pemikiran Max Weber
Monday, 23 September 2013
Add Comment
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Max
Weber lahir di Erfurt, Jerman pada tanggal 21 April 1864, dari keluarga kelas
menengah. Perbedaan antara
orang tuanya membawa dampak besar pada orientasi intelektual dan perkembangan
psikologisnya. Ayahnya adalah seorang birokrat yang
menduduki posisi politik yang relatif penting. Ia jelas menjadi
bagian dalam kemapanan politik dan akibatnya ia abstain dari aktivitas dan
idealisme yang memerlukan pengorbanan pribadi atau mengancam posisinya dari
dalam system, sementara Ibu
Weber adalah seorang Calvinis yang sangat religius, seorang perempuan yang
berusaha menjalani kehidupan asketis yang tidak banyak terlibat dalam
kenikmatan duniawi yang didambakan dalam oleh suaminya.
Pada
usia 18 tahun, Weber meninggalkan rumah sementara waktu untuk belajar di Universitas Heidelberg. Disana ia
berkembang secara sosial, paling tidak sebagian karena banyaknya bir yang ia
konsumsi bersama teman-temannya. Selang 3 tahun, Weber meninggalkan Heidelberg
untuk menjalani wajib militer, dan pada tahun 1884 kembali ke Berlin dan ke
rumah orang tuanya untuk mengambil kuliah di Universitas Berlin. Ia tetap disains
selama hampir 8 tahun kemudian ketika ia menyelesaikan studinya, meraih gelar
doktor, menjadi pengacara dan mulai mengajar di universitas Berlin. Dalam
proses ini, minatnya lebih banyak beralih ke persoalan-persoalan sepanjang masa
ekonomi, sejarah, dan sosiologi.
Pada
tahun 1896, giatnya dalam bekerja membawanya dalam posisi sebagai profesor
ekonomi di Heidelberg namun pada tahun 1897 ketika karier akademik berkembang,
ayahnya meninggal dunia setelah bertengkar hebat dengannya. Tidak lama setelah
itu, Weber mulai menunjukkan gejala yang membawanya pada keruntuhan mental.
Seringkali tidak dapat tidur atau bekerja, Weber mengahabiskan waktu kurang
lebih 6 sampai 7 tahun kemudian dalam kondisi yang hampir mati suri.
Pada
tahun 1904 dan 1905, ia menerbitkan salah satu karya terkenalnya The Protestant Ethic And The Spirit Of
Capitalism. Dalam karya ini Weber menyatakan kesalehan sang ibu yang
diwarisinya pada level akademik. Weber banyak menghabiskan waktu untuk
mempelejari agama, kendati secara pribadi ia tidak religius. Pada tahun 1904 weber mampu
menghasilkan beberapa karya pentingnya. Pada tahun-tahun itu Weber menerbitkan
studinya tentang agama-agama dunia dalam perspektif sejarah dunia (misalnya China,
India dan Yahudi kuno). Ketika ia meninggal (14 juni 1920) ia tengah
mengerjakan karya terpentingnya Econami
and society. Meskipun bukunya diterbitkan dan kemudian diterjemahkan
kedalam banyak bahasa, buku ini tidak selesai.
Selain
menghasilkan banyak tulisan ketika itu, Weber melakukan sejumlah aktivitas
lain. Ia membantu mendirikan masyarakat sosiologi Jerman pada tahun 1910.
Rumahnya menjadi pusat bagi banyak intelektual termasuk sosiolog seperti George
Simmel, Robert Michels, dan saudaranya Albert Webber, maupun filsuf kritik
sastra George Lukacs.
Dalam
kehidupan Weber, dan lebih penting lagi dalam karya-karyanya, terdapat
ketegangan antara pikiran birokratis sebagaimana ditampilkan oleh sang ayah,
dengan religiusitas ibunya. Ketegangan yang tak terpecahkan itu merasuk kedalam
karya Weber dan dalam kehidupan pribadinya.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas dapat ditarik rumusan masalah mengenai
bagaimana pemikiran – pemikiran Max Weber dalam kajian sosiologi dan kritik –
kritik yang berkaitan dengan pemikiran – pemikiran tersebut.
C.
TUJUAN
PENULISAN
Penulisan makalah ini bertujuan mengetahui dan memahami tentang teori-teori
Max Weber sekaligus mengetahui pula kritik akan teori-teori tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Tradisi Idealisme – Historisisme Jerman
Pemikiran Weber
tentang sosiologi terutama dibangun oleh serangkaian debat intelektual ( Methodenstreit) yang berlangsung di
Jerman pada masanya. Yang terpenting dari perdebatan tersebut adalah masalah
hubungan sejarah dengan ilmu pengetahuan. Perdebatan ini berlangsung antara
kubu positivis yang memandang sejarah tersusun berdasarkan hukum – hukum umum,
dengan kubu subjektivis yang menciutkan sejarah menjadi sekedar tindakan dan
peristiwa idiosinkratis. Weber menolak kedua kutub ekstream tersebut dan
berusaha mengembangkan cara sendiri untuk menangani sosiologi historis. Menurut
Weber, sejarah terdiri dari sejumlah peristiwa empirik unik, tidak mungkin ada
generalisasi pada level empiris. Dengan demikian, sosiolog harus memisahkan
dunia empiris dari jagat konseptual yang mereka bangun. Konsep ini tidak pernah
sepenuhnya mampu memahami dunia empiris, namun dapat digunakan sebagai
perangkat heuristik untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik atas realitas.
Ketika menolak
pandangan para ilmuan Jerman yang saling bertentangan menyangkut soal sejarah,
Weber menawarkan perspektifnya sendiri, yang merupakan gabungan antara dua
orientasi tadi. Weber merasa sejarah membahas individualitas dan generalitas.
Penyatuan dilakukan melalui perkembangan dan pemanfaatan konsep umum dalam
studi terhadap individu, peristiwa, atau masyarakat tertentu. Konsep – konsep
umum tadi kemudian ditarik untuk mengidentifikasi dan mendefinisikan
individualitas pada setiap perkembangan, karakteristik yang membuat orang
melahirkan kesimpulan dengan cara yang berbeda dari orang lain.
2. Sosiologis
Interpretatif (Verstehen)
Menurut Max Weber, sosiologi adalah ilmu yang memiliki kelebihan daripada ilmuan
alam. Kelebihan tersebut terletak pada kemampuan sosiolog untuk memahami
fenomena sosial, sementara ilmuan alam tidak dapat memperoleh pemahaman serupa
tentang perilaku atom atau ikatan kimia. Kata pemahaman dalam bahasa Jerman
adalah verstehen. Pemakaian istilah
verstehen ini secara khusus oleh Weber dalam penelitian historis adalah
sumbangan yang paling banyak dikenal, dan paling kontroversial, terhadap
metodologi sosiologi kontemporer. Ketika kita mengerti apa yang dimaksud Weber
dengan kata verstehen, kita akan menggarisbawahi beberapa masalah dalam
menafsirkan maksud Weber, muncul dari masalah umum dalam pemikiran metodologis
Weber. Seperti dikemukakan Thomas Burger, Weber tidak utuh dan konsisten dengan
pernyataan metodologisnya. Ia cenderung gegabah dan tidak tepat sasaran karena
merasa bahwa ia sekedar mengulangi gagasan-gagasannya yang pada zamannya
terkenal di kalangan sejarawan Jerman. Terlebih lagi, seperti ditegaskan
diatas, Weber tidak terlalu memikirkan refleksi metodologis.
Pemikiran Weber tentang verstehen lebih sering ditemukan di kalangan
sejarawan Jerman pada zamannya dan berasal dari bidang yang dikenal dengan
hermeneutika. Hermeneutika adalah pendekatan khusus terhadap pemahaman dan
penafsiran tulisan-tulisan yang dipublikasikan. Tujuannya adalah memahami
pemikiran pengarang maupun struktur dasar teks. Weber dan lainnya berusaha
memperluas gagasannya dari pemahaman teks kepada pemahaman kehidupan sosial :
memahami aktor, interaksi, dan seluruh sejarah manusia. Satu kesalahpahaman
yang sering terjadi menyangkut konsep verstehen
adalah bahwa dia dipahami sekedar sebagai penggunaan intuisi, irasional,
dan subyektif. Namun secara kategoris Weber menolak gagasan bahwa verstehen
hanya melibatkan intuisi, keterlibatan berdasarkan simpati, atau empati.
Baginya, verstehen melibatkan penelitian sistematis dan ketat dan bukannya
hanya sekedar merasakan teks atau fenomena sosial. Dengan kata lain, bagi Weber
verstehen adalah prosedur studi yang rasional. Sejumlah orang menafsirkan
verstehen, pernyataan-pernyataan Weber, tampaknya terbukti kuat dari sisi
penafsiran level individu terhadap verstehen. Namun sejumlah orang juga
menafsirkan bahwa verstehen yang dinyatakan oleh Weber adalah sebagai teknik
yang bertujuan untuk memahami kebudayaan. Seiring dengan hal tersebut, W.G.
Runciman (1972) dan Murray Weax (1967) melihat verstehen sebagai alat untuk
mempelajari kebudayaan dan bahasa tertentu.
Max Weber juga memasukkan problem
pemahaman dalam pendekatan sosiologisnya, yang sebagaimana cenderung ia
tekankan adalah salah satu tipe sosiologis dari sekian kemungkinan lain. Karena
itulah ia menyebut perspektifnya sebagai sosiologi interpretatif atau
pemahaman. Menjadi ciri khas rasional dan positivisnya bahwa ia mentransformasikan
konsep tentang pemahaman. Meski begitu baginya pemahaman tetap merupakan sebuah
pendekatan unik terhadap moral atau ilmu-ilmu budaya, yang lebih berurusan
dengan manusia ketimbang dengan binatang atau kehidupan non hayati lainnya.
Manusia bisa memahami atau berusaha memahami niatnya sendiri melalui
instropeksi, dan ia bisa menginterpretasikan perbuatan orang lain sehubungan
dengan niatan yang mereka akui atau diduga mereka punyai.
Dengan kata lain verstehen adalah suatu metode pendekatan yang berusaha
untuk mengerti makna yang mendasari dan mengitari peristiwa sosial dan
historis. Pendekatan ini bertolak dari gagasan bahwa tiap situasi sosial
didukung oleh jaringan makna yang dibuat oleh para aktor yang terlibat di
dalamnya.
Namun dalam berjalannya waktu teori ini banyak mendapatkan kritikan. Kritik yang
berkaitan mengenai metode verstehen menganggap Weber terperangkap di antara dua
persoalan terkait dengan verstehen ini. Di satu sisi, verstehen tidak bisa
semata – mata berarti intuisi subjektif karena demikian, maka verstehen tidak
akan ilmiah. Di sisi lain, sosiolog tidak dapat begitu saja menyatakan makna
objektif fenomena sosial. Weber menandaskan bahwa metode ini terletak di antara
dua pilihan, tapi sayangnya dia tidak pernah menjelaskan bagaimana itu bisa
terjadi.
3. Kausalitas
Yang dimaksud Weber dengan kausalitas adalah kemungkinan suatu peristiwa
diikuti atau disertai peserta lainnya. Menurut Weber tidak cukup hanya mencari
keajekan historis, pengulangan, dan kepararelan, sebagaimana yang dilakukan
sejarawan. Namun, penelitian harus melihat alasan, sekaligus makna, perubahan –
perubahan historis. Max weber bekerja dengan pendekatan multikausal dimana
“sekumpulan pengaruh interaktif sering kali menjadi faktor kausal efektif”.
Hal yang perlu diingat dalam pemikiran Weber tentang kausalitas adalah
keyakinan dia bahwa karena kita dapat memiliki pemahaman khusus tentang
kehidupan sosial (verstehen),
pengetahuan kausal atas ilmu – ilmu sosial berbeda dengan pengetahuan kausal
tentang ilmu – ilmu alam.
Istilah kausalitas yang tepat mengadopsi pandangan bahwa hal terbaik yang
dapat kita lakukan dalam sosiologi adalah membuat pernyataan probabilistik
tentang hubungan antar fenomena sosial. Tujuannya adalah untuk memperkirakan
sejauh mana efek tertentu didukung dengan kondisi tertentu.
BAB III
PENUTUP
Ringkasan
Max Weber membawa dampak positif yang lebih besar pada teori – teori
sosiologi ketimbang teoretisi sosiologi lain. Pengaruh ini dapat dilacak pada
kecanggihan, kompleksitas, dan kadang – kadang kebingungan terhadap teori
Weberian. Karya Weber menyajikan perpaduan antara penelitian sejarah dengan
teorisasi sosiologi.
Sepanjang karirnya Weber bergerak secara progresif ke arah penyatuan
sejarah dengan sosiologi, yaitu ke arah perkembangan sosiologi historis. Salah
satu konsep metodologis paling kritis yang dikemukakannya adalah verstehen. Walau verstehen sering ditafsirkan sebagai alat untuk menganalisis
kesadaran individu, di tangan Weber dia lebih sering menjadi saran teoritis
untuk menganalisis hambatan – hambatan struktural dan institusional pada aktor.
Daftar Pustaka
George Ritzer
dan Douglas J.Goodman. 2011. Teori
Sosiologi. Jil 6. Bantul: Kreasi Wacana
Siahaan,
Hotman M. 1986. Pengantar Ke Arah Sejarah
dan Teori Sosiologi. Jakarta: Erlangga
0 Response to "pemikiran Max Weber"
Post a Comment