-->

interaksi sosial pada masyarakat kota

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Yang dimaksud dengan hidup bermasyarakat di sini adalah dimana sekelompok manusia yang hidup bersama dan mempunyai tempat atau daerah tertentu untuk jangka waktu yang lama dimana masing-masing anggotanya saling berhubungan satu sama lain. hubungan yang dimaksudkan adalah sikap, tingkah laku, maupun perbuatan. Dan segala tingkah laku atau perbuatan itu diatur dalam suatu tata tertib atau Undang-Undang.
Kehidupan masyarakat pada umumnya sangat berbeda-beda antara yang satu dengan yang lain. Perbedaan tersebut dikarenakan oleh beberapa hal antara lain struktur dari masyarakatnya, kondisi fisiknya dan letak geografis masyarakat tersebut. perbedaan yang sangat jelas adalah antara masyarakat desa dan kota. Yang menjadi unggulan dari masyarakat desa adalah gotong royongnya, entah itu untuk penyelenggaraan upacara adat, ataupun sekedar membantu tetangga yang sedang ada hajatan.
Kemudian, jika dilihat dari pendidikannya masyarakat desa bisa dibilang ketinggalan jika dibanding dengan pendidikan di kota. Selain itu, dalam hal ekonomi, masyarakat desa juga masih kalah jika dibanding dengan masyarakat kota. Dari berbagai hal tersebut sangat terlihat jika kehidupan masyarakat kota lebih maju daripada masyarakat desa. hal inipun berimbas pada interkasi yang dihasilkan. Interaksi di masyarakat kota lebih menekankan pada keuntungan yang akan didapat, sedangkan di desa lebih pada gotong royong.
Dalam makalah ini kami akan membahas mengenai bagaimana interaksi yang terjadi di masyarakat kota, dan beberapa hal yang berkaitan dengan interaksi tersebut.
B.     Rumusan Masalah
1.   Apa pengertian dan bentuk-bentuk interaksi sosial?
2.   Bagaimana sifat-sifat masyarakat kota?
3.   Bagaimana interaksi sosial pada masyarakat kota?
4.    Bagaimana Hubungan Sosial Masyarakat Kota dan Hubungan Individu dengan Kelompok Kerabat


C.    Tujuan Penulisan
1.   Untuk mengetahui pengertian dan bentuk-bentuk interaksi sosial
2.   Untuk mengetahui sifat-sifat masyarakat kota
3.   Untuk mengetahuiinteraksi sosial pada masyarakat kota
4.    Untuk mengetahui hubungan sosial masyarakat kota dan hubungan individu dengan kelompok kerabat.



BAB II
PEMBAHASAN

            Masyarakat kota merupakan masyarakat yang anggota-anggotanya terdiri dari manusia yang bermacam-macam lapisan atau tingkatan hidup, pendidikan, kebudayaan, dan lain-lain. mayoritas penduduknya hidup dengan berbagai macam jenis usaha yang bersifat non agraris.
            Yang dapat kita rasakan mengenai kehidupan di kota ialah corak kehidupan tertentu yang jauh berbeda apabila dibandingkan dengan masyarakat desa. Misalnya saja sebagian besar masyarakat kota lebih konsumtif daripada masyarakat desa (Mansyur: 107).
A. Interaksi Sosial
Interakasi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial, dalam pengertianya sendiri interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang-perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusis.Didalam interaksi harus ada yang dinamakan dengan komunikasi dan kontak sosial.Bentuk interaksi dibedakan menjadi dua yaitu Asosiatif dan Disoiatif.
1.   Bentuk proses sosial asosiatif antara lain
a.   Kerja sama (Cooperation)
Kerja sama merupakan bentuk interaksi sosial yang pokok,yang mana suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama. Bentuk dan pola-pola kerjasama dapat dijumpai pada semua kelompok sosial.Kerjasama sendiri timbul karena orientasi orang-perorangan terhadap kelompok-kelompoknya (yaitu in-group-nya) dan kelompok lainnya (yang merupakan out-group-nya). Kerjasama mungkin akan bertambah kuat apabila ada bahaya dari luar yang mengancam atau ada tindakan-tindakan luar yang mengancam kesetiaan yang secara tradisional atau institusional yang ada pada kelompok tersebut. digambarkan oleh Charles H. Cooley “Kerja sama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian diri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut; kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam kerjasama yang berguna.”
Sebagai contoh keadaan yang dijumpai didalam masyarakat Indonesia dikenal dengan bentuk kerjasama tradisional dengan nama gotong-royong. Didalam sistem pendidikan Indonesia yang tradisional, umpamanya, sejak kecil tidak ditanamkan kedalam jiwa seseorang suatu pola perilaku agar dia selalu hidup rukun, terutama dengan keluarga dan lebih luas lagi dengan orang lain didalam masyarakat. Kerjasama sebagai salah satu bentuk interaksi sosial merupakan gejala universal yang ada pada masyarakat dimana saja, meskipun dalam keadaan yang terdesak.
b.   Akomodasi (Accomodation)
Akomodasi merupakan suatu keseimbangan (equilibrium) dalam interaksi antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia  dalam kaitanya dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku didalam masyarakat. Dalam akomodasi sendiri dibagi menjadi beberapa hal yaitu:
1)         Coercion: merupakan bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan oleh karena adanya paksaan. Sebagai contoh misalnya perbudakan , dimana interaksi sosialnya didasarkan pada penguasaan majikan atas budak-budaknya.
2)         Compromise: merupakan bentuk akomodasi dimana pihak-pihaknya yang terlibat saling mengurangi tuntutanya agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisilan yang ada. Misalnya adalah traktatnya antara beberapa Negara, akomodasi antara beberapa partai politik karena sadar bahwa masing-masing memiliki kekuatan sama dalam suatu pemilihan umum.
3)         Arbitration: merupakan suatu cara untuk mencapai compromise apabila pihak-pihak yang berhadapan tidak mencapainya sendiri. Pertentangan ini biasanya diselesaikan oleh pihak ketiga yang dipilih oleh kedua belah pihak, misalnya menyelesaikan masalah buruh yang meminta kenaikan gaji, dimana kedua belah pihak menunjuk satu perwakilan.
4)         Mediation: hampir menyerupai dengan arbitration namun bedanya hanya saja pihak ini dipanggil oleh pihak ketiga sebagai pihak netral , yang tugasnya adalah pengupayaan jalan damai sebagai hasil akhirnya dari permasalahan yang ada.
5)         Conciliation: usaha untuk mempertemukan  keinginana-keinginan dari pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya suatu persetujuan bersama.
6)         Tolerantion: merupakan bentuk akomaodasi yang mana bentuknya tidak formal, hal ini muncul secara tidak sadar denagan maksud untuk menghindari perselisihan.
7)         Stalemate: pihak-pihak yang bertentangan mempunyai kekuatan yang sama  berhenti pada satu titik tertentu dalam melakukan pertentangan.
c.    Adjudication: penyelesain perkara yang merujuk pada pengadilan.
d.   Asimilasi, merupakan proses kearah peleburan kebudayaan sehingga masing-masing pihak merasakan adanya kebudayaan tunggal sebagai milik bersama.
e. Akulturasi, merupakan proses sosial yang timbul akibat suatu kebudayaan menerima kebudayaan lain tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan sendiri.
2.   Bentuk proses sosial dissosiatif antara lain:
a.    Persaingan (Competition), merupakan suatu proses sosial, dimana individu atau kelompok-kelompok manusia yang bersaing mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu, dengan cara mempertajam prasangka yang telah ada tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan.
b.   Kontravensi (Contravention), merupakan suatu bentuk proses sosial yang berada antara persaingan dan pertentangan atau pertikaian. Kontravensi terutama ditandai sengan gejala-gejala adanya ketidakpastian mengenai diri seseorang atau suatu rencana dan perasaan tidak suka yang disembunyikan, kebencian, atau keragu-raguan terhadap kepribadian seseorang. Contoh dari kontravensi ialah desas-desus.
c.    Pertentangan (pertikaian atau konflik), merupakan proses sosial dimana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan atau kekerasan. Sebab-sebab terjadinya konflik antara lain, perbedaan antar individu, perbedaan kebudayaan, perbedaan kepentingan, dan perubahan sosial. (Soerjono Soekanto,2009:68)
B.  Sifat-Sifat Masyarakat Kota
           Masyarakat kota adalah masyarakat yang anggota-anggotanya terdiri dari manusia yang bermacam-macam lapisan ataupun tingkatan hidup, pendidikan, kebudayaan, dan lain-lain. Mayoritasnya penduduknya bermata pencaharian non agraris.Yang dapat kita rasakan sistem kehidupan masyarakat kota mempunyai corak-corak kehidupan tertentu yang jauh berbeda apabila dibandingkan dengan masyarkat desa. Sifat-sifat yang tampak menonjol pada masyarakat kota ialah:
1.   Sikap Kehidupan
Sikap hidupnya cenderung individualis atau egoisme, yaitu masing-masing anggota masyarakatnya berusaha sendiri-sendiri tanpa terkait oleh anggota masyarakat lainnya, hal mana menggambarkan corak hubungan yang terbatas,dimana setiap individu mempunyai otonomi jiwa atau kemerdekaan pribadi sebagaimana istilah ”Patembayan”. Namun meskipun masyarakat kota memiliki sikap yang individualis, mereka sebenarnya secara tidak langsung sangat bergantung pada banyak orang, karena banyak berbagai kebutuhan hidup yang tidak bisa dipenuhi oleh mereka sendiri sehingga harus membeli.
2.   Tingkah Laku
Tingkah lakunya bergerak maju mempunyai sifat-sifat kreatif, radikal, dan dinamis. Dari segi budaya masyarakat kota umumnya mempunyai tingkatan budaya yang lebih tinggi, karena aktifitasnya dan dinamikanya kehidupan kota lebih lekas menerima yang baru atau membuang sesuatu yang lama, lebih lekas mengadakan reaksi, lebih cepat menerima mode-mode dan kebiasaan-kebiasaan baru.
3.   Perwatakan-perwatakan
Perwatakannya cenderung pada sifat materialistis, akibat dari sikap hidup yang egois dan pandangan hidup yang radikal dan dinamis menyebabkan masyarakat kota lemah dalam segi religi. Ke-materialistis-an masyarakat kota juga dipengaruhi oleh mahalnya kebutuhan hidup di kota, sehingga mau tidak mau mereka dituntut untuk mencari uang sebanyak-banyaknya demi terpenuhinya kebutuhan sehari-hari. Dan sikap mereka yang seperti itu kadang menimbulkan efek-efek yang negatif, misalnya sekulerisme, hedonisme, dan lain-lain.(Mansyur: 107)
C. Interaksi Sosial Pada Masyarakat Kota
Untuk mengetahui bagaimana interaksi sosial pada masyarakat kota, mari kita lihat terlebih dahulu bagaimana kehidupan masyarakat kota secara umum.
1.   Sikap Hidup Masyarakat Kota
Sikap hidup masyarakat kota pada umumnya mempunyai taraf hidup yang lebih tinggi daripada masyarakat desa. Hal ini menuntut lebih banyak biaya hidup sebagai alat pemuas kebutuhan yang tiada terbatas yang mana menyebabkan orang-orang berlomba-lomba mencari usaha/kesibukan, mencari nafkah demi kelangsungan hidup pribadi atau keluarganya.Akibatnya timbulah sikap pembatasan diri didalam pergaulan masyarakat dan terpupuklah faham mementingkan diri sendiri yang akhirnya timbulah sikap individualism atau egoism. Sikap hidup yang demikian daripada anggota masyarakat ini mewujudkan hubungan didalam pergaulan yang hanya berdasarkan  kepentingan-kepentingan pribadi dimana segala sesuatunya terjalin hanya berdasarkan adanya pamrih untuk memperoleh keuntungan bagi diri sendiri.
2.   Tingkah Laku
Tingkah laku sebagaimana yang telah kami uraikan bahwa untuk mencapai usaha kearah pemenuhan materi dibutuhkan adanya daya upaya yang menuntut akal pikiran atau rasio yang mantap. Mengingat banyaknya fasilitas-fasilitas yang tersedia, memungkinkan anggota masyarakat kota meningkatkan pengetahuan mereka dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai akibat dari konsekuensi kemajuan peradaban kota didorong pula oleh sikap atau naluri untuk meniru dan menyesuaikan dengan lingkungannya, sehingga terciptalah suatu masyarakat yang bercorak radikal dinamis.
Masyarakat kota cenderung menjadi masyarakat yang konsumtif dan materialistis salah satu penyebabnya adalah mereka didesak oleh kebutuhan hidup yang serba mahal. Dan hal ini ternyata berpengaruh terhadap pola sosialisasi anak di kota. Fungsi pokok keluarga adalah menunjukkan sesuatu tempat sosial bagi anak-anak yang dilahirkan (Shahab: 103) dan secara idealnya keluarga merupakan tempat sosialisasi pertama bagi anak, namun karena kesibukan orang tua tidak jarang anak-anak di kota di titipkan ke tempat penitipan anak, sehingga untuk sosialisasi pertama atau primer digantikan oleh lembaga sosial yang lain.
3.   Pandangan Hidup Masyarakat Kota
Pandangan hidupnya menjurus pada materialistis. Sebagaimana yang telah kami uraikan, Nampak jelas dalam sikap hidup maupun tingkah laku masyarakat kota yang menjurus kepada kepentingan diri pribadi. Yang mengakibatkan mereka untuk mengabaikan faktor-faktor sosial dalam lingkungan masyarakat sekitarnya. Disamping itu juga masyarakat masih memerlukan adanya hiburan ataupun rekreasi sebagai penyegaran yang disebabkan kepenatan aktifitas masyarakat kota. Jika dipandang dari segi religi, kepribadian masyarakat kota corak-coraknya tersendiri didalam memenuhi kebutuhan duniawinya dengan kejiwaan. Akibat dari pengaruh kesibukan dan gaya hidup yang serba dinamis, menyebabkan orang-orang kota kurang memperhatikan dalam segi religi. Fikiran serta mindset yang tertanam dalam masyarakat kota adalah bagaimana mereka dapat memenuhi kebutuhan duniawinya  dengan berbagai cara pemuasan tanpa memikirkan bahwa tindakan yang dilakukanya itu melanggar aturan dalam agama maupun tidak, karena mereka hanya menanamkan pemuasan secara fisik dengan kebutuhan hidup yang mereka miliki. Dengan kata lain tingkat persaingan didalam ranah materi sangat erat namun berbalikan dengan adanya persaingan dalam tahap religi. (mansyur :112)
Akibat dari keseluruhan ini menimbulkan gejala-gejala yang negatif, orang tidak segan-segan melanggar norma-norma  yang ada. Pikirannya hanya satu jalan  demi tercapainya tujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Maka timbulah dekadensi moral, tindakan kriminal, pemerasan, pemalsuan dan berbagai masalah lainnya.
Dari uraian di atas kita bisa mengetahui bahwa interkasi sosial di masyarakat kota lebih didasarkan pada keuntungan bukan murni sesuatu yang datang dari hati. Seperti halnya di desa, di kota juga banyak terdapat kelompok sosial, yang membedakan antara di desa dan di kota adalah tipe nya. Tipe kelompok sosial yang ada di desa adalah Gemeinschaftatau paguyuban, sedangkan di kota adalah gesellschaft atau patembayan. Paguyuban merupakan bentuk kehidupan bersama dimana anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah serta bersifat kekal.Dasar hubungan tersebut adalah rasa cinta dan rasa kesatuan batin yang memang telah dikodratkan.Sebaliknya, patembayan merupakan ikatan lahir yang bersifat pokok untuk jangka waktu yang pendek. Bentuk patembayan terdapat dalam hubungan yang berdasarkan ikatan timbalbalik., misalnya pedagang, pekerja di pabrik, dan lain-lain.
D.  Hubungan Sosial Masyarakat Kota dan Hubungan Individu dengan Kelompok Kerabat
Penghuni kota modern memenuhi syarat sebagai warga dunia, karena pada umumnya mereka mengikuti perkembangan aktivitas-aktivitas yang berpusat sepangjang hari selama 24 jam di masyarakat, bukan hanya terbatas dikotanya atau lingkungannya saja tetapi mereka juga mengikuti kegiatan masyarakat dunia lainnya. Mereka membaca berita lewat surat-surat kabar, majalah yang diterbitkan di seluruh negara di dunia. Mendengarkan berita-berita lewat media elektronika seperti radio, melihat kejadian-kejadian lewat televisi dan peralatan komunikasi yang lain seperti telepon atau telegraf dan lain sebagainya.
            Warga kota bekerja dimana saja tak terbatas oleh ruang. Mereka bisa berdagang dengan antar bangsa di dunia, seperti dibidang eksport import, berbelanja di toko-toko terkenal di kota-kota di dunia dengan fasilitas yang disediakan seperti pesawat terbang, kapal laut dan alat-alat transportasi yang lain. Disamping di bidang kegiatan ekonomi juga di bidang sosial dan budaya yang lain seperti dalam bidang pendidikan, kesehatan, diplomasi, dan rekreasi. Hubungan sosial yang sangat kompleks inilah yang membedakan antara masyarakat kota atau perkotaan dengan msyarakat perdesaan. Dilihat dari segi pekerjaan, masyarakat kota sangat beraneka, mereka berhubungan dengan banyak sekali orang disekitarnya dalam berbagai jenis pekerjaan yang dilakukan dan merekapun berhubungan dengan sesama mereka saja dalam suasana yang relatif tidak jauh berbeda. Masyarakat kota mempunyai banyak kesempatan untuk bergabung dalam berbagai klub di berbagai kegiatan yang diminati. Akibat dari itu semua, maka sifat hubungan sosial mereka bersifat sangat luas, tapi terbatas dan tidak intim, hubungan karena ada kepentingan dan bercorak pribadi (individu) sehingga bentuk-bentuk kegotong-royongan murni seperti yang ada si desa-desa tidak tampak.
            Kesibukan masing-masing pada masyarakat kota dalam tempo yang cukup tinggi dapat mengurangi perhatian mereka kepada sesamanya, termasuk anggota keluarganya sendiri. Jika hal seperti ini berlebihan, maka mereka akan mempunyai sifat acuh atau kurang mempunyai sifat solidaritas sosial kelompok. Kepadatan penduduk kota yang begitu tinggi, mengakibatkan warga kota dekat secara fisik tapi jauh dari segi sosial-psikologis, seolah-olah terjadi “jarak sosial” yang cukup dalam.
Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa salah satu masalah besar mengenai masyarakat kota ialah tentang fungsi keluarga. Di dalam masyarakat desa, kelompok kekerabatan itu memegang peranan yang penting sekali sebagai organisasi yang fungsinya bermacam-macam. Posisi individu sebagian besar ditentukan oleh kelompok kekerabatan dimana ia dilahirkan. Menurut Goode (Schoorl, JW., 1984 : 279) kekuatan-kekuatan di dalam masyarakat kota yang menggerogotiorganisasi keluarga tradisional ialah sebagai berikut:
  1. Keharusan mobilitas horisontal atau geografik, yang menyebabkan kontak fisik antarkeluarga menjadi kurang teratur dan kurang sering.
  2. Mobilitas sosial yang besar, sehingga anggota-anggota satu kelompok kekerabatan juga dari satu keluarga masuk dalam kelas sosial yang berbeda-beda dengan cara hidup yang berlainan. Ini menyebabkan lebih sulitnya mengadakan kontak.
  3. Organisasi kota dan industri mengambil alih berbagai fungsi kelompok kekerabatan, seperti perlindungan politik, penyelenggaraan pendidikan, peminjaman uang dan sebagainya.
  4. Lebih diutamakan prestasi (achievement) daripada keturunan (ascription) sehingga kelompok keluarga menjadi kurang penting.
  5. Karena pelaksanaan spesialisasi yang dipegang teguh, maka juga tidak banyak kemungkinannya bahwa ikatan kekrabatan itu akan memegang peranan dalam menentukan kedudukan (Schoorl, JW., 1984 : 279).
Komunitas kota lebih menekankan pentingnya kelompok sekunder (keakraban kecil, wujudnya temporer dan melibatkan kurangnya kontak antarpribadi). Orang-orang kota banyak berhubungan dengan bermacam-macam kelompok manusia dalam sehari, seperti para pejabat, penumpang bis, anggota seni rakyat, tetapi hubungan tersebut hanya bersifat sambil lau saja dalam arti bahwa ia tidak melibatkan kekerapan hubungan seperti kelompok inti dan ia juga tidak bersifat tetap. Kehidupan di kota bersifat egoisme. Seseorang yang pergi berjalan ke daerah yang jauhnya dua mil dari rumahnya, tidak akan dikenali oleh siapapun yang melihatnya. Di dalam bis atau di warung, dia hanya seorang individu dalam kumpulan orang ramai. Ketidak-acuhan ini melemahkan pengaruh kontrol kelompok inti karena kelompok inti adalah berdasarkan pada hubungan yang kekal antara individu yang bersangkutan.
Penduduk di dalam komunitas kota adalah lebih heterogen. Di dalam kota besar terdapat perbedaan tegas dari segi ekonomi dan politik dan dengan berlatar agama serta etnis yang berlainan. Perbedaan tegas dalam hal kekayaan dan kemiskinan lebih sering terdapat di kota besar di banding di luar kota. Akibatnya individu akan selalu berhubungan dengan orang yang tidak sama dengan dirinya dalam banyak hal. Orang-orang kota saling berhubungan satu sama lain berdasarkan minat, bukannya berdasarkan tempat.



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan

Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa pada umumnya masyarakat kota telah banyak meninggalkan sifat-sifat dari pakemnya terdahulu yaitu norma-norma yang diusung sebagai sebuah control sosial yang berlaku, karena dipengaruhi oleh berbagai pengaruh baik itu kebudayaan asing, kemajuan teknologi, perkembangan industry maupun dampak lainnya. disamping itu pula tidak bisa dihindarkan dalam mempertahankan norma-norma agama yang membawa mereka kearah kemerosotan moral.
Harus diakui pula bahwa masyarakat kota lebih pesat perkembangannya atau dengan istilah lain, lebih modern. Sikap hidup dan prinsip pandangan hidupnya lebih praktis, tidak bertele-tele, tidak terikat dengan adat kebiasaan yang statis, yang pada umumnya merupakan suatu penghalang bagi kemajuan. Setiap wilayah masyarakatpun pasti memiliki karakteristik tersendiri sebagaimana yang telah dikemukakan bahwa masyarakat pada hakikatnya adalah bersifat dinamis dan tidak akan dapat bersifat tetap. Oleh sebabanya segala perkembangan ada gejolak yang terjadi didalam masyarakat kota utamanya adalah biarkan menjadi sebuah karakteriistik pembeda dengan masyarakat lain(desa).

B.     Saran

Interaksi sosial pada masyarakat kota cenderung kurang intensif jika dibandingkan dengan interaksi pada masyarakat desa, sehingga terkadang banyak menimbulkan permasalahan-permasalahan yang tidak diinginkan seperti halnya kontravensi dan konflik yang berkepanjangan. Untuk itu, kami selaku penulis memberi saran antara lain:
1.    Sebagai makhluk sosial manusia memerlukan orang lain untuk bertahan hidup, maka dalam kehidupan sosial, masyarakat kota khususnya harus menjaga hubungan dan interaksi antar masyarakat sehingga terjalin hubungan yang harmonis diantaranya. Masyarakat kota sebaiknya membuang sedikit sifat ego, individualis, dan sikap acuh pada dirinya.
2.    Untuk meminimalisir terjadinya konflik, masyarakat kota bisa mengembangkan sikap kerja sama, menghargai orang lain agar tercipta masyarakat yang harmonis.


DAFTAR PUSTAKA

Clolil Mansyur. Sosiologi Masyarakat Kota dan Desa.Surabaya: Usaha Nasional.
IGN. Arinton Pudja.1989. Hubungan Ketetanggaan dan Kehidupan Komunal dalam Menuju Keserasian Sosial di Lampung.Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Schoorl, JW. 1984. Modernisasi. Jakarta : PT Gramedia.
Shahab, kurnadi. 2012. Sosiologi Pedesaan. Yogyakarta: Ar-ruzz media.
Soerjono Soekanto. 2009. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.



0 Response to " interaksi sosial pada masyarakat kota"

Post a Comment

Contoh Penelitian Sederhana, Materi Sosiologi: Metode Penelitian Sosial (Problematika Proses Pembelajaran di Sekolah-Sekolah di Perkotaan)

Contoh Penelitian Sederhana, Materi Sosiologi: Metode Penelitian Sosial (Problematika Proses Pembelajaran di Sekolah-Sekolah di Perkotaa...

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel