Teori-Teori Feminisme
Tuesday, 24 September 2013
Add Comment
1. Feminisme
Liberal
Berpandangan bahwa perempuan
dapat menikkan posisi mereka dalam keluarga dan masyarakat melalui kombinasi
inisiatif dan prestasi individual (misalnya pendidikan tinggi), diskusi
rasional dengan kaum laki-laki, khususnya suami, yang dapat dikonsepsikan
sebagai upaya memperbaiki peran jender mereka, cara pengambilan keputusan
sehubungan dengan pengasuhan anak, yang akan memberikan kemungkinan bagi
perempuan untuk mengejar karir, dan memperthankan hukum yang memberikan hak
kepada aborsi legal dan melindungi perempuan dari diskriminasi seks
(misalnya pasal- VII Civil Rights Act).
2. Feminisme
Radikal
Feminisme radikal atau
cultural mengacu kepada verasi yang sedikit berbeda dalam teori feminis, yang
berakar pada akhir era 1960-an dan awal 1970-an (misalnya Firestone, 1979;
Atkinson, 1979). Pendekatan ini (lihat Dworkin, 1979) berpandangan bahwa
penindasan atas perempuan terutama terjadi karena patriarki , yang beroprasi
baik pada level keluarga dan pada level budaya, di mana citra seksis perempuan
diobjektifkan sehingga menindas mereka. Feminisme radikal mirip dengan feminism
lesbian atau separatism lebian dalam kritiknya
atas keluarga heteroeksis sebagai sumber utama penindasan atas
perempuan. Ini sekaligus mengantisipasi berbagai tema dalam teori homoseksual,
yang didiskusikan kemudin, misalnya hegemoni heteroeksisme, yang memproduksi
pandangan terbelah tentang maskulinitas dan feminitas.
Feminime berpandangan bahwa
feminis perlu meruntuhkan atau secara radikal memperbaiki keluarga dan
menciptakan budaya non-misoginis di mana perempuan tidak dijadikan objek.
Feminisme radikal memasukkan tapi tidak terbatas pada kritik tajam atas
heteroeksisme, yang tidak hanya berpandangan bahwa semua orang pada dasarnya
heteroseksual tapi juga menambahkan bahwa perempuan mendapatkan identitaa
mereka karena berpaangan (khususnya, menikah) dengan laki-laki dan mempunyai
anak. Feminisme lesbian merupakan feminis radikal adalah separatis
lesbiankarena merek menasihati perempuan untuk berpasangan hanya dengan
perempuan. Feminisme radikal tidak membutuhkan penyangkalan personal atas
heteroseksualitas. Dia tidak memrlukan pemikiran ulung radikal tentang kelarga,
termasuk psndangan ulsng radikal tentang heteroseksualitas wajib Juga
diperlukan komimen untuk menciptakan satu budaya di mana perempuan tidak
mengidentifikasikan diri dan nilai mereka dalam hubungan hal mereka dengan
laki-laki.
3. Feminisme
Sosialis
Feminisme spesialis sperti
Zillah Einstein dan Heidi Hartmann berpendapat bahwa perempuan tidak dapat
meraih keadilan sosial tanpa memubarkan patriarki dan kapitalisme. Meskipun
terdapat debat anar feminis sosialis (misalnya lihat Walby, 1990; Delphy, 1984)
tentang cara terbaik untuk menkonseptualisasikan hubungan kapitalisme dan
patriarki dan “beban” apa yang memberikan kepada patriarki dn kapitalisme
sumber penindasan atas perempuan, pada umumnya mereka setuju bahwa Marxisme dan
feminism harus bersatu agar dapat memperjuangkan kondisi perempuan saat ini
sebaik-baiknya. Feminis sosialis menekankan aspek jender dan ekonomis dalam
penindasan atas kaum perempuan. Mereka berpedapat bahwa perempuan dapat dilihat
sebagai penghuni kelas ekonomi dalam pandangan Marx dan “kelas seks”,
sebagaimana disebut oleh Shulamith Firestone Artinya, perempuan menampilkan
pelayanan berharga bagi kapitalisme baik sebagai pekerja maupun istri yang
tidak menerima upah atas kerja domestic mereka.
4. Feminisme
Posmodern
Teori feminis postmodern
(lihat, misalnya Flax, 1990; Hekman, 1990; Lather, 1991; Brodribb, 1992) telah
mendapatkan bbanyak perhatian dan perlu mendapatkan bagian khusus di sini.
Dalam banyak hal, feminis postmodern menerjemahkan kerangka kerja mereka dari
teori postmodern yang didiskusikan pada bab 2 dan 3. Mereka menerapkan teori
perbedaan dan kritik teoritisi Perancis atas modernitas pada masalah perempuan.
Teori feminis postmodern mula-mula mendapatkan suara dari feminis Perancis
seperti Irigay, Kristeva dan Cixous, yang mengambil karya mereka dari tafsir
psikonalisis postmodern Lacan. Para feminis Perancis ini belum memproduksi banyak
teori sosial yang sisematis. Namun mereka menulis esai dalam tafsir sastra,
filsafat, budaya dan psikoanilisis yang menentang banyak konveksi stalistik
atas teori sosial kritis karena mereka mencoba menunjukan apa yang mereka sebut
dengan L’ecriture feminine, atau tulisan perempuan (lihat Meese, 1992).
Tema kunci pertama feminisme postmodern
adalah pertanyaan bahwa pembebesan diraih melalui narativitas, pengkisahan,
yang membentuk identitas feminis dan menciptakan budaya feminis. Ini adalah
alas an mengapa feminis Perancis mengahbiskan banyak waktu untuk menteorikan
tulisan sebagai satu aktivitas yang terjenderkan. Mereka melihat perempuan dan
laki-laki yang “menceritakan” (berbicara dan menulis) dunia dengan cara yang
berbeda mencerminkan sifat yang berbeda, hubungan dengan kenirsadaran, dan
posisi subjek mereka.Selama posmodernis menyatakan bahwa manusia sebagian besar
diposisikan oleh bahasa dan wacana mereka, mudah kiranya untuk melihat mengapa
feminis Perancis menempatkan begitu banyak penekanan pada narativitas feminis
sebagai sarana pembebasan, identitas dan penciptaan budaya.
0 Response to "Teori-Teori Feminisme"
Post a Comment