-->

pemikiran Max Weber



BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Max Weber lahir di Erfurt, Jerman pada tanggal 21 April 1864, dari keluarga kelas menengah. Perbedaan antara orang tuanya membawa dampak besar pada orientasi intelektual dan perkembangan psikologisnya. Ayahnya adalah seorang birokrat yang menduduki posisi politik yang relatif penting. Ia jelas menjadi bagian dalam kemapanan politik dan akibatnya ia abstain dari aktivitas dan idealisme yang memerlukan pengorbanan pribadi atau mengancam posisinya dari dalam system, sementara Ibu Weber adalah seorang Calvinis yang sangat religius, seorang perempuan yang berusaha menjalani kehidupan asketis yang tidak banyak terlibat dalam kenikmatan duniawi yang didambakan dalam oleh suaminya.
Pada usia 18 tahun, Weber meninggalkan rumah sementara waktu untuk belajar di Universitas Heidelberg. Disana ia berkembang secara sosial, paling tidak sebagian karena banyaknya bir yang ia konsumsi bersama teman-temannya. Selang 3 tahun, Weber meninggalkan Heidelberg untuk menjalani wajib militer, dan pada tahun 1884 kembali ke Berlin dan ke rumah orang tuanya untuk mengambil kuliah di Universitas Berlin. Ia tetap disains selama hampir 8 tahun kemudian ketika ia menyelesaikan studinya, meraih gelar doktor, menjadi pengacara dan mulai mengajar di universitas Berlin. Dalam proses ini, minatnya lebih banyak beralih ke persoalan-persoalan sepanjang masa ekonomi, sejarah, dan sosiologi.
Pada tahun 1896, giatnya dalam bekerja membawanya dalam posisi sebagai profesor ekonomi di Heidelberg namun pada tahun 1897 ketika karier akademik berkembang, ayahnya meninggal dunia setelah bertengkar hebat dengannya. Tidak lama setelah itu, Weber mulai menunjukkan gejala yang membawanya pada keruntuhan mental. Seringkali tidak dapat tidur atau bekerja, Weber mengahabiskan waktu kurang lebih 6 sampai 7 tahun kemudian dalam kondisi yang hampir mati suri.
Pada tahun 1904 dan 1905, ia menerbitkan salah satu karya terkenalnya The Protestant Ethic And The Spirit Of Capitalism. Dalam karya ini Weber menyatakan kesalehan sang ibu yang diwarisinya pada level akademik. Weber banyak menghabiskan waktu untuk mempelejari agama, kendati secara pribadi ia tidak religius. Pada tahun 1904 weber mampu menghasilkan beberapa karya pentingnya. Pada tahun-tahun itu Weber menerbitkan studinya tentang agama-agama dunia dalam perspektif sejarah dunia (misalnya China, India dan Yahudi kuno). Ketika ia meninggal (14 juni 1920) ia tengah mengerjakan karya terpentingnya Econami and society. Meskipun bukunya diterbitkan dan kemudian diterjemahkan kedalam banyak bahasa, buku ini tidak selesai.
Selain menghasilkan banyak tulisan ketika itu, Weber melakukan sejumlah aktivitas lain. Ia membantu mendirikan masyarakat sosiologi Jerman pada tahun 1910. Rumahnya menjadi pusat bagi banyak intelektual termasuk sosiolog seperti George Simmel, Robert Michels, dan saudaranya Albert Webber, maupun filsuf kritik sastra George Lukacs.
Dalam kehidupan Weber, dan lebih penting lagi dalam karya-karyanya, terdapat ketegangan antara pikiran birokratis sebagaimana ditampilkan oleh sang ayah, dengan religiusitas ibunya. Ketegangan yang tak terpecahkan itu merasuk kedalam karya Weber dan dalam kehidupan pribadinya.

B.     RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas dapat ditarik rumusan masalah mengenai bagaimana pemikiran – pemikiran Max Weber dalam kajian sosiologi dan kritik – kritik yang berkaitan dengan pemikiran – pemikiran tersebut.

C.     TUJUAN PENULISAN
Penulisan makalah ini bertujuan mengetahui dan memahami tentang teori-teori Max Weber sekaligus mengetahui pula kritik akan teori-teori tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN

1.      Tradisi Idealisme – Historisisme Jerman
Pemikiran Weber tentang sosiologi terutama dibangun oleh serangkaian debat intelektual ( Methodenstreit) yang berlangsung di Jerman pada masanya. Yang terpenting dari perdebatan tersebut adalah masalah hubungan sejarah dengan ilmu pengetahuan. Perdebatan ini berlangsung antara kubu positivis yang memandang sejarah tersusun berdasarkan hukum – hukum umum, dengan kubu subjektivis yang menciutkan sejarah menjadi sekedar tindakan dan peristiwa idiosinkratis. Weber menolak kedua kutub ekstream tersebut dan berusaha mengembangkan cara sendiri untuk menangani sosiologi historis. Menurut Weber, sejarah terdiri dari sejumlah peristiwa empirik unik, tidak mungkin ada generalisasi pada level empiris. Dengan demikian, sosiolog harus memisahkan dunia empiris dari jagat konseptual yang mereka bangun. Konsep ini tidak pernah sepenuhnya mampu memahami dunia empiris, namun dapat digunakan sebagai perangkat heuristik untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik atas realitas.
Ketika menolak pandangan para ilmuan Jerman yang saling bertentangan menyangkut soal sejarah, Weber menawarkan perspektifnya sendiri, yang merupakan gabungan antara dua orientasi tadi. Weber merasa sejarah membahas individualitas dan generalitas. Penyatuan dilakukan melalui perkembangan dan pemanfaatan konsep umum dalam studi terhadap individu, peristiwa, atau masyarakat tertentu. Konsep – konsep umum tadi kemudian ditarik untuk mengidentifikasi dan mendefinisikan individualitas pada setiap perkembangan, karakteristik yang membuat orang melahirkan kesimpulan dengan cara yang berbeda dari orang lain.


2.      Sosiologis Interpretatif (Verstehen)
Menurut Max Weber, sosiologi adalah ilmu yang memiliki kelebihan daripada ilmuan alam. Kelebihan tersebut terletak pada kemampuan sosiolog untuk memahami fenomena sosial, sementara ilmuan alam tidak dapat memperoleh pemahaman serupa tentang perilaku atom atau ikatan kimia. Kata pemahaman dalam bahasa Jerman adalah verstehen. Pemakaian istilah verstehen ini secara khusus oleh Weber dalam penelitian historis adalah sumbangan yang paling banyak dikenal, dan paling kontroversial, terhadap metodologi sosiologi kontemporer. Ketika kita mengerti apa yang dimaksud Weber dengan kata verstehen, kita akan menggarisbawahi beberapa masalah dalam menafsirkan maksud Weber, muncul dari masalah umum dalam pemikiran metodologis Weber. Seperti dikemukakan Thomas Burger, Weber tidak utuh dan konsisten dengan pernyataan metodologisnya. Ia cenderung gegabah dan tidak tepat sasaran karena merasa bahwa ia sekedar mengulangi gagasan-gagasannya yang pada zamannya terkenal di kalangan sejarawan Jerman. Terlebih lagi, seperti ditegaskan diatas, Weber tidak terlalu memikirkan refleksi metodologis.
Pemikiran Weber tentang verstehen lebih sering ditemukan di kalangan sejarawan Jerman pada zamannya dan berasal dari bidang yang dikenal dengan hermeneutika. Hermeneutika adalah pendekatan khusus terhadap pemahaman dan penafsiran tulisan-tulisan yang dipublikasikan. Tujuannya adalah memahami pemikiran pengarang maupun struktur dasar teks. Weber dan lainnya berusaha memperluas gagasannya dari pemahaman teks kepada pemahaman kehidupan sosial : memahami aktor, interaksi, dan seluruh sejarah manusia. Satu kesalahpahaman yang sering terjadi menyangkut konsep verstehen  adalah bahwa dia dipahami sekedar sebagai penggunaan intuisi, irasional, dan subyektif. Namun secara kategoris Weber menolak gagasan bahwa verstehen hanya melibatkan intuisi, keterlibatan berdasarkan simpati, atau empati. Baginya, verstehen melibatkan penelitian sistematis dan ketat dan bukannya hanya sekedar merasakan teks atau fenomena sosial. Dengan kata lain, bagi Weber verstehen adalah prosedur studi yang rasional. Sejumlah orang menafsirkan verstehen, pernyataan-pernyataan Weber, tampaknya terbukti kuat dari sisi penafsiran level individu terhadap verstehen. Namun sejumlah orang juga menafsirkan bahwa verstehen yang dinyatakan oleh Weber adalah sebagai teknik yang bertujuan untuk memahami kebudayaan. Seiring dengan hal tersebut, W.G. Runciman (1972) dan Murray Weax (1967) melihat verstehen sebagai alat untuk mempelajari kebudayaan dan bahasa tertentu.
 Max Weber juga memasukkan problem pemahaman dalam pendekatan sosiologisnya, yang sebagaimana cenderung ia tekankan adalah salah satu tipe sosiologis dari sekian kemungkinan lain. Karena itulah ia menyebut perspektifnya sebagai sosiologi interpretatif atau pemahaman. Menjadi ciri khas rasional dan positivisnya bahwa ia mentransformasikan konsep tentang pemahaman. Meski begitu baginya pemahaman tetap merupakan sebuah pendekatan unik terhadap moral atau ilmu-ilmu budaya, yang lebih berurusan dengan manusia ketimbang dengan binatang atau kehidupan non hayati lainnya. Manusia bisa memahami atau berusaha memahami niatnya sendiri melalui instropeksi, dan ia bisa menginterpretasikan perbuatan orang lain sehubungan dengan niatan yang mereka akui atau diduga mereka punyai.
Dengan kata lain verstehen adalah suatu metode pendekatan yang berusaha untuk mengerti makna yang mendasari dan mengitari peristiwa sosial dan historis. Pendekatan ini bertolak dari gagasan bahwa tiap situasi sosial didukung oleh jaringan makna yang dibuat oleh para aktor yang terlibat di dalamnya.
Namun dalam berjalannya waktu teori ini banyak mendapatkan kritikan. Kritik yang berkaitan mengenai metode verstehen menganggap Weber terperangkap di antara dua persoalan terkait dengan verstehen ini. Di satu sisi, verstehen tidak bisa semata – mata berarti intuisi subjektif karena demikian, maka verstehen tidak akan ilmiah. Di sisi lain, sosiolog tidak dapat begitu saja menyatakan makna objektif fenomena sosial. Weber menandaskan bahwa metode ini terletak di antara dua pilihan, tapi sayangnya dia tidak pernah menjelaskan bagaimana itu bisa terjadi.


3.      Kausalitas
Yang dimaksud Weber dengan kausalitas adalah kemungkinan suatu peristiwa diikuti atau disertai peserta lainnya. Menurut Weber tidak cukup hanya mencari keajekan historis, pengulangan, dan kepararelan, sebagaimana yang dilakukan sejarawan. Namun, penelitian harus melihat alasan, sekaligus makna, perubahan – perubahan historis. Max weber bekerja dengan pendekatan multikausal dimana “sekumpulan pengaruh interaktif sering kali menjadi faktor kausal efektif”.
Hal yang perlu diingat dalam pemikiran Weber tentang kausalitas adalah keyakinan dia bahwa karena kita dapat memiliki pemahaman khusus tentang kehidupan sosial (verstehen), pengetahuan kausal atas ilmu – ilmu sosial berbeda dengan pengetahuan kausal tentang ilmu – ilmu alam.
Istilah kausalitas yang tepat mengadopsi pandangan bahwa hal terbaik yang dapat kita lakukan dalam sosiologi adalah membuat pernyataan probabilistik tentang hubungan antar fenomena sosial. Tujuannya adalah untuk memperkirakan sejauh mana efek tertentu didukung dengan kondisi tertentu.




BAB III
PENUTUP

Ringkasan
Max Weber membawa dampak positif yang lebih besar pada teori – teori sosiologi ketimbang teoretisi sosiologi lain. Pengaruh ini dapat dilacak pada kecanggihan, kompleksitas, dan kadang – kadang kebingungan terhadap teori Weberian. Karya Weber menyajikan perpaduan antara penelitian sejarah dengan teorisasi sosiologi.
Sepanjang karirnya Weber bergerak secara progresif ke arah penyatuan sejarah dengan sosiologi, yaitu ke arah perkembangan sosiologi historis. Salah satu konsep metodologis paling kritis yang dikemukakannya adalah verstehen. Walau verstehen sering ditafsirkan sebagai alat untuk menganalisis kesadaran individu, di tangan Weber dia lebih sering menjadi saran teoritis untuk menganalisis hambatan – hambatan struktural dan institusional pada aktor.




Daftar  Pustaka

George Ritzer dan Douglas J.Goodman. 2011. Teori Sosiologi. Jil 6. Bantul: Kreasi Wacana
Siahaan, Hotman M. 1986. Pengantar Ke Arah Sejarah dan Teori Sosiologi. Jakarta: Erlangga

0 Response to "pemikiran Max Weber"

Post a Comment

Contoh Penelitian Sederhana, Materi Sosiologi: Metode Penelitian Sosial (Problematika Proses Pembelajaran di Sekolah-Sekolah di Perkotaan)

Contoh Penelitian Sederhana, Materi Sosiologi: Metode Penelitian Sosial (Problematika Proses Pembelajaran di Sekolah-Sekolah di Perkotaa...

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel