau derajat yang sama.

D.   Pengertian Nelayan
Nelayan adalah orang yang hidup dari mata pencaharian hasil laut. Di Indonesia para nelayan biasanya bermukin di daerah pinggir pantai atau pesisir laut. Komunitas nelayan adalah kelompok orang yang bermata pencaharian hasil laut dan tinggal didesa-desa atau pesisir (Sastrawidjaya. 2002). Ciri komunitas nelayan dapat dilihat dari berbagai segi. Sebagai berikut :
1.      Dari segi mata pencaharian. Nelayan adalah mereka yang segala aktivitasnya berkaitan dengan lingkungan laut dan pesisir. Atau mereka yang menjadikan perikanan sebagai mata pencaharian mereka.
2.     Dari segi cara hidup. Komunitas nelayan adalah komunitas gotong royong. Kebutuhan gotong royong dan tolong menolong terasa sangat penting pada saat untuk mengatasi keadaan yang menuntut pengeluaran biaya besar dan pengerahan tenaga yang banyak. Seperti saat berlayar. Membangun rumah atau tanggul penahan gelombang di sekitar desa.
3.     Dari segi ketrampilan. Meskipun pekerjaan nelayan adalah pekerjaan berat namun pada umumnya mereka hanya memiliki ketrampilan sederhana. Kebanyakan mereka bekerja sebagai nelayan adalah profesi yang diturunkan oleh orang tua. Bukan yang dipelajari secara professional.
Dari bangunan struktur sosial, komunitas  nelayan terdiri atas komunitas yang heterogen dan homogen. Masyarakat yang heterogen adalah mereka yang bermukim di desa-desa yang mudah dijangkau secara transportasi darat. Sedangkan yang homogen terdapat di desa-desa nelayan terpencil biasanya mengunakan alat-alat tangkap ikan yang sederhana, sehingga produktivitas kecil. Sementara itu, kesulitan transportasi angkutan hasil ke pasar juga akan menjadi penyebab rendahnya harga hasil laut di daerah mereka. (Sastrawidjaya. 2002).
Dilihat dari teknologi peralatan tangkap yang digunakan dapat dibedakan dalam dua katagori, yaitu nelayan modern dan nelayan tradisional. Nelayan modern mengunakan teknologi penangkapan yang lebih canggih dibandingkan dengan nelayan tradisional. Ukuran modernitas bukan semata-mata karena pengunaan motor untuk mengerakkan perahu, melainkan juga besar kecilnya motor yang digunakan serta tingkat eksploitasi dari alat tangkap yang digunakan. Perbedaan modernitas teknologi alat tangkap juga akan berpengaruh pada kemampuan jelajah operasional mereka (Imron, 2003:68).
Pada umumnya dalam pengusahaan perikanan laut terdapat tiga jenis nelayan, yaitu; nelayan pengusaha, nelayan campuran dan nelayan penuh. Nelayan pengusaha yaitu pemilik modal yang memusatkan penanaman modalnya dalam operasi penangkapan ikan. Nelayan campuran yaitu seseorang nelayan yang juga melakukan pekerjaan yang lain di samping pekejaan pokoknya sebagai nelayan. Sedangkan nelayan penuh ialah golongan nelayan yang hidup sebagai penangkap ikan di laut dan dengan memakai peralatan lama atau tradisional. Namun demikian apabila sebagian besar pendapatan seseorang berasal dan perikanan (darat dan laut) ia disebut sebagai nelayan. (Mubyarto, 2002:18).
Sejalan dengan itu, dalam hal tingkat pendidikan khususnya bagi nelayan tradisional, untuk bekal kerja mencari ikan dilaut, latar belakang seorang nelayan memang tidak penting artinya karena pekerjaan sebagai merupakan pekerjaan kasar yang lebih banyak mengandalkan otot dan pengalaman, maka setinggi apapun tingkat pendidikan nelayan itu tidaklah memberikan pengaruh terhadap kecakapan mereka dalam melaut. Persoalan dari arti penting tingkat pendidikan ini biasanya baru mengedepankan jika seorang nelayan ingin berpindah ke pekerjaan lain yang lebih menjanjikan. Dengan pendidikan yang rendah jelas kondisi itu akan mempersulit nelayan tadisional memilih atau memperoleh pekerjaan lain selain mejadi nelayan. (Kusnadi, 2002:3).




BAB IV
PEMBAHASAN

  1. Deskripsi Objek
Kampung Nelayan yang merupakan lokasi penelitian terletak di desa Tasik Agung Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang Propinsi Jawa Tengah. Tasik Agung merupakan desa pesisir yang berada disebelah utara jalur Pantura (Pantai Utara). Batas-batas desa Tasik Agung meliputi:
            utara: laut Jawa
            timur :  pantai Kartini yang sekarang menjadi Dampo Awang Beach
            barat : desa Tanjung Sari yang dibatasi oleh sungai Karanggeneng
            selatan : desa Sumberjo.
Jumlah penduduk di kampong nelayan  Tasik Agung, Rembang berdasarkan:
1.      Jenis Kelamin
a.       Laki-Laki : 1.885 orang
b.      Perempuan : 1.888 orang
2.      Kepala Keluarga : 1.121 orang
3.      Kewarganegaraan.
a.       WNI Laki-laki : 1.885 orang
b.      WNI Perempuan : 1.888 orang
Jumlah : 3.773 orang
4.      Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama/Penghayat terhadap Tuhan YME
a.       Islam : 2.751 orang
b.      Kristen : 379 orang
c.       Khatolik : 126 orang
d.      Hindu : 61 orang
e.       Budha : 38 orang
5.      Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
a.       Karyawan
1. PNS : 156 orang
2. Abri : 57 orang
3. Swasta : 671 orang
b.      Wiraswasta/Pedagang : 387 orang
c.       Tani : - orang
d.      Pertukangan : 17 orang
e.       Buruh tani : - orang
f.       Pensiunan : 47 orang
g.      Nelayan : 2.712 orang
h.      Jasa : 11 orang

Desa Tasik Agung Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang Propinsi Jawa Tengah. Kampung nelayan tersebut memiliki 4000 penduduk  yang terbagi kedalam 1098 kepala keluarga.
Pelabuhan Tasik Agung memiliki dermaga sebagai tempat berlabuh kapal-kapal, kemudian memiliki tempat pelelangan ikan (TPI) dengan lahan seluas 3 hektare. TPI dibagi menjadi 2 bagian, yaitu TPI sebelah timur yang produksinya khusus didistribusikan di dalam negri dan TPI sebelah barat yang produksinya khusus diimpor.  Fasilitas TPI memiliki fasilitas dermaga bongkar, dermaga muat, turap (spell), jetty, jalan kompleks, dan drainase. Kemudian fasilitas fungsional meliputi lantai lelang, tempat pengepakan, gedung administrasi, timbangan, trais keranjang ikan, kereta pengangkut ikan, tempat jemuran ikan, pabrik es mini. Di samping itu, ada fasilitas penunjang berupa kantor perhubungan, kantor polairut, mushola, kantor HNSI, KUD, dan kendaraan roda dua.
Nelayan di pelabuhan Tasik Agung memulai pelayaran pada pagi hari, ada juga yang siang dan malam hari. Satu kali pelayaran membutuhkan waktu paling lama dua belas hari dan menghabiskan 2000 liter solar sebagai bahan bakar. Awak kapal terdiri dari 10-12 orang. Mereka merupakan para pendatang dan masyarakat asli Rembang . Mayoritas dari para nelayan hanya menempuh pendidikan sampai jenjang sekolah dasar.  Para nelayan membutuhkan modal Rp 50.000.000,00 untuk setiap pemberangkatan melaut. Modal tersebut diperoleh dari pinjaman KUD, bank dan juragan kapal. Hasil dari sekali melaut mendapatkan Rp 200.000.000,00 dan nahkoda mendapatkan 10% dari hasil tersebut.

  1. Deskripsi Data
Banyak sumber atau data  yang diperoleh dalam penelitian di di kampung nelayan Tasik Agung terkait dengan struktur dan proses sosial. Berikut merupakan kumpulan data yang berhasil didapatkan di lokasi KKL I.
  1. Stratifikasi Sosial
Dari penjelasan narasumber yaitu sekertaris desa Tasik Agung, persaingan ekonomi sangat ketat. Seiring dengan persaingan itu banyak orang yang mulai mengembangkan usahanya, yang awalnya nelayan biasa kemudian mencari modal (pinjaman koperasi) untuk membeli kapal dan peralatan melaut. Hal ini karena keuntungan yang diperoleh akan lebih besar apabila sarana dan prasarananya mendukung keberhasilan. Orang yang memiliki kapal dipandang lebih terhormat dibandingkan nelayan biasa lainnya. Tetapi menurut wawancara yang kelompok kami lakukan, banyak dari masyarakat yang tidak mengetahui kekayaan satu dan laiinya, oleh karena hal itu maka seseorang yang mungkin saja berpenampilan sederhana tetapi memiliki banyak kapal. Faktor yang menjadi indikator stratifiasi sosial ini meliputi kekayaan, pendidikan, kekuasaan dan keturunan.
Stratifikasi adalah sistem pelapisan masyarakat yang memiliki dua sifat yaitu terbuka, tertututup, dan campuran. Stratifikasi sosial pun berlaku di lingkungan kampung nelayan yaitu Tasik Agung, Rembang yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan dan profesi lain seperti Pegawai Negeri Sipil dan pedagang. Kemudian stratifikasi yang berlangsung di sana termasuk dalam kategori stratifikasi terbuka, yang memungkinkan setiap warganya untuk melakukan mobilitas sosial (mengalami kenaikan atau penurunan kelas sosial). Terbukti dengan banyaknya masyarakat yang melakukan mobilitas dan mengalami peningkatan taraf ekonomi dan kesejahteraan hidup.
Dimensi stratifikasi menurut teori meliputi kekayaan, kekuasaan, kehormatan, dan ilmu pengetahuan. Dimensi stratifikasi yang mempengaruhi adalah kekayaan. Terlihat dari persaingan ekonomi di kampung Tasik Agung yang memang kuat, terlihat dari banyaknya orang dari luar daerah tersebut yang menginvestasikan uangnya untuk usaha penangkapan ikan. Hasil dari usaha tersebut pun memang begitu besar. Dalam setiap kali berlayar, modal rata-rata 80 juta dan hasil atau laba yang dapat diperoleh sekitar 20 juta. Maka cukup mudah masyarakat sekitar memperoleh pendapatan walaupun tidak semua usaha yang dilakukan selalu mengahasilkan keuntungan.
Meskipun dimensi stratifikasi yang lebih dominan adalah kekayaan namun tidak menutup kemungkinan dimensi lain juga menjadi landasan seseorang mengalami kenaikan kelas atau paling tidak dihargai oleh masyarakat, dan dimensi itu adalah pendidikan dan kekuasaan.
Dari sisi pendidikan, seseorang yang memiliki ilmu pengetahuan yang lebih dan didapatkannya melalui proses pendidikan tentu saja memiliki pengetahuan dan daya kreatifitas yang tinggi dari pada yang lainnya, sehingga dia dipercaya sebagai pemimpin dalam proses pembangunan desa dan atau forum diskusi. Maka orang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi menjadi pusat perhatian masyarakat lainnya.
Dalam dimensi kekuasaan tentu juga menjadi landasan seseorang bisa naik kelas, hal ini dapat dilihat dari tokoh masyarakat desa Tasik Agung yang kemudian berhasil menjadi seorang Bupati yang memerintah kabupaten Rembang selama dua periode berturut-turut. Awalnya ia adalah golongan masyarakat biasa yang memiliki kedudukan yang sama dengan yang lainnya yaitu golongan kelas bawah. Namun, karena ia bisa memperoleh keberhasilan dalam segi ekonomi dan pendidikan kemudian bisa menjadi pemimpin daerah rembang maka kelas sosialnya meningkat, yang awalnya golongan bawah kemudian naik menjadi kelas menengah, dan kemudian naik lagi menjadi golongan kelas atas.

  1. Mobilitas Sosial.
Mobilitas sosial dapat digambarkan dari kegiatan penduduk dalam menekuni profesinya. Dalam masyarakat Tasik Agung, Rembang kegiatan perekonomian yang ditekuni masyarakat sekarang dianggap mampu memperbaiki kondisi perekonomian sebelumnya. Melihat profesi mayoritas penduduk adalah nelayan maka fokus kajian mobilitas sosialnya berkisar pada kehidupan perekonomian. Banyak nelayan yang memiliki obsesi untuk meningkatkan taraf hidup keluarganya terutama taraf hidup anak keturunannya. Maka dari itu banyak nelayan yang menyekolahkan anak-anaknya sampai pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Menurut keterangan narasumber hal ini sesuai dengan apa yang  dialami oleh Bupati Rembang saat ini (menjabat selama 2 periode berturut-turut) yang merupakan warga asli Tasik Agung. Awalnya hidupnya biasa-biasa saja, orang tuanya berprofesi sebagai pengelola ikan. Kemudian karena hasil usaha orang tua dan usahanya pula, bisa menyelesaikan studi sarjananya. Keberhasilan ini sentak mengangkat harkat dan martabatnya dalam kedudukan di masyarakat sekitar.
Di samping hal di atas, sekarang banyak para nelayan yang mulai membuka usaha baru dengan mencoba mencari pinjaman modal dari bank. Kemudian membeli kapal dan peralatan serta perlengkapan melaut lainnya. Rata-rata banyak yang berhasil dalam usahanya tersebut. Hal lain juga terlihat ketika masyarakat Tasik Agung memberikan kesempatan besar bagi siapa saja warga pendatang untuk menjalankan usaha di desa mereka. Kemudian dari sudut perpolitikannya, para elit pemerintahan desa tidak terikat oleh faktor keturunan, jadi semua orang berhak untuk menjadi elit pemerintahan Tasik Agung.
Kehidupan masyarakatnya beraneka ragam, ada yang pengusaha, dari pengusaha kecil sampai dengan pengusaha besar. Contohnya pengusaha ikan asap (ikan panggang), bakul pindang, pengusaha ikan kering (ikan asin), pengusaha pembuatan kerupuk ikan, warung-warung kecil, bahkan ada yang menjadi pengusaha roti.
Jenis-jenis mobilitas sosial yang terjadi di masyarakat Tasik Agung:
a)      Mobilitas vertikal naik
Mobilitas vertial terjadi karena mobilitas vertikal yang terjadi dalam masyarakat rembang yakni ketika seorang nelayan yang berjuang untuk memenuhi pendidikan anaknya sampai pada jenjang yang lebih tinggi. Para nelayan rembang tidak ingin anak mereka bekerja sebagai nelayan, namun mereka ingin lebih dari itu. Misalnya, nelayan yang berjuang dengan keras sehingga anaknya bisa menjadi marinir. Begitu pula dengan bupati Rembang. Orang tuanya sebagai nelayan, namun karena perjuangannya ia bisa menjadi seorang bupati dan dapat menaikkan status keluarganya. Sedang mobilitas vertikal naik intergenerasi terjadi ketika seorang nelayan Rembang mencari modal untuk mengembangka usahanya sebagai nelayan. Ia mencari dana untuk dapat membeli mesin dan perlengkapan lainnya sehingga hasil tangkapan dapat lebih maksimal. Karena hasil tangkapan yang maksimal ini nelayan dapat mendapatkan uang yang lebih banyak dan dapat menaikkan status mereka.
b)      Mobilitas vertikal turun
Merupakan turunnya kedudukan individu ke kedudukan yang lebih rendah. Yang terjadi pada masyarakat Rembang ialah ketika peralatan yang dipakai masih tradisional. Apabila peralatan yang dipakai masih tradisional maka akan mempengaruhi hasil tangkapan mereka dan secara langsung akan berdampak pada kondisi perekonomian mereka. Jika peralatan masih belum berubah maka status sosial mereka tidak akan berubah bahkan bisa turun.
Anaknya pun tidak dapat mengenyam pendidikan dengan tinggi dikarenakan terhimpit biaya ekonomi orang tuanya yang menipis, oleh karena itu yang terjadi adalah mobilitas vertikal turun.
c)      Mobilitas sosial horisontal
Mobilitas sosial horisontal yakni berpindahnya individu dari kelompok satu ke kelompok yang lain tapi masih dalam strata yang sama. Pada masyarakat Rembang, mobilitas horisontal terjadi ketika anak seorang nelayan yang tidak melanjutkan studi ke jenjang lebih tinggi karena ingin menjadi nelayan seperti orang tuanya. Hal ini terjadi karena kondisi perekonomian nelayan di Rembang yang tidak memungkinkan untuk menyekolahkan anaknya ke jenjang yang lebih tinggi. 
  1. Institusi Sosial/ Pranata Sosial
Pranata/Institusi Sosial merupakan suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat. didalam masyarakat Tasik Agung terdapat berbagai macam pranata diantaranya adalah pranata keluarga, pranata pendidikan, pranata agama, dan pranata politik. Pranata keluarga disana sama seperti pranata keluarga dengan daerah lainnya yang terdiri dari ayah, ibu dan anak, pranata ini termasuk dalam sosialisasi primer dimana pranata ini yang membentuk sikap dasar dari anak. Pranata pendidikan di Tasik Agung terdiri mulai dari TK sampai dengan SMP pranata ini berfungsi untuk memberikan pedoman pada masyarakat bagaimana mereka harus bertingkah laku. Pranata agama di Tasik Agung meliputi agama islam, kristen, katholik, didalam pranata ini yang berperan besar islam karena kebanyakan orang disini berasal dari agama islam. Dalam mengambil keputusan pun masyarakat masih meminta pendapat kyai disana yang dianggap sebagai orang yang disegani dan dihormati dalam masyarakat. Jenis-jenis pranata sosial yang ada di masyarakat Tasik Agung:
a)      Pranata keluarga
Pola pelamaran pada masyarakat kampung nelayan Tasik Agung, Rembang yaitu bahwa pelamaran dilakukan oleh pihak perempuan dengan syarat pihak laki-laki sudah mempunyai motor bagi yang mampu dan bagi yang tidak mampu seadanya saja. Jadi disini motor dianggap sebagai lambang suatu kekayaan maupun sebagai syarat untuk meminang calon istri. Setelah pelamaran berlangsung kemudian beranjak kepada pernikahan. Dalam prosesi pesta perkawinan dilakukan di rumah sang wanita atau di kantor agama terdekat. Setelah prosesi perkawinan selesai maka kemudian mempelai wanita tinggal dirumah mertua laki-laki untuk hidup bersamanya, atau memisahkan diri (tinggal di rumah baru). Di dalam masyarakat sana menggunakan sistem kekerabatan bilineal, sedangkan masyarakat luar yang tinggal didaerah situ akan mengikuti semua norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku disana. Pola-pola pemeliharaan anak dilakukan oleh dua pihak yaitu ayah dan ibu, akan tetapi lebih dominan ke ibu karena ayahnya lebih condong mencari nafkah dengan pergi melaut. Untuk pola pengasuhan anak pada masyarakat luar juga sama, yaitu pola pemeliharaan anak dilakukan oleh kedua belah pihak yaitu ayah dan ibu.
b)      Pranata agama
Dalam kehidupan masyarakat Tasik Agung terdapat berbagai bentuk pranata keagamaan. Diantaranya di lingkungan sekitar dibangun masjid dan rumah ibadah lainnya, diadakan pengajian rutin, KUA, MTQ dan lain-lain. Pada masyarakat Tasik Agung sebagian besar beragama menganut agama islam. Namun selain agama islam juga terdapat agama lain seperti Kristen dan Katholik.
Anak-anak pula mendapatkan tempat pendidikan alquran, TPA yang ada di masyarakat Tasik Agung. Setiap satu bulan sekali mengadakan pertemuan selapanan yang diantaranya ada siraman rohani, dan setiap satu bulan sekali selalu ada pengajian.


c)      Pranata hukum
Didalam masyarakat Tasik Agung yang masih memegang teguh kehormatan terhadap tetua kampung, masyarakat selalu menghormati keberadaan sesepuhnya. Disana tetua kampung masih dipercaya sebagai penasihat dalam berbagai hal. Peran tetua kampung disini menjadi penting karena dengan adanya mereka masalah-masalah yang ada didalam masyarakat dapat diselesaikan dengan bijaksana. Selain itu ada juga huum-hukum yang bersifat tradisional seperti pengucilan dan pengusiran dari kampung.
d)     Pranata pendidikan
pranata pendidikan terlihat dengan didirikannya pendidikan baik formal maupun non formal. Pendidikan formal meliputi TK sampai dengan SMP. Kemudian pendidikan non formal meliputi kursus dan pelatihan khusus yang difokuskan pada ibu-ibu rumah tangga. Adapun ketrampilan yang diajarkan seperti menjahit, memasak, menyulam dan lain sebagainya, yang nantinya akan membekali masyarakat dalam usaha hidup mandiri.
Kebanyakan masyarakat Tasik Agung yang jauh-jauh berkuliah menuntut ilmu, tetapi setelah mereka lulus kuliah rata-rata dari mereka bekerja bukan sesuai dengan jurusannya, tetapi kebanyakan dari mereka meneruskan usaha orang tuanya.
e)      Pranata politik
Pranata politik disana meliputi berbagai macam partai politik. Selain itu dalam pemilihan kepala daerah menggunakan sistem pemilihan yang demokratis, meskipun masih banyak terdapat sistem politik uang berupa ‘serangan fajar’ yaitu memberi uang pada masyarakat agar memilih seseorang untuk menjadi pejabat  sebelum pemilu dilaksanakan, dll.
f)       Pranata ekonomi
Masyarakat disini termasuk kedalam masyarakat yang memiliki tingkat ekonomi menengah ke atas, hasil dari melaut mereka bisa dibilang cukup, terbukti bahwa dalam sebulan para anak buah kapal bisa mendapat penghasilan antara 2,3 – 4 juta rupiah, sedangkan kapten kapalnya bisa mencapai 8-10 juta per bulan. Tentu bisa dikatakan bahwa tingkat ekonomi di masyarakat Tasik Agung menengah ke atas.
  1. Interaksi Sosial
Interaksi adalah hubungan antar perorangan, kelompok, maupun perorangan dengan kelompok. Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu adanya kontak sosial dan komunikasi. Dimasyarakat Rembangpun juga melakukan hal ini, karena kita tahu apabila suatu masyarakat tidak melalui hal ini maka tidak antara akan terjadi interaksi dalam masyarakat. Didalam masyarakat terdapat beberapa bentuk- bentuk interaksi dalam masyarakat, antara lain ada proses asosiatif yaitu  kerjasama, akomodasi, dan proses disosiatif antara lain, persaingan, kontravensi, konflik (pertikaian). Dalam masyarakat rembang juga tidak jauh dari hal ini, namun didalam masyarakat ini tidak sampai mengakibatkan konflik yang besar. Dan interaksi yang terjadi didalam masyarakat rembang mulai luntur, hal ini terjadi karena kesibukan masing- masing individu. Ada  suatu interaksi secara langsung dengan masyarakat luar, seperti pembelian ikan yang  dilakukan antara penjual dan pembeli yang secara langsung datang ke tempat pengolahan. Selain ini juga ada interaksi secara tidak langsung yang dilakukan pemilik kapal dan penjual mesin, disini pemilik kapal (masyarakat rembang) membeli mesin melalui kontak Hp atau tidak bertemu secara langsung. Ini beberapa interaksi yang terjadi di masyarakat tasik- agung, kecamatan rembang, provinsi jawa tengah.
Interaksi yang terjadi di masyarakat kampung nelayan kabupaten Rembang, muncul dalam bentuk kerjasama untuk membeli alat perlengkapan mencari ikan. Dalam hal ini mereka mengumpulkan uang atau iuran untuk membeli alat melaut. Selain itu mereka juga bekerjasama dalam mengolah ikan dan pengemasannya. Dikarenakan ada beberapa masyarakat yang mempunnyai tempat untuk pengemasan atau tempat pengolahan, maka masyarakat bekerja dengan saling membantu.
Masyarakat disinipun masih sangat menjunjung tinggi solidaritas, terbukti apabila ada yang sakit, maka tetangganya semuanya akan menjenguknya tanpa dikomando. Tidak dapat dipungkiri pula bahwa  di dalam masyarakat Rembang ini tidak jauh dari pertikaian. Pertikaian akan muncul ketika menyangkut dengan adat. Selama ini kebijakan yang diputuskan oleh kepala desa masih bisa diterima oleh warga, seperti kerja bakti untuk membersihkan tempat yang digunakan untuk pengolahan, dalam waktu 1 minggu sekali. Sebenarnya setiap orang mempunnyai perbedaan pendirian, pemikiran, dan perasaan yang akan melahirkan bentrok atau pertikaian antar individu, namun dalam masyarakat Rembang seorang kepala desa dan tokoh masyarakat atau yang dituakan mempunnyai peranan yang penting. Peranan dari mereka, selalu berusaha menyatukan perbedaan pemikiran atau persepsi tersebut, dengan berbagai keputusan yang dimusyawarahkan agar tidak terjadi pertikaian.
Dalam masyarakat nelayan ini juga tidak lepas dari suatu persaingan, namun persaingannya lebih ke bidang ekonomi atau perdagangan. Penyebab dari munculnya hal ini karena semua nelayan ingin mendapatkan pembeli dan ikan yang banyak, tetapi ada beberapa kendala yang mereka hadapi seperti, alat  yang digunakan nelayan, yang mempunnyai modal yang besar lebih mudah mendapatkan ikan dengan alat yang modern, namun mereka yang mempunnyai modal yang kecil ada suatu kendala dalam alat yang digunakan untuk menacari ikannya. Namun persaingan ini tidak terlalu kelihatan dan tidak sampai merusak kerukunan antar nelayan atau antar kelompok nelayan yang ada di rembang. Persaingan yang dilakukan masih dalam batas kewajaran, tidak sampai menimbulkan konflik atau perpecahan yang merugikan orang lain.
Masyarakat nelayan juga mempunnyai relasi dalam pemasaran ikan diluar negeri, seperti Columbia, China, dll.  Selain hal itu dalam pembelian mesin kapal mereka juga bekerjasama dengan daerah lain, karena para nelayan tidak hanya membutuhkan satu mesin tapi beberapa, dan mereka tidak langsung membayar dalam pembelian itu, namun dengan mengangsur atau membayar dengan kredit. Dalam pengolahan ikan sebagian masyarakat nelayan juga bekerjasama dengan masyarakat Palembang dan Jakarta. Dan siapapun yang mau melakukan kerjasama, mereka harus mematuhi aturan yang telah dibuat oleh masyarakat nelayan dan kepala desa.
Pertikaian  dengan masyarakat luar akan terjadi, apabila ada kapal dari luar yang menyelundup didaerah pencarian masyarakat rembang. Karena dalam mencari ikan ada suatu batas yang disetujui oleh masing- masing nelayan dari daerah lain, jadi apabila ada kapal yang masuk kewilayah itu mereka akan dikenakan sanksi dari masyarakat setempat. Hal ini kadang- kadang memunculkan konflik, karena mereka merasa terganggu dengan kehadiran masyarakat lain, yang sering mengambil hak milik mereka. Sehingga didesa nelayan ini ada hukuman untuk mereka yang mencari ikan tidak sesuai dengan batas yang ditentukan, mereka dihukum selama 3 bulan atau membayar denda sebesar yang telah ditentukan.
Persaingan dengan masyarakat luar antara lain, persaingan dalam pengolahan, dan pemasaran, sama seperti para nelayan lainnya. Dalam pengolahan mereka berusaha untuk mendapatkan kualitas yang terbaik agar banyak menarik pembeli, sehingga pemasaran mereka sampai keluar negeri. Mereka tidak mau seperti disingkirkan dari industri perikanan, karena itu mereka selalu memasarkan ikannya ke luar negeri dengan mencari relasi yang sebanyak- banyaknya. Dengan hal ini mereka tidak terlalu ketinggalan atau masih tetap eksis atau punya nama di bidang pemasaran, dan tidak terkalahkan dengan masyarakat nelayan yang lain.
Pada tahun 2010 terjadi konflik antara nelayan rembang dan pulau keramaian (madura) konflik tersebut disebabkan oleh pada waktu itu ketika nelayan rembang mencari ikan di daerah madura mereka dimintai uang, dimintai bahan bakar dan lain sebagainya, dan kemarin kepala desa Keramaian datang ke Tasik Agung untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
  1. Norma-norma Sosial
Dalam teorinya norma merupakan wujud konkrit dari nilai-nilai yang dianut masyarakat tertentu, dimana nilai tersebut dianggap penting dan harus dihormati. Dalam kehidupan masyarakat Kampung Nelayan Kabupaten Rembang, menganut beberapa norma yang sangat dipegang kuat. Diantaranya adalah norma agama, kesopanan, hukun dan kesusilaan. Menurut salah seorang narasumber mangatakan bahwa selama ini belum pernah terjadi hal-hal besar yang melanggar norma atupun aturan desa. Kalaupun ada, sistem pelanggaran yang dikenakan bertahap, muali dari sanksi ringan sampai dengan sanksi berat. Sanksi ringan meliputi pencemoohan, pengucilan dan pengasingan. Sanksi berat meliputi pengusiran dari tempat tinggal.
Masyarakat Tasik Agung masih mengenal tata krama, sehingga selalu menyambut hangat setiap orang yang datang ke kampungnya, tetapi kebanyakan dari mereka jika tidak disapa terlebih dahulu mereka tidak akan menyapa, tetapi jika disapa terlebih dahulu, maka mereka akan menyambut dengan hangat sapaan tersebut.


  1. Kelompok Sosial
Kelompok sosial muncul secara sendirinya karena adanya interaksi dan sosialisasi dalam suatu masyarakat, dan kelompok sosial ini keberadaannya telah umum. Begitu juga yang terjadi di desa Tasik Agung yang mayoritas penduduknya adalah nelayan. Karena profesi tersebut memungkinkan adanya interaksi yang kuat di antara para nelayan dan pengelolanya, maka muncullah kelompok nelayan yang dinamakan paguyuban nelayan Tasik Agung. Di samping itu, muncul kelompok lain yang masih berlatar belakang adanya interaksi yang kuat yaitu PKK, Karang Taruna, Arisan Ibu-ibu (dasawisma), Rapat RT, dan kelompok pengolah ikan.
Adapula kelompok anggota nelayan-nelayan yang bernama kelompok sumber bahari mina. Yang diketuai oleh bapak M Syafii (66 th), dia berkata bahwa setiap anggota nelayan di Tasik Agung harus di daftar sebagai anggota nelayan pusat, jadi mudah dalam pemberian bantuan, subsidi, dll
Ada juga KUD (koperasi unit desa), disitu tempat simpan pinjam para nelayan Tasik Agung, KUD juga mengambil biaya retribusi untuk setiap kapal yang bongkar muat di dermaga tersebut, uang hasil dari biaya retribusi tersebut digunakan  untuk ritual yang diadakan setiap tahunnya, yaitu puji syukur yang bisa menghabiskan dana kurang lebih 600 juta rupiah, selain itu KUD juga memberikan santunan apabila suatu ketika terjadi musibah di tengah laut maka korban akan mendapat santunan, dan dari paguyuban juga mendapatkan santunan.
Kelompok primer merupakan suatu kelompok yang hubungan antar anggotanya saling mengenal dan bersifat informal. Contohnya keluarga, klik, dan sahabat. Mereka bergaul dan mengenal secara mendalam.
Ciri-ciri dari kelompok primer yaitu, jumlah anggotanya relative kecil, pola hubungannya pribadi, akrab, dan informal. Komunikasi dilakukan langsung secara tatap muka, sifat hubungannya permanent, para anggota berada bersama dalam waktu yang relative lama. Keputusan kelompok lebih bersifat tradisional.
Kelompok kelompok primer yang ada di kawasan kampung nelayan rembang terdiri dari perkumpulan rapat RT yang dilakukan oleh bapak-bapak, karang taruna, arisan ibu-ibu dasawisma, pkk, paguyuban nelayan dan kelompok pengolahan ikan

BAB V
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Proses sosial masih intens dan sering dilakukan oleh masyarakat Tasik Agung yaitu kontak sosial dan komunikasi sosial. Hal ini karena di antara masyarakat masih saling membutuhkan satu sama lain, sehingga komunikasi antar warga masyarakat masih terjaga dengan baik.

Stuktur sosial:
·         Stratifikasi Sosial
Stratifikasi yang terjadi di desa Tasik Agung adalah stratifikasi terbuka, siapapun dapat masuk ke dalam kelas sosial yang lebih tinggi ataupun sebaliknya, sehingga mobilitas yang terjadi termasuk dalam kategori tinggi. Kemudian dimensi yang mempengaruhi keberlangsungan stratifikasi adalah kekayaan, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan kekuasaan.
·         Mobilitas Sosial
Mobilitas tinggi terjadi di desa Tasik Agung. Mobilitas yang sering terjadi adalah mobilitas vertikal naik intragenerasi dan mobilitas vertikal naik intragenerasi. Hal ini dikarenakan oleh banyak faktor, terutama perkembangan kemajuan zaman sehingga masyarakat tasik agung semakin maju.
·         Pranata/ Institusi Sosial
Berbagai institusi yang ada dalam masyarakat seperti institusi agama, ekonomi, pendiikan dan instiusi-institusi yang lainya masih memilik kesamaan/kemiripan dengan daerah-daerah lain yang ada disekitarnya. Disana terdapat beberapa pranata ekonomi, seperti pasar, tempat pelelangan ikan, pabrik pengolahan hasil laut dan yang lainya. Pranata pendidikan yang ada disana meliputi pendidikan formal  meliputi TK, SD, SMP dan nonformal seperti pendidikan-pendidikan yang dilakukan oleh keluarga terhadap anak-anaknya.

·         Interaksi Sosial
Interaksi sesama warga yang ada dimasyarakat rembang semakin berkurang seiring dengan perkembangan jaman yang semakin modern. Dan mereka cenderung bersifat materialistik artinya sesuatu yang tidak menguntungkan secara materi enggan untuk dilakukan. Sebagai contohnya warga masyarakat tidak mengetahui berapa banyak jumlah kapal yang dimiliki oleh seorang nelayan, atau sifat mereka cenderung acuh terhadap orang lain. Tetapi mereka masih mengenal tata krama sehingga jika ada pendatang yang datang menyapanya maka mereka akan menyambutnya dengan hangat.
·         Norma-norma Sosial
Dalam kehidupan masyarakat Kampung Nelayan Kabupaten Rembang, menganut beberapa norma yang sangat dipegang kuat. Diantaranya adalah norma agama, kesopanan, hukun dan kesusilaan. Menurut nara Ibu Tiwi Mutiah, salah seorang nara sumber mangatakan bahwa selama ini belum pernah terjadi hal-hal besar yang melanggar norma atupun aturan desa. Kalaupun ada, sistem pelanggaran yang dikenakan bertahap, mulai dari sanksi ringan sampai dengan sanksi berat. Sanksi ringan meliputi pencemoohan, pengucilan dan pengasingan. Sanksi berat meliputi pengusiran dari tempat tinggal.
·         Kelompok Sosial
Kelompok sosial yang muncul dan berkembang di desa Tasik Agung adalah kelompok primer yaitu Gemeinschaf, di mana interaksinya masih kuat dan intim. Ada rasa kedekatan antar warga dalam masyarakat. kelompok-kelompok. Contoh-contoh dari kelompok itu antara lain paguyuban nelayan, PKK, RT, Dasa Wisma, dan sebagainya.

B.     Saran
Keharmonisan antar warga masyarakat hendaknya terjaga dengan baik, sehingga terjadi interaksi dan kontak sosial yang baik diantara warga masyarakat. Lebih baik stratifikasi sosial tidak terlalu ditonjolkan seperti halnya di kampung nelayan Tasik Agung, sehingga perbedaan kelas-kelas sosial tidak terlihat mencolok sehingga tidak menimbulkan konflik.


0 Response to "struktur dan proses sosial masyarakat Desa Nelayan Tasik Agung, Kecamatan Rembang, Kabupaten Rembang"

Post a Comment

Contoh Penelitian Sederhana, Materi Sosiologi: Metode Penelitian Sosial (Problematika Proses Pembelajaran di Sekolah-Sekolah di Perkotaan)

Contoh Penelitian Sederhana, Materi Sosiologi: Metode Penelitian Sosial (Problematika Proses Pembelajaran di Sekolah-Sekolah di Perkotaa...

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel