Klasifikasi dan Tipologi Desa Kota
Friday, 13 June 2014
Add Comment
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Sosiologi Desa Kota merupakan ilmu yang mengkaji
tentang fenomena sosial pada desa dan kota, bahkan dapat mengkaji lebih
mendalam seperti sistem, sub-sub sistem, dan unsur-unsur yang mempengaruhi
perkembangan pada masyarakat desa kota. Dalam era globalisasi modern sekarang,
Sosiologi Desa Kota sangat relevan untuk
mengkaji tentang karakteristik desa kota yang sekarang telah banyak
mengalami pergeseran budaya.
Dalam konteks ini, Tipologi Desa Kota sangat relevan
untuk mengkaji lebih mendalam bagaimana karakteristik desa kota itu sendiri.
Pada dasarnya Tipologi merupakan ilmu yang mengkaji tentang pengelompokan
berdasarkan tipe atau jenis.
Tipologi dalam konteks desa kota dapat menggolongkan
klasifikasi sistem kekerabatan, hamparan wilayah, karakteristik, dsb.
Jadi pada dasarnya Tipologi memberikan informasi
tentang pembagian atau pembedaan jenis-jenis seperti yang disebutkan diatas
tersebut dengan melihat nilai-nilai dan kultur suatu wilayah.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
yang dimaksud dengan Desa dan Kota?
2.
Bagaimana
Klasifikasi dan Tipologi Desa Kota?
C.
Tujuan
1.
Guna
memberi informasi tentang apa yang dimaksud Desa dan Kota.
2.
Guna
memberi informasi tentang bagaimana Klasifikasi atau Tipologi Desa dan Kota.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Apa
yang Dimaksud Desa dan Kota
1.
Pengertian
Desa
Desa adalah
bentuk pemerintahan terkecil yang ada di negeri ini. Luas wilayah desa biasanya
tidak terlalu luas dan dihuni oleh sejumlah keluarga. Mayoritas penduduknya
bekerja di bidang agraris dan tingkat pendidikannya cenderung rendah. Karena
jumlah penduduknya tidak begitu banyak, maka biasanya hubungan kekerabatan
antarmasyarakatnya terjalin kuat. Para masyarakatnya juga masih percaya dan
memegang teguh adat dan tradisi yang ditinggalkan para leluhur mereka.
Sedangkan dalam UU Nomor 32 Tahun 2004
disebutkan pengertian desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
batas wilayah, yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang
diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.(Alawiyah, imamatul. 2013)
2.
Pengertian Kota
Menurut Bintarto
Dari segi
geografis kota diartikan sebagai suatu sistim jaringan kehidupan yang ditandai
dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata ekonomi yang
heterogen dan bercorak materialistis atau dapat pula diartikan sebagai bentang
budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami dibagian gejala-gejala pemusatan penduduk
yang cukup besar dengan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan
materialistis dibandingkan dengan daerah dibelakangnya.(Alawiyah, imamatul. 2013)
B.
Bagaimana Klasifikasi dan Tipologi
Desa Kota
Klasifikasi
dan Tipologi di Desa
Sistem
tipologi di desa merupakan cara untuk mengenal desa-desa yang begitu banyak
jumlah dan beragam bentuknya. Dengan demikian, dapat di jelaskan secara detail
setiap arah perkembangannya di Indonesia. Sistem klasifikasi dan tipologi desa
didasarkan atas pendekatan ekosistem. Pendekatan ini, dapat diidentifikasikan
adanya 10 faktor yang menentukan tingkat perkembangan sebuah desa, yaitu :
1.
Faktor penduduk
2.
Faktor alam
3.
Faktor orbitrasi desa
4.
Faktor mata pencaharian
5.
Faktor pendapatan desa
6.
Faktor adat istiadat
7.
Faktor kelembagaan
8.
Faktor pendidikan
9.
Faktor gotong royong
10. Faktor
peraturan desa (wikipedia)
Disebuah desa tahap-tahap perkembangan sebuah Desa
dapat diklasifikasikan ke dalam kelas-kelas sebgai berikut :
1.
Pra Desa dicirikan adanya
kelompok-kelompok masyarakat yang belum menetap pada suatu lokasi yang disebut
desa.
2.
Desa Swadaya atau disebut juga Desa
Tradisional.
3.
Desa Swakarya atau disebut juga Desa
Transisi.
4.
Desa Swasembada atau yang disebut
juga Desa Maju atau berkembang.(wikipedia)
Binarto mengklasifikasikan perkembangan sebuah Desa ke
dalam tiga tahapan, yaitu :
1.
Desa Terbelakang
2.
Desa yang sedang
3.
Desa Maju(wikipedia)
Ketersediaan Sumber Daya Alam dan kemampuan Sumber
Daya Manusia yang handal sebagai pengelola akan turut serta dalam mempengaruhi
perkembangan sebuah Desa.
1. Desa Swadaya
Desa Swadaya yaitu Desa yang
dicirikan dengan hal-hal berikut :
a.
Sifatnya masih tradisional,dimana
adat istiadatnya masih sangat mengikat dan dijadikan panutan dalam sebuah aspek
kehidupan.
b.
Hubungan antar manusianya masih
snagat erat.
c.
Pengawasan sosial didasarkan atas
kekeluargaan.
d.
Mata pencaharian penduduk pada
sektor primer.
e.
Tingkat teknologi masih sangat
sederhana sehingga produktivitas hasil rendah disertai pula dengan keadaan
prasarana Desa yang masihlangka dan sederhana.(
2013. Sumber
Ilmu.)
Sesuai dengan tingkat perkembangannya di Desa Swadaya
terdapat norma-norma kehidupan dari masyarakatnya itu sendiri, yaitu :
a.
Mata pencaharian penduduknya masih
pada sektor primer, yaitu sebagian besar hidup dari hasil pertanian,
peternakan, perkebunan, dan hasil hutan.
b.
Adat istiadat pada umumnya masih
sanhat mengikat.
c.
Kelembagaan dan pemerintahan Desa
masih sangat sederhana baik tugas maupun fungsinya.
d.
Swadaya gotong royong masih sangat
laten, yaitu pelaksaan dan cara kerja dalam pembangunan masih berdasarkan
intruksi dari atasan, belum ada kesadaran dan tanggung jawab dari masyarakat
itu sendiri.
e.
Prasarana Desa masih sangat terbatas.(
2013. Sumber
Ilmu.)
2. Desa Swakarya
Desa swakarya atau desa sedang
berkembang ,yaitu desa yang keadaannya sudah lebih maju dibandingkan desa
swadaya .masyarakat sudah mampu menjual kelebihan hasil produksi ke daerah lain
untuk memenuhi kebutuhan sendiri.
interaksi
sudah mulai tampak ,walaupun intensitasnya belum terlalu sering.
Norma-norma yang melekat pada Desa
Swakarya, yaitu :
a.
Mata pencaharian penduduk di sektor
sekunder yaitu mulai bergerak dibidang kerajinan dan industry kecil seperti
pengolahan hasil, pengawetan bahan makanan.
b.
Output Desa yaitu jumlah dari
seluruh produksi Desa yang dinyatakan dalam nilai rupiah di bidang pertanian,
perkeebunan, perternakan, kerajinan dan industry kecil, perdagangan dan jasa
berada pada tingkat sedang.
c.
Adat istiadat dan kepercayaan
penduduk berada pada tingkat transisi.kelembagaa dan pemerintahan Desa mulai
berkembang, baik tugas maupun fungsinya.
d.
Pendidikan dan ketrampilan penduduk
pada tingkat sedang 30-60% telah menamatkan pendidikan Sekolah Dasar (SD).
e.
Swadaya gotong royong sudah
mengalami transisi, artinya pelaksaan dan cara gotong royong telah mulai
efektif dan tumbuh adanya rasa kesadaran serta tanggung jawab dari masyarakat
itu sendiri.
f.
Prasaranyapada tingkat sedang mulai
memadai, baik kuantitas maupun kualitasnya.(
2013. Sumber
Ilmu.)
3. Desa Swasembada (Desa Berkembang)
Desa swasembada atau desa maju,
yaitu desa yang sudah mampu mengembangkan semua potensi yang dimiliki secara
optimal. Hal ini ditandai oleh kemampuan masyarakatnya untuk mengadakan
intraksi dengan masyarakat luar,
melakukan
tukar menukar barang dengan wilayah lain layaknya fungsi perdagangan, dan kemampuan untuk saling
memengaruhi dengan penduduk di wilayah lain. Dari hasil interaksi tersebut, masyarakat dapat menyerap teknologi
baru untuk memanfaatkan sumber dayanya sehinggga proses pembangunan berjalan
dengan baik.(
2013. Sumber
Ilmu.)
Norma-norma yang melekat pada Desa Swasembada, yaitu :
a.
Mata
pencaharian di sektor tersier yaitu sebagian besar penduduk bekerja di bidang
perdagangan dan jasa.
b.
Adat
istiadat dan kepercaan penduduk sudah tidak mengikat lagi.
c.
Pendidikan
dan ketrampilan penduduk tingkatnya sudah tinggi.
d.
Kelembagaan
dan pemerintahan Desa sudah efektif baikdalam tugas dan fungsinya, pembangunan
pedesaan sudah direncanakan sebaik-baiknya.
e.
Prasarana
produksi, perhubungan, pemasaran, dan sosial cukup memadai.
f.
Gotog
royong sudah manifest, artinya pelaksaannya gotong royong sudah berdasarkan
musyawarah antara warga masyarakat dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.(wikipedia)
Tipologi Desa
1.
Berdasarkan sistem
ikatan kekerabatan
Berdasarkan
ciri-ciri fisik desa dalam sistem kehidupan masyarakat, maka terbentuklan
ikatan-ikatan kekerabatan di dalam wilayah pemukiman penduduk. Setidaknya ada
tiga sistem ikatan kekerabatan yang membentuk tipe-tipe desa di Indonesia,
yakni:
a. Tipe desa geneologis, yaitu suatu
desa yang ditempati oleh sejumlah penduduk dimana masyarakatnya mempunyai
ikatan secara keturunan atau masih mempunyai hubungan pertalian darah. Desa
yang terbentuk secara geneologis dapat dibedakan atas tipe patrilineal, matrilineal,
dan campuran.
b. Tipe desa teritorial, yaitu suatu desa yang
ditempati sejumlah penduduk atas dasar suka rela. Desa teritorial terbentuk
menjadi tempat pemukiman penduduk berdasarkan kepentingan bersama, dengan
demikian mereka tinggal di suatu desa yang menjadi suatu masyarakat hukum
dimana ikatan warganya didasarkan atas ikatan daerah, tempat atau wilayah
tertentu.
c. Tipe desa campuran, yaitu suatu desa
dimana penduduknya mempunyai ikatan keturunan dan wilayah. Dalam bentuk ini,
ikatan darah dan ikatan wilayah sama kuatnya.(
2013. Sumber
Ilmu.)
2. Berdasarkan hamparan wilayah
Berdasarkan
hamparan wilayahnya, maka desa dapat diklasifikasikan atas desa pedalaman dan
desa pantai/pesisir.
a. Desa pedalaman adalah desa-desa yang
tersebar di berbagai pelosok yang jauh dari kehidupan kota. Suasana ideal desa
pedalaman pada umumnya lebih diwarnai dengan nuansa kedamaian, yaitu kehidupan
sederhana, sunyi, sepi dalam lingkungan alam yang bersahabat.
b. Desa pantai adalah desa-desa yang
tersebar di berbagai kawasan pesisir dan di pulau-pulau kecil yang pada umumnya
bermata pencaharian sebagai nelayan penangkap ikan dan hasil laut, dan sebagian
juga penduduknya sebagai petani subsistensi.(
Alawiyah,
imamatul. 2013.)
3. Berdasarkan pola pemukiman
Menurut Paul Landis (1948) pada
dasarnya terdapat empat tipe desa pertanian:
a. Farm village type, yaitu suatu desa dimana orang
bermukim secara besama-sama dalam suatu tempat dengan sawah ladang yang berada
di sekitar tempat mereka. Tipe desa seperti ini banyak dijumpai di Asia
Tenggara termasuk Indonesia.
b. Nebulous farm village type, yaitu suatu desa dimana penduduknya
bermukim bersama di suatu tempat, dan sebagian lainnya menyebar di luar
pemukiman tersebut bersama sawah ladangnya.
c. Arranged isolated farm type, yaitu suatu desa dimana
penduduknya bermukim di sekitar jalan-jalan yang menghubungkan dengan pusat
perdagangan (trade center) dan
selebihnya adalah sawah ladang mereka.
d. Pure isolated farm type, yaitu suatu desa di mana
penduduknya bermukim secara tersebar bersama sawah ladang mereka masing-masing.(
Alawiyah,
imamatul. 2013.)
Selain
itu, Soekandar Wiriaatmadja (1972) membagi pola pemukiman di pedesaan ke dalam
empat pola, yakni:
a.
Pola permukiman menyebar
Rumah-rumah
para petani tersebar berjauhan satu sama lain. Pola ini terjadi karena belum
adanya jalan-jalan besar, sedangkan orang-orang harus mengerjakan tanahnya
secara terus menerus. Dengan demikian, orang-orang tersebut terpaksa harus
bertempat tinggal di dalam lahan merek.
b. Pola
permukiman memanjang
Bentuk
pemukiman yang terlentak di sepanjang jalan raya atau di sepanjang sungai,
sedangkan tanah pertaniannya berada di belakang rumahnya masing-masing.
c.
Pola permukiman berkumpul
Bentuk
pemukiman di mana rumah-rumah penduduk berkumpul dalam sebuah kampung,
sedangkan tanah pertaniannya berada di luar kampung.
d.
Pola permukiman melingkar
Bentuk
pemukiman di mana rumah-rumah penduduk melingkar mengikuti tepi jalan,
sedangkan tanah pertaniannya berada di belakangnya.(wikipedia)
4.
Berdasarkan mata pencaharian
Tipe masyarakat desa berdasarkan
mata pencaharian pokok dapat diklasifikasikan dalam desa pertanian dan desa
industri.
a. Desa pertanian terdiri atas: 1) desa
pertanian dalam artian sempit yang meliputi: desa pertanian lahan basah dan
lahan kering. 2) desa dalam artian luas yang meliputi: desa perkebunan milik
rakyat, desa perkebunan milik swasta, desa nelayan tambak, desa nelayan laut,
dan desa peternakan.
b. Desa industri yang memproduksi alat
pertanian secara tradisional maupun modern.(
Alawiyah,
imamatul. 2013.)
Klasifikasi
atau Tipologi di Kota
Tipologi/Klasifikasi Kota Setiap
Negara Tidak Sama Klasifikasi Kota Secara Universal dasar yang digunakan adalah
Jumlah dan Kepadatan Penduduk Argentina dan Kanada suatu tempat dengan 1.000 jiwa
Sudah dapat disebut kota Amerika Serikat 2.500 jiwa Italia,
Yunani dan Spanyol untuk dapat digolongkan kota penduduknya paling sedikit
10.000 jiwa, Nederlend 20.000 jiw, Indonesia pada tahun 1971 jumlah penduduk
20.000 jiwa ditambah dengan fasilitas lainnya bisa digolongkan sebagai sebuah
kota.
1. Klasifikasi
Bersifat Numerik
Yaitu membuat klasifikasi kota berdasarkan angka-angka
seperti jumlah dan kepadatan penduduk, luas wilayah, jumlah bangunan, panjang
jalan, dan jumlah jenis jalan.(wikipedia)
2. Klasifikasi
Bersifat Non-Numerik
Klasifikasi Kota menggunakan indicator non-numerik
adalah melihat mayoritas pada fungsi kota itu sendiri dan kekuasaan, yaitu:
a.
Kota
pusat produksi, yaitu kota-kota penghasil bahan mentah dan kota-kota yang
mengubah bahan tersebut menjadi barang-barang jadi.
b.
Kota
pusat perdagangan, yaitu sebenarnya menjadi sifat umum dari kota-kota tetapi
tidak semua kota didominasi oleh kegiatan perdagangan. Hanya ada penyaluran
kebutuhan sehari-hari warga Kota, ada yang merupakan perantara bagi perdagangan
nasional ataupun perdagangan internasional.
c.
Kota
pusat pemerintahan, yaitu kota yang digunakan sebagai pusat-pusat politik atau
pusat pemerintahan.
d.
Kota
pusat kebudayaan dan agama, yaitu Kota Roma yang lebih dikenal dengan pusat
keagamaan Katholik dar pada sebagai pusat kota politik dan Mekah merupakan
pusat agama Islam.
e.
Kota
pusat kesehatan, yaitu biasanya terdapat di daerah pegunungan yang memiliki
udara bersih dan suhu yang sejuk.(wikipedia)
Klasifikasi Kota yang bersifat Nomerik dan Non-Nomerik
memiliki ciri-ciri, yaitu :
1)
Cirri-ciri
fisik sebuah kota :
a)
Tempat-tempat
untuk pasar dan pertokoan
b)
Tempat-tempat
untuk parkir
c)
Tempat-tempat
rekreasi dan olah raga
d)
Segregasi
keruangan(wikipedia)
2)
Cirri-ciri
sosial Kota :
a)
Pengawasan
sekunder
b)
Mobilitas
sosial
c)
Individualisasi
d)
Hubungan
sekunder
e)
Toleransi
soai(wikipedia)
3. Klasifikasi
Kota Berdasarkan Ketersediaan dan Fungsi Ruang Publik
Fungi Ruang Publik :
Tempat Bertemu, Tempat Berdagang, Tempat Lalulintas.
a. Pertama adalah kota tradisional,
dimana ketiga fungsi ruang public masih hidup secara bersamaan. Biasanya ini
ditemui di Kota kecil dimana penetrasi kendaraan bermotor tidak terlalu luas.
Venesia di Italia adalah satu contoh kota jenis ini.
b. Kedua adalah kota terserbu (invaded
city) di mana satu fungsi biasanya
fungsi lalu lintas, dan itupun lalu lintas kendaraan pribadi – telah menguasai
sebagian besar ruang publik, sehingga tidak ada lagi ruang untuk fungsi yang
lain. Di Kota jenis ini, penduduknya tidak akan berjalan kaki karena keinginan,
tetapi karena terpaksa. Ruang di luar bangunan dirancang untuk mobil, bukan
manusia.
c. Ketiga adalah Kota yang ditinggalkan
(abandoned city) di mana ruang public dan kehidupan public telah hilang. Ketika
kehidupan di ruang public mulai berkurang, kota pun mulai dirancang untuk
mobil, yang pada gilirannya membuat banyak aktivitas yang tadinya dilakukan
dengan berjalan kaki menjadi hilang. Akhirnya, kehidupan penduduknya hanya
beredar dari satu shopping mall ke shopping center yang lain, yang harus
didatangi dengan menggunakan mobil.
d. Keempat adalah Kota yang direbut
kembali (reconquered city) di mana ada usaha yang kuat untuk mengembalikan keseimbangan
fungsi ruang public sebagai tempat bertemu, tempat berdagang dan tempat lalu
lintas. Di sini akan kita temui program – program pembatasan lalu lintas mobil,
dan memberikan keleluasaan kepada pejalan kaki untuk berinteraksi satu sama
lain.
Di
Indonesia klasifikasi Kota hanya meliputi 5 tingkatan. Dengan dasar
penggolongannya adalah jumlah penduduk Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional (Bappenas) mengeluarkan klasifikasi Kota sebagai
berikut :
1) Kota Megapolitan populasi >5 juta
jiwa
2) Kota Metropolitan populasi 1–5 juta
jiw
3) Kota Besar populasi 500.000–1 juta
jiwa
4) Kota Sedang populasi 100.000–500.000
jiwa
5) Kota Kecil 20.000–100.000 jiwa(Rahardjo. 1983.)
National
Urban Development Strategic (NUDS) membuat klasifikasi Kota sampai ke tingkat
Kecamatan, yaitu :
1) Kota Metropolitan Populasi
>1.000.000 jiwa
2) Kota Besar Populasi
500.000-1.000.000 jiwa
3) Kota SedangPopulasi 200.000-500.000
Jiwa
4) Kota Kecil Populasi 20.000-200.000
jiwa
5) Kota Kecamatan Populasi 3.000-20.000
Jiwa(Rahardjo. 1983.)
Data
Bappepnas tahun 2005 Semenjak Tahun 1969–1994 jumlah Kota di Indonesia adalah
412 buah yang terdiri dari :
1) Megapolitan, yaitu DKI Jakarta
2) 10 Kota Metropolitan (Bogor, Bandung,
Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Medan, Palembang, Lampung, Ujung Pandang,
Denpasar)
3) 6 Kota besar (Padang, Batam, Manado,
Cianjur, Malang, Cirebon)
4) 84 Kota sedang serta
5) 311 Kota Kecil (Rahardjo.
1983.)
Pada tahun 1995 hingga sekarang
meningkat menjadi 430 buah dengan perincian :
a) 4 Kota Megapolitan (yaitu Jakarta,
Surabaya, Bandung dan Medan)
b) 19 Kota Metropolitan
c) 18 Kota besar
d) 154 Kota sedang (seperti Sorong,
Kupang, Gorontalo)
e) 235 Kota kecil(Rahardjo.
1983.)
Disamping jumlah penduduk di
Indonesia Kota adalah pembagian wilayah administratif di Indonesia setelah provinsi, yang
dipimpin oleh seorang walikota.
Jumlah
Kabupaten dan Kota di Indonesia
No
|
Pulau
|
Propinsi
|
Kabupaten
|
Kota
|
Jumlah
|
1
|
Sumatera
|
10
|
90
|
31
(25,62 %)
|
121
|
2
|
Jawa
|
6
|
83
|
32
(27,83 %)
|
115
|
3
|
Kalimantan
|
4
|
43
|
9
(17,31 %)
|
52
|
4
|
Sulawesi
|
6
|
52
|
11
(17,46 %)
|
63
|
5
|
Nusa
Tenggara
|
3
|
30
|
4
(11,76 %)
|
34
|
6
|
Maluku
dan Papua
|
2
|
40
|
5
(11,11 %)
|
45
|
|
Jumlah
|
41
|
338
|
92
(21,40 %)
|
430
|
(wikipedia)
1. Membangun pusat-pusat perdagangan
modern.
2. Menambah fungsi Kota selain Kota
perdagangan dan jasa.
3. Melakukan perluasan Kota.
4. Membangun
infrastruktur-infrastruktur Kota.( Rahardjo. 1983.)
Pemerintah
melalui SK Mendagri No. 65/1995. Mengeluarkan koridor dalam mengelola kota urban management :
1. Manajemen perkotaan Urban management
Adalah
pengelolaan sumber daya perkotaan yang berkaitan dengan bidang-bidang tata
ruang, lahan, ekonomi, keuangan, lingkungan hidup, pelayanan jasa, investasi,
prasarana dan sarana perkotaan; serta disebutkan pula bahwa pengelola perkotaan
adalah para Pejabat (Pemerintah) pengelola
perkotaan.
Dalam
Peraturan Pemerintah No.22 tahun 2000, dikatakan bahwa Kabupaten atau Kota tetap terikat pada 11 tugas wajib yang tercantum juga dalam
Undang-undang No.22/1999 pasal 11 ayat 2, yaitu :
2. Tentang pekerjaan umum, kesehatan,
pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan,
penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi dan tenaga kerja.
Masalah
yang umumnya terjadi di Kota-Kota di Indonesia adalah :
a. Secara Fisik adalah:
1) Sistem transportasi yang kurang
teratur.
2) Bangunan yang tidak tertata dengan
baik.
3) Pencemaran Lingkungan.
4) Cara parker kendaraan yang kurang tertib.
5) Tidak menyebarnya pembangunan sarana
dan prasarana.
6) Sistem drainase tidak tertata dengan
baik.
7) Masalah pembuangan sampah
sembarangan.
8) Tidak adanya ruang publik.
9) Terbatasnya lahan.
10) Masih terdapatnya kawasan-kawasan
kumuh.( Yunus, Hadi. 2000.)
b. Secara Sosial dan Kelembagaan
pemerintah :
1) Semakin bertambahnya PKL.
2) Terjadi proses marginalisasi warga
kota.
3) Pengemis dan gelandangan semakin
meningkat jumlahnya.
4) Arus urbanisasi.
5) Konflik tanah.
6) Tingkat Keamanan yang relative
rendah.
7) Tingkat pelayanan pemerintah yang
belum memuaskan.
8) Manajemen dan organisasi kota yang
belum mantap.
9) Tidak mengikuti langkah-langkah
perencanaan kota.
Klasifikasi Kota, berdasarkan :
A.
Jumlah penduduk
1.
Megapolitan, yaitu kota yang berpenduduk di atas 5 juta orang.
2.
Metropolitan (kota raya),
yaitu kota yang berpenduduk antara 1–5 juta orang.
3.
Kota besar, yaitu kota yang berpenduduk antara 500.000– 1 juta orang.
4.
Kota
sedang, yaitu kota yang jumlah penduduknya
antara 100.000–500.000 orang.
B. Tingkat perkembangannya (Lewis
Munford)
1. Tingkat
Eopolis, yaitu suatu wilayah yang
berkembang menjadi kota baru.
2. Tingkat
Polis, yaitu suatu kota yang masih
memiliki sifat agraris.
3. Tingkat
Metropolis, yaitu kota
besar yang perekonomiannya sudah mengarah ke industri.
4. Tingkat
Megalopolis, yaitu
wilayah perkotaan yang terdiri atas beberapa kota metropolis yang berdekatan
lokasinya sehingga membentuk jalur perkotaan yang sangat besar.
5. Tingkat
Tryanopolis, yaitu kota
yang kehidupannya sudah dipenuhi dengan kerawanan sosial, seperti kemacetan
lalu lintas dan tingkat kriminalitas yang tinggi.
6. Tingkat
Nekropolis, yaitu
suatu kota yang berkembang menuju keruntuhan.( Yunus,
Hadi. 2000.)
C. Fungsinya
1. Kota pusat produksi, yaitu kota yang
memiliki fungsi sebagai pusat produksi atau pemasok, baik yang berupa bahan
mentah, barang setengah jadi, maupun barang jadi. Contoh: Surabaya, Gresik, dan
Bontang.
2. Kota pusat perdagangan (Centre of
Trade and Commerce), yaitu kota yang memiliki fungsi sebagai pusat
perdagangan, baik untuk domestik maupun internasional. Contoh: Hongkong,
Jakarta, dan Singapura.
3. Kota pusat pemerintahan (Political
Capital), yaitu kota yang memiliki fungsi sebagai pusat pemerintahan atau
sebagai ibu kota negara.
4. Kota pusat kebudayaan (Cultural
Centre), yaitu kota yang memiliki fungsi sebagai pusat kebudayaan.( Yunus,
Hadi. 2000.)
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Tipologi
dalam masyarakat desa dan kota memang
harus dikaji guna menambah suatu wawasan tentang karakteristik dan
pembagian-pembagian ke dalam tipe-tipe masyarakat atau obyek di suatu wilayah.
Kita dapat
menyadari bahwa Tipologi dapat menggolongkan suatu SDM, SDA, dan berbagai jenis
lainnya dalam masyarakat desa maupun kota. Dan pembagian penggolongan tersebut
pun masih dikategorikan ke dalam bentuk yang lebih spesifik. Dalam spesifikasi
tersebut pembagian masyarakat pembagiannya dipengaruhi oleh lingkungan sekitar,
serta dipengaruhi oleh ciri-ciri spesifik suatu wilayah atau masyarakat yang mendiami
di suatu tempat yang saling berhubungan.
Dalam
pembagian-pembagian tersebut dalam beberapa jenis-jenis memiliki fenomena
sosial yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran peraturan atau dengan
singkatnya dapat dikatakan sebagai masalah-masalah, dan masalah sering terjadi
pada masyarakat perkotaan.
Saran
Klasifikasi
dan tipologi desa kota tersebut memang harus diinformasikan terhadap
masyarakat, sehingga masyarakat tahu akan beberapa klasifikasi dan tipologi
desa dan kota tersebut. Jadi setiap masyarakat desa ataupun masyarakat kota
dapat mengantisipasi beberapa masalah yang terjadi pada desa dan kota.
DAFTAR PUSTAKA
2013.
Sumber Ilmu.
http://tugaskuliahan45.blogspot.com/2013/08/sistem-klasifikasi-dan-tipologi-desa-di.html.
Diakses
pada hari Jumat Tanggal
21 Februari 2014 pukul
18:23 WIB.
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Desa
Diakses
pada hari Jumat Tanggal
21 Februari 2014 pukul
18:25 WIB.
Alawiyah, imamatul.
2013. Definisi Desa, Kota, Pedesaan dan Perkotaan. http://awaliyahhasanah.blogspot.com/2013/06/definisi-desa-kota-pedesaan-dan.html.
Diakses pada hari Jumat Tanggal 21 Februari
2014 pukul 18:06 WIB.
Rahardjo.
1983. Perkembangan Kota dan
permasalahannya. Bina Aksara.
Yunus, Hadi.
2000. Struktur Tata Ruang Kota..
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
0 Response to "Klasifikasi dan Tipologi Desa Kota"
Post a Comment