perubahan sosial budaya yang terjadi pada masyarakat desa adat Tenganan Bali
Thursday, 28 November 2013
Add Comment
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Balimerupakan
salah satu kota wisata yang paling popular di Indonesia. Banyak wisatawan baik lokal
maupun luar negeri yang berkunjung kesana sehingga memungkinkan terjadinya
perubahan social yang besar pada masyarakat bali, baik dalam bidang ekonomi,
pendidikan dan industry. Akan tetapi, ternyata masih ada sebagian masyarakat
bali yang masih mempertahankan budaya asli masyarakat bali asli (bali aga),
seperti masyarakat yang yang tinggal di desa adat Tenganan yang terletak di
kecamatan Manggis kabupaten Karangasem provinsi Bali.
Desa tenganan
adalah salah satu desa adat yang masih tetap mempertahankan keaslian budaya
mereka, sehingga hal ini dapat menarik para wisatawan untuk melihatnya.Keaslian
desa tenganan juga sering dijadikan sebagai kajian ilmu antropologi, arkeologi,
adat sejarah dan sastra.Hal itu juga yang melatarbelakangi kami untuk
menelitinya.
B.
Pembatasan
Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan uraian di atas
maka permasalahan
yang ada harus dibatasi. Pembatasan masalah ini bertujuan untuk memfokuskan
perhatian pada observasi agar diperoleh kesimpulan yang benar dan mendalam pada
aspek yang damati. Cakupan masalah dalam observasi ini dibatasi pada bagaimana konsep
perubahan sosial serta perubahan budaya(etnografi) yang ada pada masyarakat
desa adat Tenganan Bali.
C.
Rumusan
masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi
masalah, dan batasan masalah diatas maka rumusan masalah pada observasi ini
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Bagaimana
deskripsi singkat tentang desa adat Tenganan Bali?
2. Teori apa yang digunakan untuk mengkaji perubahan
sosial budaya yang terjadi pada masyarakat desa adat Tenganan Bali?
3. Bagaimana
perubahan sosial budaya yang terjadi pada masyarakat
desa adat Tenganan Bali?
D.
Tujuan
Penelitian
Tujuan Umum
1. Untuk
mengetahui deskripsi singkat tentang desa adat Tenganan Bali.
2. Untuk mengetahui teori yang digunakan untuk mengkaji
perubahan sosial budaya yang terjadi pada masyarakat desa adat Tenganan Bali
3. Untuk
mengetahui konsep perubahan sosial-budaya yang terjadi pada masyarakat desa
adat Tenganan Bali.
Tujuan khusus
1. Untuk
mengetahui bagaimana proses perubahan
sosial budaya yang terjadi pada
masyarakat desa adat Tenganan
dan
masyarakat disekitar
desa adat Tenganan Bali.
2. Secara
khusus, untuk mengetahui dampak
dari perubahan sosial budaya yang terjadi pada masyarakat desa adat tenganan
Bali.
E.
Manfaat
Observasi
Observai ini diharapkan dapat memberikan manfaat,
baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu sebagai berikut:
1.
Manfaat
secara Teoritis
KKL II di desa Tenganan Bali mengenai Perubahan
sosial-budaya di desa aga (desa adat)
Tenganan Bali diharapkan dapat memberikan manfaat untuk perkembangan ilmu
pengetahuan, dan memberikan pengetahuan secara umum mengenai perkembangan
masyarakat dan perubahan sosial-budaya yang terjadi di desa adat Tenganan bali, serta dapat
bermanfaat bagi penelitian
selanjutnya yang sesuai
dengan tema ini.
2.
Manfaat
secara Praktis
a.
Bagi
Peneliti
Melalui Kuliah Kerja Lapangan ini, kami dapat mengaplikasikan ilmu
pengetahuan khususnya mata kuliah Perubahan sosial-Budaya secara nyata.
Selain itu, kami
juga dapat mengetahui bagaimana perubahan
sosial-budaya serta struktur dan proses sosial yang ada pada masyarakat desa Aga Tenganan Bali.
b.
Bagi
Mahasiswa
Hasil KKL ini diharapkan dapat digunakan
sebagai informasi mengenai perubahan
sosial-budaya terkait dengan era globalisasi saat ini,
dan bagaimana fenomena sosiologis yang muncul terkait dengan hal ini, serta
laporan observasi ini dapat bermanfaat sebagai referensi kajian untuk observasi
lainnya dengan tema yang sesuai.
c.
Bagi
Masyarakat
Laporan observasi KKL ini dapat memberikan sumbangan
pemikiran kepada masyarakat mengenai proses dan dampak dari perubahan sosial-budaya yang terjadi,terutama untuk
masyarakat desa Tenganan itu sendiri, sehingga masyarakat
mampu memilih secara
selektif kebudayaan luar yang masuk, agar desa Tenganan tetap menjadi desa adat
di Bali yang dapat menarik wisatawan, sehingga Tenganan dapat tetap dijadikan sebagai
desa adat untuk pariwisata.
d.
Bagi
Universitas dan Lembaga Pendidikan
Hasil laporan observasi
KKL ini
diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan bagi para akademisi tentang
Perubahan sosial budaya
dan dampak sosiologis
dari perubahan sosial budaya yang ditimbulkan.
BAB II
METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi
Penelitian
Penelitian
Kuliah Kerja Lapangan II
KKL
dipusatkan di desa Tenganan,
Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali.
B. Tema
penelitian
Penelitian
KKL II
difokuskan pada temaPerubahan Sosial Budaya yang terjadi di desa adat Tenganan, Kecamatan
Manggis, Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali.
C. Bentuk
dan Strategi Penelitian
Berdasarkan sifat dan spesifikasi yang diangkat
dalam penelitian ini, maka bentuk penelitian yang tepat digunakan dalam penelitian ini
adalah metode pendekatan Kualitatif.
Penelitian Kualitatif adalah penelitian yang meggunakan wawancara sebagai sumber
datanya, dan mencari informasi yang selengkap-lengkapnya dari suatu hal.
D. Sumber
Data
1.
Data
Primer
Yang
dimaksud data primer disini adalah pengambilan data dengan wawancara. Wawancara telah dilakukan dengan narasumber
yaitu bapak I Putu Swarjana selaku perbekel (Kepala Desa), I putu widiya, dan beberapa
warga masyarakat desa adat Tenganan Bali.
2.
Data
Sekunder
Data ini berupa sumber tertulis yaitu
sumber diluar kata-kata dan tindakan yang dikategorikan sebagai sumber data kedua,
namun tetap penting keberadaannya bagi upaya pengumpulan data penelitian.
Sumber data tertulis dalam penelitian yang telah kami lakukan ini adalah
buku-buku, dan sumber-sumber
lainnya yang
berkenaan dengan observasi
ini.
E. Teknik
Pengumpulan Data
1. Wawancara
Wawancara merupakan suatu kegiatan untuk
memperoleh informasi atau data dengan cara bertanya langsung kepada responden
atau narasumber. Wawancara ini dilakukan dengan cara komunikasi tatap muka,
namun berbeda dengan kegiatan percakapan yang kita lakukan sehari-hari. Dalam
kegiatan ini, wawancara dan narasumber belum saling mengenal sebelumnya.
Pewawancara selalu menjadi pihak yang bertanya, dan narasumber selalu menjadi
pihak yang menjawab pertanyaan. Dalam pelaksanaannya, pewawancara membawa
pedoman yang merupakan garis besar mengenai hal-hal yang akan di tanyakan.
2. Observasi
Observasi merupakan suatu aktivitas
penelitian dalam rangka pengumpulan data sesuai dengan masalah penelitian,
melalui proses pengamatan di lapangan. Dalam pelaksanaan observasi, peneliti
memiliki pedoman observasi yang berisi daftar mengenai sesuatu yang ingin di
observasi. Jenis-jenis observasi ini ada dua, yaitu observasi partisitifatif,
dan observasi non partisipatif. Dalam observasi partisipatif dibagi menjadi dua
yaitu partisipatif penuh dan sebagian.
3. Studi
Pustaka
Studi kepustakaan merupakan suatu
kegiatan penelusuran dan penelaah literature. Kegiatan ini dilakukan untuk
mencari sumber data sekunder yang mendukung penelitian dengan menggunakan
bahan-bahan dokumentasi, baik berupa buku, website dan arsi-arsip lainnya yang mendukung dalam penulisan
laporan ini.
F. Teknik
Analisis Data
1.
Pengumpulan
data
Data
yang didapat berasal dari observasi langsung(partisipasi penuh) ke lokasi
penelitian tepatnya di Tenganan
Kecamatan Manggis Kabupaten Karangasem Bali. Kemudian kami
melakukan wawancara ke narasumber yang lebih mengerti atau paham tentang
keadaan atau seluk beluk desa aga(desa adat) desa TengananManggis Karangasem Bali,
serta pengamatan langsung di desa tersebut. Selanjutnya, dilakukan pengumpulan
data-data yang di peroleh dan kemudian kami olah berdasarkan studi pustaka yang
relevan, sehingga tersusun dalam bentuk laporan KKL II.
2.
Reduksi
Data
Miles
dan Huberman menyatakan bahwa proses reduksi merupakan proses pemilihan,
pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data
kasar yang muncul dari hasil pengisian angket. Proses reduksi data ini
dimaksudkan untuk lebih mempertajam, menggolongkan, mengarahkan, membuang
bagian data yang tidak diperlukan serta mengorganisasikan data sehingga mudah
untuk dilakukan penarikan kesimpulan yang kemudian dilanjutkan dengan proses
verifikasi. Dalam observasi
ini,
reduksi data dilakukan dengan cara pemilihan dan pengelompokkan daftar
pertanyaan yang sama, kemudian di rekapitulasi agar nantinya dapat memudahkan
pengolahan ke dalam analisis
deskriptif.
3.
Penyajian
Data
Penyajian data adalah sejumlah informasi
yang tersusun danmemberikan kemungkinan-kemungkinan adanya penarikan kesimpulan
dan pengambilan tindakan lebih lanjut. Dengan melihat penyajian data, kita akan
dapat memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan
selanjutnya. Agar sajian data berupa naratif sebagai wadah panduan informasi
tentang apa yang terjadi, maka data disajikan sesuai dengan apa yang diteliti.
Penyajian data dalam laporan observasi
kami menggunakan
analisis secara
naratif dan deskriptif, sehingga pembaca mampu memahami isi dan hasil dari observasi yang telah kami lakukan.
4.
Penarikan
Kesimpulan
Kesimpulan merupakan langkah akhir dalam
pembuatan suatu laporan. Penarikan kesimpulan adalah usaha untuk mencari atau
memahami makna, keteraturan pola-pola penjelasan, alur sebab akibat atau
proposisi. Kesimpulan yang ditarik segera diverifikasi dengan cara melihat dan
mempertanyakan kembali sambil melihat catatan lapangan agar memperoleh
pemahaman yang lebih tepat. Selain itu juga dapat dilakukan dengan
mendiskusikannya. Hal tersebut dilakukan agar data yang diperoleh dan
penafsiran terhadap data tersebut memiliki validitas sehingga kesimpulan yang
ditarik menjadi kokoh.
BAB III
KAJIAN TEORI, PEMBAHASAN,
DAN ANALISIS
A. Kajian
Teori
Definisi perubahan social menurut beberapa
tokoh
- Kingsley Davis
Perubahan Sosial adalah perubahan-perubahan
social sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi
masyarakat.
- McIver
Perubahan social adalah perubahan yang
menyebabkan keseimbangan antara kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder.
- Gillin dan Gillin
Perubahan social adalah suatu variasi dari
cara-cara hidup yang telah diterima yang disebabkan oleh perubahan-perubahan
kondisi geografis, kebutuhan material, komposisi penduduk, ideologi, maupun
adanya difusi atau penemuan-penemuan baru dalam masyarakat tersebut.
- Selo Soemarjan
Perubahan social adalah segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam
suatu masyarakat yang mempengaruhi system sosialnya. Termasuk nilai didalamnya,
sikap-sikap dan pola perilaku diantara kelompok dalm masyarakat.
- Samuel Koenig
Perubahan social menunjuk pada
modifikasi-modifikasi (perubahan yang terjadi pada pola-pola kehidupan manusia)
modifikasi-modifikasi tersebut terjadi karena sebab intern dan ekstern.
Beberapa bentuk perubahan social dan
kebudayaan:
1. Perubahan lambat dan
perubahan cepat
Peruabahan lambat
(evolusi) adalah perubahan yang memerlukan waktu yang lama, dan
rentetan-rentetan perubahan kecil yang saling mengikuti dengan lambat.Pada
evolusi perubahan terjadi dengan sendirinya tanpa rencana atau kehendak
tertentu. Beberapa teori mengenai evolusi, diantaranya:
a. Unilinear theories of
evolution, teori ini pada pokoknya berpendapat bahwa manusia dan masyarakat
termasuk kebudayaannya mengalami perkembangan sesuai dengan tahap-tahap
tertentu, bermula dari bentuk yang sederhana sampai pada dengan bentuk yang
kompleks dan sempurna.
b. Universal theories of
evolution, menyatakan bahwa perkembangan masyarakat tidaklah perlu melalui
tahap-tahap tertentu yang tetap. Teori ini mengemukakan bahwa kebudayaan
manusia telah mengikuti suatu garis evolusi yang tertentu.
c. Multilined theory of
evolution, teori ini lebih menekankan pada penelitian-penelitian terhadap
tahap-tahap perkembangan tertentu dalam evolusi masyarakat.
Sedangkan perubahan
cepat (revolusi) merupakan perubahan yang terjadi secara cepat dan direncanakan
terlebih dahulu atau tanpa rencana.Ukuran kecepatan suatu perubahan yang
dinamakan revolusi, sebenarnya bersifat relative karena revolusi dapat memakan
waktu yang lama.
2. Perubahan kecil dan
perubahan besar
Perubahan kecil adalah
perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktur social yang tidak membawa
pengaruh langsung atau berarti bagi masyarakat.Seperti perubahan mode pakaian,
model rambut dsb.Sedangkan perubahan besar adalah perubahan yang terjadi pada
unsur-unsur dan struktur social yang memberikan pengaruh yang sangat besar
sehingga tidak dipungkiri dapat memberikan perubahan pada struktur yang
bersangkutan.
3. Perubahan yang
direncanakan dan perubahan yang tidak direncanakan.
Perubahan yang
direncanakan merupakan perubahan yang diperkirakan atau telah direncanakan
terlebihdahulu oleh piahk-pihak yang hendak menggandakan perubahan didalam
masyarakat.Pihak-pihak yang menghendaki perubahan dinamakan agent of chage yaitu seseorang atau
sekelompok orang yang mendapat kepercayaan masyarakat sebagai pemimpin satu
atau lebih lembaga-lembaga masyarakat.
Perubahan yang tidak
direncanakan merupakan perubahan-perubahan yang terjadi tanpa dikehendaki, atau
direncanakan, berlangsung diluar jangkauan pengawasan masyarakat dan dapat
menyebabkan timbulnya akibat-akibat social yang tidak diharapkan masyarakat.
B. Deskripsi
Data
Menurut
sebagian versi catatan sejarah, kata Tenganan berasal dari kata
"tengah" atau "ngatengahang" yang memiliki arti
"bergerak ke daerah yang lebih dalam". Kata tersebut berhubungan
dengan pergerakan masyarakat desa dari daerah pinggir pantai ke daerah
pemukiman di tengah perbukitan, yaitu Bukit Barat (Bukit Kauh) dan Bukit Timur
(Bukit Kangin).Sejarah lain mengatakan bahwa masyarakat Tenganan berasal dari
Desa Peneges (Gianyar), yang dulu disebut sebagai
Bedahulu. Menurut cerita rakyat, Raja Bedahulu pernah kehilangan salah satu
kudanya dan orang-orang mencarinya ke Timur. Kuda tersebut ternyata ditemukan tewas
oleh Ki Patih Tunjung Biru, orang kepercayaan sang raja. Atas loyalitasnya, Ki
Patih tunjung Biru mendapatkan wewenang untuk mengatur daerah yang memiliki
aroma dari bangkai kuda tersebut. Ki Patih mendapatkan daerah yang cukup luas
karena dia memotong bangkai kuda tersebut dan menyebarkannya sejauh yang dia
bisa lakukan. Itulah asal mula dari daerah Desa Tenganan.
Desa Tengganan atau yang sering
disebut Desa Adat Tenganan Pegeringsingantermasuk dalam wilayah Kecamatan
Manggis, Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali. Desa yang sangat
menjaga konsistensi hukum adatnyaini berada kurang lebih 17 km dari kota
Amlapura atau 65 km dari Denpasar Bali. Desa Tenganan terletak sangat berdekatan dengan
kawasan wisata Candi Dasa yaitu berjarak 2 km.Desa yang
memiliki luas 917,2 ha ini memiliki jumlah penduduk 672 orang. Penduduk Desa
Adat Tenganan bermata pencaharian sebagai petani. Dalam hal ini adalah petani
pemilik bukan sekedar petani penggarap. Luas daerah dari desa terdiri dari 8 %
pemukiman, 22 % sawah, dan sisanya 70 % lahan kering dan instruktur desa.
Sebagaimana disampaikan oleh I Putu Suwarjono sebagai Kepala Desa yang menjabat
saat ini. Maka jumlah demikian maka setiap warga Desa Tenganan memiliki harta
1,5 ha.
Desa Tenganan terdiri atas 3 banjar
yaitu banjar Kauh, banjar Kangin dan banjar Pande. Wilayah desa terdiri dari
tiga bagian utama antara lain komplek pemukiman, perkebunan dan komplek
persawahan. Desa Tenganan merupakan salah satu dari sejumlah desa kuno di Pulau
Bali. Dibilang kuno karena masyarakat Desa Tenganan sangat menjaga setiap
kultur yang diwariskan turun-temurun oleh nenek moyangnya. Pola kehidupan
masyarakat Desa Tenganan merupakan satu contoh kebudayaan desa-desa Bali Aga.
Bali Aga artinya adalah Bali sebelumnya masuknya ajaran Hindu ke Bali. Hal
inilah yang membedakannya dengan desa-desa lain di Bali dataran.
Banjar Kauh yang terletak di sebelah
barat, dapat dikatakan sebagai bagian utama dari daerah pemukiman penduduk
karena hampir semua bangunan terletak pada bagian ini. Bangunan-bangunan adat
meliputi balai agung (balai suci), balai petemu (balai
pertemuan), balai kul kul (menara kentongan), pawon desa (dapu
desa), pawon teruna (dapur pemuda), wantilan (gedung
pertemuan, balai jineng (lumbung padi), dan bale
kencan (tempat bersantai).
Penduduk Desa Adat Tenganan
Pegringsingan hingga tahun 2010 tercatat 232 kepala keluarga (KK) atau ±670 jiwa. Umumnya masih berpendidikan SD
dan SMP. Namun, sudah banyak juga warga Tenganan Pegringsingan yang mengenyam
pendidikan tinggi dan meraih gelar sarjana.Aktivitas keseharian warga Tenganan
Pegringsingan yakni bertani atau pun menekuni usaha kerajinan. Tenganan
Pegringsingan memiliki lahan tegalan yang cukup luas yakni 583,035 ha (sekitar
66,41 persen dari luas desa) serta lahan sawah seluas 255,840 ha (25,73 dari
luas desa). Lahan itu ada yang digarap sendiri, tetapi umumnya digarap oleh
orang luar dan warga Tenganan Pegringsingan hanya menerima hasilnya.Usaha
kerajinan yang ditekuni orang Tenganan Pegringsingan berkaitan erat dengan
keberadaan desa ini sebagai desa wisata. Ada yang menenun dengan produksi
unggulan kain geringsing, ada yang membuat atta, membuat lontar
serta aneka cenderata untuk wisatawan.
Pemukian di desa ini berpetak-petak
lurus dari utara ke selatan dengan luas pekarangan yang sama yakni 2,342 are.
Masing-masing rumah dihuni satu keluarga. Tiap-tiap leret rumah dibelah oleh
sebuah jalan tanah yang disebut sebagai sebagai awangan. Awangan ini
dibatasi oleh sebuah sekolan air.Ada tiga awangan di desa ini. Ada
awangan barat, awangan tengah dan awangan timur. Awangan
tengah dan timur lebih kecil, kira-kira setengah dari lebar awangan di
barat. Awangan barat kerap menjadi pusat keramaian tiap kali
dilaksanakan upacara keagamaan atau adat.Struktur pembagian tata ruang desa
mengikuti konsep Tapak Dara yakni pertemuan antara arah angin kaja-kelod
(utara-selatan) yang merupakan simbol segara-gunung (laut-gunung) dan
arah matahari kangin-kauh (timur-barat). Pertemuan kedua arah itu
dipersepsikan sebagai perputaran nemu gelang (seperti lingkaran) dengan
porosnya berada di tengah-tengah. Orang Tenganan Pegringsingan mengenalnya
dengan istilah maulu ke tengah atau berorientasi ke tengah-tengah.
Maknanya, mencapai keseimbangan melalui penyatuan bhuwana alit (manusia
dan karang paumahan atau pekarangan rumah) dengan bhuwana agung
(pekarangan desa).
Perkampungan dikelilingi tembok bak
benteng pertahanan. Lawangan atau pintu masuk desa berada di keempat
penjuru. Orang Tenganan Pegringsingan menyebut konsep penataan ruang desanya
itu sebagai Jaga Satru (berjaga dari serangan musuh).Rumah
adat Tenganan dibangun dari campuran batu merah, batu sungai, dan tanah.
Sementara atapnya terbuat dari tumpukan daun rumbi. Rumah adat yang ada
memiliki bentuk dan ukuran yang relatif sama, dengan ciri khas berupa pintu
masuk yang lebarnya hanya berukuran satu orang dewasa. Ciri lain adalah bagian
atas pintu terlihat menyatu dengan atap rumah
Karena letak Desa Tenganan diapit
oleh bukit maka dengan kata lain Tenganan berada dalam lembah. Oleh karena itu
Desa Tenganan Pegringsingan dibuat berundak atau terasering dengan posisi makin
ke selatan makin rendah, dengan luas wilayah mencapai 917.200 ha. Tujuannya
tentu saja untuk menghidari kikisan air hujan. Di dalam desa juga dibuat
saluran limbah atau utilitas lingkungan yang terencana dengan baik seperti
adanya boatan, teba pisan dan paluh menuju sungai.Pemukiman
di Tenganan menganut pola memusat. Membujur dari arah utara dan semakin
merendah ke arah selatan. Masing-masing banjar terdiri dari dua deretan rumah
penduduk yang berapat alang-alang dan pintu masuk yang menghadap ke jalan desa.
Bangunan adat sebagian besar terletakd I tengah-tengah jalan desa. Di atas
tanah yang dikelilingi hutan, tertata rapih deretan pemukiman, sawah, dan
tempat upacara.
Uniknya, seluruh tanah adalah milik
adat. Artinya, warga hanya diperkenankan untuk tinggal dan memanfaatkan lahan
berdasarkan kesepakatan adat danawig-awig atau kitab peraturan adat yang
juga mengatur mengenai keseharian warga. Hukum tersebut
ditulis pada abad ke-11 dan diperbaharui pada tahun 1842. Untuk menggunakan rumah dan
mengambil hasil hutan akan diputuskan melalui kraman desa atau
rapat kolektif para pemimpin desa. Meski begitu, barang pribadi bukannya tidak
direstui di desa ini. Ruang pribadi diberikan pada benda-benda di atas tanah,
pohon-pohon yang ditanam, dan rumah beserta isinya.
Masyarakat
Tenganan mengajarkan dan memegang teguh konsep Tri Hita Karana (konsep dalam
ajaran Hindu) dan mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari. Tri berarti tiga
dan Hita Karana berarti penyebab kebahagiaan untuk mencapai keseimbangan dan
keharmonisan. Tri Hita KaraWirawan na terdiri dari Perahyangan (hubungan yang
seimbang antara manusia dengan Tuhan), Pawongan (hubungan harmonis antara
manusia dengan manusia lainnya), dan Palemahan (hubungan harmonis antara
manusia dengan lingkungan alam sekitarnya).Implementasi Tri Hita Karana Di Desa
Tenganan Pegringsingan Sebagai Sumber Penciptaan Karya Fotografi Seni, I Komang
Arba. Hal
ini membuat Desa Tenganan dikenal
internasional namun kurang dikenal di nasional. Hal tersebut karena niat keras
dari masyarakatnya secara turun temurun untuk menjaga kelestarian di Desa Adat
Tenganan. Ternyata hal itu membuat Desa Adat Tenganan dikenal PBB dan menjadi
salah satu tujuan wisata lokal maupun luar negeri. Namun ternyata ada bagian
yang tidak bisa bertahan lama dari Desa Adat Tenganan. Sebuah ayunan yang
menjadi simbol kenyamanan dan keseimbangan saat ini sudah rusak dan tidak bisa
dipakai lagi
Kehidupan mereka masih sederhana.
Sebelum dijamah oleh pariwisata dan dunia luar, teknologi pembuatan rumah masih
menggunakan campuran batu kali dan batubata dari tanah liat. Proses pembuatan
batubata tersebut bisa memakan waktu sekitar sebulan. Batu-batu kali disusun
sedemikian rupa dan direkatkan dengan tanah liat. Daerah pemukiman Tenganan
dikelilingi oleh tembok. Di sisi tembok sebelah Utara, Selatan, dan Timur
terdapat gerbang yang disebut lawangan. Pemukiman Tenganan dibagi
menjadi tiga Banjar adat, yaitu Banjar Kauh (barat), Banjar Tengah
(Tengah), dan Banjar Kangin (Timur). Banjar Kangin disebut juga Banjar Pande,
yang dibagi lagi menjadi dua pemukiman, yaitu : Pande Kaja (Utara/Gunung) dan
Pande Kelot (Selatan/Laut). Pada masing-maisng Banjar terdapat dua deretan
rumah penduduk, sebelah kiri dan kanan jalan desa (awangan) yang
dibangun diatas tanah ulayat desa yang disebut Karang Desa.
Pola pemukiman masyarakat Tenganan
pun memiliki kekhasan tersendiri. Masing-masing kepala keluarga menempati
satu karang yang merupakan satu pola menetap di desa
tersebut. Karangterdiri atas empat deret memanjang dari utara ke
selatan, masing-masing menghadap ke awangan(jalan). Semua bangunan
di Tenganan mempunyai corak dan bahan yang sama. semua bangunan pantang untuk
diubah, kecuali bangunan paon dan bale meten yang
bisa diubah seperti arsitektur jaman sekarang. Setiap karang selalu mempunyai
bangunan sebagai berikut :
1.
Jelang
awang :
pintu masuk pekarangan yang terletak di bagian depan dan menghadapawangan.
2.
Bale
bunga : Bangunan
memanjang, menempati sepanjang tembok pekarangan sebelah luar jalan sampai
jalanan, dan umumnya terdiri dari tiga ruangan.Kegunaan bale bunga adalah
sebagai tempat melaksanakan upacara pritya yadnya, manusa yadnya, dan
dewayadnya, serta upacara subak dehe dan subak teruna; tempat beberapa
peralatan; dan tempat tidur bagi orang tua yang sudah melewati umur tertentu.
3.
Sanggah
Persimpangan: bangunan kecil biasanya berjumlah satu sampai tiga buah untuk
pemujaan atau persimpangan betara-betara, terutama betara dari Gunung Agung.
Pura Dasar, Betara dari Ngis, dan sebagaimnya. Bangunan ini tidak harus
terdapat pada setiap keluarga.
4.
Bale Tengah: sebuah bangunan
dengan dua buah ruangan terbuka dan satu serambi (amben) atau pelipir.
Bagian atas dari bangunan ini dipakai sebagai lumbung. Kedua ruang terbuka itu
adalah ruang luaran yang terletak di dekat jelanan dipakai untuk upacara
kematian (tempat mayat) serta ruang tebanan untuk tempat
kelahiran dan menaruh bantenpada waktu-waktu tertentu. Sehari-hari
bale tengah ini dipakai untuk tempat tidur, duduk-duduk, meneriman tamu dan
lain-lain. Bangunan ini terdiri dari dinding papan.
5.
Bale Meten: bangunan untuk
tempat tidur atau menyimpan barang-barang. Bangunan ini boleh diubah
arsitekturnya jika pemiliknya mampu atau telah memenuhi syarat-syarat tertentu.
6.
Paon : dapur terdiri dari satu
sampai tiga ruang yang terletak memanjang di sebelah bagian.
7.
Sanggah kelod : sebuah
bangunan sanggah yang terletak di antara bale biga dan balemeten,
yang menghadap ke utara tempat sembahyang dan sesajen.
8.
Tebe : pekarangan yang terletak di
bagian paling belakang dari rumah, yaitu tempat mengkandangkan babi, membuang
sampah dan menanam tumbuh-tumbuhan. Selain itu, ada tiga tebe pisan, yaitu
lorong tempat jalan mayat khusus bagi anak-anak yang belum tanggal giginya.
Selain
itu ada bangunan-bangunan khusus milik desa yang terletak di awangan sebelah
barat, yaitu :
1. Bale Agung
Pada
umumnya desa adat di Bali memiliki Bale Agung selaku unsur
kahyangan tiga. Bale agung di desa Tenganan terletak di suatu tempat terbuka
dengan ukuran yang cukup besar, memanjang dari utara ke selatan. Bangunan dasar
ini memiliki bentuk empat persegi panjang berikuran 50x5 meter dan tinggi 1
meter. Bangunan di atasnya berukuran 47x3 meter dan tinggi 1 meter, terbuat
dari kayu ketewel (kayu nangka). Tiangnya sebanyak 28 buah dan
atapnya dari ijuk. Fungsi utama bale agung adalah
tempat sangkepan (pertemuan) krama desa, baik setiap hari maupun pada saat
upacara. Selain itu juga sebagai tempat penyimpanan inventaris desa
seperti selunding (gamelan)
2. Bale Banjar
Bale
banjar adalah bale suci yang hanya boleh digunakan untuk sesuatu hal yang
bersifat sakral dan dilarang digunakan untk petemuan yang besifat halangan atau
kematian. Selain itu bale banjar juga merupakan balai cadangan milik desa.
Bangunan dasar ini berbentuk segi empat berukuran 13,5 x 4 meter dengan tinggi
50 cm, terdiri atas tumpukan batu kali yang direkatkan dengan tanah liat. Balai
di atasnya berukuran 12 x 2,5 meter dengan tinggi 80 cm, terdiri atas bahan
kayu dan bambu. Tiangnya berjumlah 10 buah dan atapnya terbuat dari daun palpalan (kelapa)
3. Bale Kenca
Bale
kenca atau pekenca terletak di sebelah timur laut bale agung yang berfungsi
sebagai tempat membicarakan suatu perkara penting yang mengarah kepada jalannya
persumpahan secara adat. Bangunan dasar berbentuk segi empat dengan ukuran 4 x
3 meter dan tinggi 70 cm, terdiri dari tumpukan batu kali. Balai di atasnya
berukuran 3 x 2 meter dengan tinggi 65 cm. bahannya dari kayu dan bambu.
Tiangnya berjumlah 4 buah dan atap terbuat dari ijuk.
4. Bale Patemon
Bale
patemon adalah balai pertemuan yang berjumlah tiga buah. Posisinya berderet di
sebelah utara bale agung. Bale patemon ini dipakai sebagai tempat pertemuan
untuk organisasi pemuda (seka teruna).
Apabila
terjadi suatu bencana, maka mereka akan mengadakan upacara besar guna
membersihkan desa dari segala kotoran. Upacara tersebut dinamakan nalespat (upacara
pembersihan), dan nubun dawing (upacara menanam sesajen).
Persiapan untuk upacara tersebut memakan waktu hampir setahun. Upacara-upacara
besar yang diadakan setiap tahunnya di Tenganan adalah Kasa, Ngalegi,
Sagudalam, Kedasa, Kapat, Kesanga.
Dalam
siklus hidup mereka juga terdapat beberapa upacara yang menandai perpindahan
dari satu tahap ke tahap lain. Seperti upacara potong gigi bagi yang telah
menginjak remaja, upacara perang pandan bagi remaja menuju dewasa, perkawinan,
dan kematian. Dalam tradisi khas Bali Aga yanguntuk menandai peralihan
status dari anak-anak ke remaja ini disemarakkan dengan atraksi pertarungan di
antara dua lelaki, baik muda maupun dewasa, yang saling menggosokkan daun
pandan berduri ke tubuh lawannya. Upacara ini disebut Mekare-karean atau Perang
Pandan, yang rutin diadakan antara bulan Juni-Juli.
C. Kajian
Terkait dengan Perubahan Sosial Budaya
1. Pranata Sosial
Pranata sosial adalah suatu sistem
tata kelakuan dalam hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas untuk
memenuhi berbagai kebutuhan khusus dalam masyarakat. Dengan kata lain, pranata
sosial merupakan kumpulan norma (sistem norma) dalam hubungannya dengan
pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat.
a.
Fungsi Pranata Sosial
Berikut adalah fungsi-fungsi pranata
sosial:
1)
Memberikan pedoman kepada anggota
masyarakat dalam hal bertingkah laku dan bersikap dalam menghadapi masalah
kemasyarakatan.
2)
Menjaga keutuhan dan integrasi
masyarakat
3)
Memberikan pegangan kepada masyarakat
untuk mengadakan sistem pengendalian sosial, artinya sistem pengawasan
masyarakat terhadap tingkah laku anggota-anggotanya.
Selain itu pranata sosial juga
memiliki dua fungsi besar yaitu fungsi manifes
(nyata) dan fungsi laten
(terselubung):
1)
Fungsi manifes adalah fungsi pranata
sosial yang nyata, tampak, disadari dan menjadi harapan sebagian besar anggota
masyarakat. Misalnya dalam pranata keluarga mempunyai fungsi reproduksi yaitu
mengatur hubugnan seksual untuk dapat melahirkan keturunan.
2)
Fungsi laten adalah fungsi pranata
sosial yang tidak tampak, tidak disadari dan tidak diharapkan orang banyak,
tetapi ada. Misalnya dalam pranata keluarga mempunyai fungsi laten dalam
pewarisan gelar atau sebagai pengendali sosial dari perilaku menyimpang.
b.
Ciri-ciri Pranata Sosial
Menurut
John Levis Gillin dan John Phillpe Gillin ciri umum pranata sosial adalah
sebagai berikut :
1)
Pranata sosial merupakan suatu organisasi pola
pemikiran dan pola perilaku yang terwujud melalui aktivitas kemasyarakatan dan
hasilnya terdiri atas adat istiadat, tata kelakuan, kebiasaan, serta
unsur-unsur kebudayaan yang secara langsung atau tidak langsung tergabung dalam
satu unit yang fungsional.
2)
Hampir semua pranata sosial mempunyai suatu tingkat
kekekalan tertentu sehingga orang menganggapnya sebagai himpunan norma yang
sudah sewajarnya harus dipertahankan. Suatu
sistem kepercayaan dan aneka macam tindakan, baru akan menjadi bagian pranata
sosial setelah melewati waktu yang sangat lama.
3)
Pranata
sosial mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu.
4)
Pranata sosial mempunyai alat perlengkapan
yang digunakan untuk mencapai tujuan.
5)
Panata
sosial biasanya memiliki lambang-lambang tertentu yang secara simbolis
menggambarkan tujuan dan fungsinya.
6)
Pranata
sosial mempunyai suatu tradisi tertulis ataupun tidak tertulis yang merupakan
dasar bagi pranata yang bersangkutan dalam menjalankan fungsinya. Tradisi
tersebut merumuskan tujuan dan tata tertib yang berlaku.
c.
Tipe-Tipe
Pranata Sosial
Dalam
kehidupan masyarakat terdapat berbagai macam pranata sosial, dimana satu dengan
yang lain sering terjadi adanya perbedaan-perbedaan maupun persamaan-persamaan
tertentu. Persamaan dari berbagai pranata sosial itu diantaranya, selain
bertujuan untuk mengatur pemenuhan kebutuhan warganya, juga karena pranata itu
terdiri dari seperangkat kaidah dan pranata sosial. Sedangkan perbedaannya,
seperti dikemukakan oleh J.L. Gillin dan J. P. Gillin (1954), bahwa pranata
sosial diantaranya:
Dari sudut
perkembangannya dikenal dua macam pranata sosial yaitu :
1)
Crescive institutions, pranata
sosial yang tidak disengaja tumbuh dari adat istiadat masyarakat sehingga
disebut juga pranata yang paling primer. Contoh : pranata hak milik,
perkawinan, dan agama.
2)
Enacted institutions, pranata
sosial yang sengaja dibentuk untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Contoh :
pranata utang-piutang dan pranata pendidikan.
Dan dari sudut sistem nilai
yang diterima oleh masyarakat dikenal dua macam pranata social yaitu :
1)
Basic institutions, pranata
sosial yang penting untuk memelihara dan mempertahankan tata tertib dalam
masyarakat, misalnya keluarga, sekolah, dan Negara.
2)
Subsidiary institutions, pranata
sosial yang berkaitan dengan hal yang dianggap oleh masyarakat kurang penting,
misalnya rekreasi.
Dari Sudut Penerimaan
Masyarakat, juga dikenal dua macam pranata sosial yaitu :
1)
Aproved dan Sanctioned institutions, pranata sosial yang diterima oleh
masyarakat, seperti sekolah dan perdagangan.
2)
Unsantioned institutions, pranata
sosial yang ditolak oleh masyarakat meskipun masyarakat tidak mampu
memberantasnya, misalnya pemerasan, kejahatan, dan pencolongan.
Dari Sudut Penyebaran
1)
General institutions, pranata
sosial yang dikenal oleh sebagian besar masyarakat dunia. Misalnya : pranata
agama, HAM.
2)
Restructed institutions, pranata
sosial yang hanya dikenal oleh sebagian masyarakat tertentu, misalnya pranata
Agama Islam, Katolik, Protestan, Hindu, dll.
Dari Sudut Fungsi
1)
Operative institutions, pranata
sosial yang berfungsi menghimpun pola-pola atau cara-cara yang diperlukan untuk
mencapai tujuan dari masyarakat yang bersangkutan, misalnya pranata industri.
2)
Regulative institutions, pranata
sosial yang bertujuan mengawasi adat istiadat atau tata kelakuan yang ada dalam
masyarakat, misalnya pranata hukum seperti kejaksaan dan pengadilan.
d.
Macam-Macam
Pranata Sosial
1.
Pranata
Keluarga
Keluarga merupakan unit
masyarakat yang terkecil yang terdiri dari ayah, ibu, dananak. Keluarga
mempunyai banyak fungsi penting yaitu :
a)
Fungsi Reproduksi: Keluarga merupakan lembaga
yang fungsinya mempertahankan kelangsungan hidup manusia. Dalam masyarakat yang
beradab, keluarga adalah satu-satunya tempat untuk tujuan itu. Berlangsungnya
fungsi reproduksi berkaitan erat dengan aktivitas seksual laki-laki dan wanita.
Dengan berkeluarga, manusia dapat melanjutkan keturunan secara tepat, wajar,
dan teratur di lihat dari segi moral, cultural, sosial, dan kesehatan.
b)
Fungsi
Afeksi: Salah satu kebutuhan manusia adalah kasih saying atau rasa saling
mencintai. Apabila kebutuhan kasih sayang tidak terpenuhi, keluarga akan
mendapatkan gangguan emosional, masalah perilaku, dan kesehatan fisik.
c)
Fungsi
Sosialisasi: Keluarga merupakan tempat sosialisasi pertama dan paling utama
bagi anak sehingga kelak dapat berperan dengan baik di masyarakat. Keluarga
sebagai media sosialisasi kelompok primeryang pertama bagi seorang anak, dan
dari situlah perkembangan kepribadian dimulai. Pada saat anak sudah cukup umur
untuk memasuki kelompok atau media sosialisasi lain diluar keluarga. Pondasi
dasar kepribadian anak sudah tertanam secara kuat, dan kepribadiannya pun sudah
terarah dengan baik melalui keluarga.
d)
Fungsi
Ekonomi: Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan ekonomi anggota
keluarganya. Untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, semua anggota keluarga
melakukan kerja sama. Pada umumnya, seorang suami melakukan kegiatan ekonomi
untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan keluarga, sedangkan isteri berfungsi
mengatur keuangan dan belanja keluarga.
2.
Pranata
Ekonomi
Pranata ekonomi adalah
pranata sosial yang menangani masalah kesejahteraan materiil, yang mengatur
kegiatan atau cara berproduksi, distribusi, dan konsumsi barang dan jasa yang
diperlukan bagi kelangsungan hidup masyarakat agar semua lapisan masyarakat
mendapatkan bagian yang semestinya. Fungsi pranata ekonomi yaitu:
a)
Memelihara
ketertiban,
b)
Mencapai
consensus,
c)
Meningkatkan
produksi ekonomi semaksimal mungkin.
Contoh dari Pranata Ekonomi adalah bertani, industri, bank, koperasi dan
sebagainya.
3.
Pranata
Politik
Pranata Politik adalah
peraturan-peraturan untuk memelihara tata tertib, untuk mendamaikan
pertentangan-pertentangan dan untuk memilih pemimpin yang wibawa. Fungsi
pranata politik yaitu:
a)
Melaksanakan
undang-undang yang telah disahkan,
b)
Melembagakan
norma melalui undang-undang yang dibuat oleh lembaga legislatif,
c)
Menyelesaikan
masalah-masalah yang terjadi diantara warga masyarakat, dll.
Contoh Pranata politik
adalah seperti sistem hukum, sistem kekuasaan, partai,wewenang, pemerintahan.
4.
Pranata Pendidikan
Tujuan pranata pendidikan
ialah memberikan ilmu pengetahuan, pendidikan sikap, dan melatih keterampilan
kepada warga agar seseorang dapat mandiri dalam mencari penghasilan.Contohnya
seperti Kegiatan Belajar Mengajar, sistem pengetahuan, aturan, kursus, pendidikan
keluarga, ngaji.
5.
Pranata
Kepercayaan/Agama
Fungsi pokok pranata agama
adalah memberikan pedoman bagi manusia untuk berhubungan dengan Tuhannya dan
memberikan dasar perilaku yang ajeg dalam masyarakat.Contohnya seperti upacara
semedi, tapa, zakat, infak, haji dan ibadah lainnya.
2. Stratifikasi Sosial
Menurut Pitirim A. Sorokin stratifkasi sosial adalah pembedaan penduduk
atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis).
Bentuk konkrit
lapisan-lapisan dalam masyarakat tersebut bermacam-macam. Namun, pada
prinsipnya bentuk-bentuk tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam tiga macam
kelas, yaitu:
a. Kelas
yang didasarkan pada factor ekonomis,
b. Kelas
yang didasarkan pada factor politik,
c. Kelas
yang didasarkan pada jabatan-jabatan tertentu dalam masyarakat.
a.
Unsur-unsur
stratifikasi sosial meliputi:
1)
Status
(kedudukan)
Status adalah sebagai
tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial, sehubungan dengan
orang lain dalam kelompok tersebut. Menurut Pitirim A. Sorokin untuk mengukur
status seseorang secara rinci dapat diklihat dari jabatan atau pekerjaan,
pendidikan dan lusnya pengetahuan, kekayaan, politis, keturunan, agama. Status
dibedakan menjadi tiga:
a) Ascribed
status, yaitu status yang diperoleh sejak lahir. Kebanyakan tipe status ini dijumpai dalam
masyarakat dengan system pelapisan sosial tertutup. Misalnya, seorang anak yang
lahir dalam kasta Brahmana juga akan memperoleh status demikian.
b) Achieved
status, yaitu kedudukan yang diperoleh seseorang dengan usaha-usaha yang sengaja
dilakukan. Kedudukan ini bersifat terbuka bagi siapa saja tergantung pada
kemampuan masing-masing. Misalnya saja setiap orang bisa menjadi hakim,
arsitek, pengacara, dan lain-lain.
c) Assigned
status, yaitu kedudukan yang diperoleh karena
jasa atau suatu tindakan yang telah dilakukan kepada orang lain yang
berakibt besar. Assigned status dapat dikatakan pula sebuah hadiah atau
penghargaan yang diberikan kepada orang lain. Contoh gelar Doktor Honoris Causa
dan gelar pahlawan revolusi yang diberikan kepada 6 jendral korban PKI yang
tewas di Lubang Buaya, Jakarta.
2)
Peran
(Role)
Merupakan hak dan
kewajiban yang ada pada seseorang sesuai dengan kedudukannya. Suatu peran
paling sedikit mencakup tiga hal, yaitu:
a) Peran
meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam
masyrakat,
b) Peran
adalah suatu konsep ihwal apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam
masyarakat,
c) Peran
dapat dikatan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial
masyarakat.
b.
Sifat-sifat
stratifikasi sosial
1)
Stratifikasi
tertutup
Sistem lapisan yang
bersifat tertutup membatasi kemungkinan pindahnya seseorang dari satu lapisan
ke lapisan yang lain, baik yang merupakan gerak ke atas atau ke bawah. Contoh:
kasta-kasta di India. Sistem lapisan pada masyarakat yang berstratifikasi
tertutup sangat kaku dan menjelma dalam diri kasta-kasta.
2)
Stratifikasi
terbuka
Dalam system terbuka
setiap anggota masyarakat mempunyai kesempatan untuk berusaha dengan kecakapan
sendiri untuk naik lapisan, atau bagi mereka yang tidak beruntung jatuh pada
lapisan yang atas ke lapisan di bawahnya. Pada umumnya system terbuka ini
memberi perangsang yang lebih besar kepada setiap anggota masyarakat untuk
dijadikan landasan pembangunan masyarakat daripada system yang tertutup.
3. Mobilitas
Sosial
Mobilitas sosial
menurut William Kornblumadalah perpindahan
individu-individu,keluarga-keluarga, dan kelompok-kelompok sosialnya dari satu
lapisan ke lapisan lainya.Sedangkan menurut Michael Bassis adalah
perpindahan keatas atau kebawah lingkungan sosial ekonomi yang merubah status
sosial seseorang dalam masyarakat.
Menurut Horton dan Hant
mobilitas sosial dapat diartikan
sebagai suatu gerak perpindahan dari suatu kelas sosial ke kelas sosial
lainnya. Dalam mobilitas sosial secara prinsip dikenal dua macam, yaitu
mobilitas sosial vertical dan mobilitas sosial horizontal. Yang dimaksud dengan
mobilitas sosial vertical adalah perpindahan individu atau objek sosial dari
kedudukan sosial ke kedudukan sosial lainnya yang tidak sederajat. Sesuai
dengan arahnya karena uitu dikenal da jenis mobilitas vertical, yaitu:
a.
Gerak sosial yang meningkat (sosial
climbing), yaitu gerak perpindahan anggota masyarakat dari kelas sosial rendsah
ke kelas sosial yang lebih tinggi
b.
Gerak sosial yang menurun (sosial
sinking), yaitu gerak perpindahan anggota masyarakat dari kelas sosial tertentu
ke kelas sosial lain lebih rendah posisinya
Yang
dimaksud dengan mobilitas sosial horizontal adalah perpindahan individu atau
objek-objek sosial lainnya dari suatu kelompok sosial yang satu ke kelompok
sosial lainnya yang sederajat.
4. Interaksi
Sosial
Manusia sebagai makhluk
individu dan makhluk masyarakat, tidaklah lepas dari suatu interaksi sosial.
Sedangkan pengertian dari interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial
yang dinamis yang menyangkut hubungan
antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara
orang-perongan dengan kelompok manusia. Interaksi mempunyai unsur-unsur sebagai
berikut:
a.
Kontak
sosial
Kontak berasal dari
bahasa latin con atau cum (yang artinya bersama-sama) dan tanngo (yang artinya menyentuh). Jadi,
artinya secara harfiah adalah bersama-sama menyentuh. Secara fisik, kontak baru
terjadi apabila terjadi hubungan badaniah, karena orang dapat mengadakan
hubungan dengan pihak lain tanpa menyentuhnya. Kontak primer terjadi apabila yang
mengadakan hubungan langsung bertemu dan berhadapan muka.Sebaliknya, kontak yang sekunder
memerlukan suatu pengantara.
Komunikasi
Sosial
Komunikasi adalah bahwa
seseorang memberikan tafsiran pada perilaku orang lain (yang berwujud
pembicaraan, gerak-gerak badaniah, atau sikap), perasaan-perasaan apa yang
ingin disampaikan oleh
orang tersebut. Komunikasi memungkinkan kerjasama antara orang-perorangan atau
antara kelompok-kelompok manusia dan memeang komunikasi merupakan salah satu
syarat terjadinya kerjasama. Akan tetapi, tidak selalu komunikasi menghasilkan
kerjasama bahkansuatu pertikaian mungkin akan terjadi sebagai akibat salah
paham atau masing-masing tidak mau mengalah.
b.
Bentuk-Bentuk
Interaksi Sosial:
Interaksi sosial
terbagi menjadi dua bentuk, yaitu asosiatif dan disosiatif.
1)
Proses
Asosiatif
a)
Kerja
Sama(Cooperation)
Menurut Charles H.
Cooley kerja sama timbul apabila orang yang menyadari bahawa mereka mempunyai
kepentingan-kepentingan yang sama, dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup
pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi
kepentingan-kepentingan tersebut. Kesadaran akan adnya kepentingan-kepentingan
yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam
kerjasama yang berguna. Ada lima bentuk kerja sama, antara lain:
i.
Kerukunan yang mencakup gotong royong
dan tolong-menolong,
ii.
Bargaining
yaitu
pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang-barang dan jasa antara dua
organisasi atau lebih,
iii.
Cooptation
yaitu
suatu proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan
politik dalam suatu organisasi, sebagai salah satu cara untuk menghindari
terjadinya kegoncangan dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan,
iv.
Coalition
yaitu
kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan-tujuan yang
sama,
v.
Joint
Venture yaitu kerja sama dalam pengusahaan proyek-proyek
tertentu, misalnya pengeboran minyak, pembangunan hotel, dan lain-lain.
b)
Akomodasi
(Accomodation)
Kata akomodasi yang menunjuk
kepada suatu keadaan, berarti adanya suatu keseimbangan dalam interaksi antara
orang-perorangan, atau kelompok-kelompok manusia dalam kaitannya dengan
norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku di dalam masyarakat.
Akomodasi juga menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu
pertentangan yaitu usaha-usaha untuk mencapai kestabilan. Bentuk-bentuk
akomodasi antara lain:
i.
Coersion
adalah
suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan oleh karena adanya paksaan. Coersion merupakan bentuk akomodasi,
dimana salah satu pihak berada dalam keadaan yang lemah bila dibandingkan
dengan pihak lawan.
ii.
Compremise
adalah
suatu bentuk akomodasi dimana pihak-pihak yang terlibat saling mengurangi
tuntutannya agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada.
iii.
Arbritation
merupakan
suatu cara untuk mencapai compromise apabila
pihak-pihak yang berhadapan tidak sanggup mencapainya sendiri.
iv.
Mediation
hampir
menyerupai arbritation. Pada mediation diundanglah pihak ketiga yang
netral dalam soal perselisihan yang ada.
v.
Conciliation
adalah
suatu usaha untuk mempertemukan keinginan-keinginan dari pihak-pihak yang
berselisih demi tercapainya suatu persetujuan bersama.
vi.
Toleration
juga
sering dinamakan tolerant-participation.
Ini merupakan suatu bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang formal bentuknya.
vii.
Stalemate
merupakan
suatu akomodasi, dimana pihak-pihak yang bertentangan karena mempunyai kekuatan
yang seimbang berhenti pada suatu titik tertentu dalam melakukan
pertentangannya.
viii.
Adjudication,
yaitu
penyelesaian perkara atau sengketa di pengadilan.
c)
Assimilation (asimilasi)
Asimilasi merupakan
proses sosial dalam taraf lanjut ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi
perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang-perorang atau kelompok-kelompok manusia
dan juga meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap, dan
proses mental dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan
bersama.
2)
Proses
Disosiatif
a)
Persaingan
(competition)
Persaingan atau competition dapat diartikan sebagai
suatu proses sosial, dimana individu atau kelompok manusia yang bersaing
mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa
tertentu menjadi pusat perhatian umum (baik perseorangan maupun kelompok
manusia) dengan cara menarik perhatian publik atau dengan mempertajam prasangka
yang telah ada tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan.
b)
Kontravensi
(contravention)
Kontravensi pada
hakikatnya merupakan suatu prose sosial yang berbeda antara persaingan dan
pertentangan atau pertikaian[1].
c)
Konflik
Konflik merupakan
kelanjutan dari kontravensi, dimana persaingan yang terjadi diantara kedua
pihak sudah ditunjukkan dan menyebabkan pertikaian, serta kontak fisik. Konflik
dapat dibedakan menjadi konflik antar individu, antar kelompok, dan konflik
antara individu dengan kelompok. Sedangkan konflik dapat terjadi karena adanya
perbedaan individu, perbedaan kepentingan, perubahan sosial, dan lain-lain.
5. Norma
Sosial
Menurut Emile Durkheim, norma-norma sosial adalah sesuatu yang berada
di luar individu. Membatasi mereka dan mengendalikan tingkah laku mereka.[2] Secara sosiologis, norma-norma sosial tumbuh
dari proses kemasyarakatan hasil dari kehidupan bermasyarakat. Individu
dilahirkan dalam suatu masyarakat dan disosialisasikan untuk menerima
aturan-aturan dalam masyarakat yang sudah ada sebelumnya. Norma-norma social
setelah mengalami suatu proses, pada akhirnya akan menjadi bagian tertentu dari
lembaga kemasyarakatan . proses tersebut dinamakan proses pelembagaan (institutionalization), yaitu suatu
dikenal, diakui, dihargai, kemudian ditaati dalam kehidupan sehari-hari. proses
yang dilewatkan oleh suatu norma yang baru untuk menjadi bagian dari salah satu
lembaga kemasyarakatan. Maksudnya ialah sampai norma itu oleh masyarakat Mengingat
adanya proses termaksud di atas, dibedakan lembaga kemasyarakatan sebagai
peraturan dan yang sungguh-sungguh berlaku.
Norma-norma
yang ada dalam masyarakat, mempunyai kekuatan mengikat yang berbeda–beda. Ada
norma yang lemah, sedang , yang terkuat daya ikatnya. Dan umumnya masyarakat
tidak berani melanggarnya. Untuk dapat membedakan kekuatan mengikat norma-norma
tersebut, secara sosiologis dikenal adanya empat macam pengertian[3] :
a.
Cara
(usage)
Dalam
tingkatan norma ini, lebih menonjol di dalam hubungan antar individu dalam
masyarakat. Pelanggaran terhadap norma ini hanya terbatas pada sekedar celaan
dari individu yang dihubunginya.
b.
Kebiasaan
(folkways)
Norma
dalam tingkatan ini mempunyai kekuatan mengikat yang lebih besar daripada
tingkatan cara. Kebiasaan yang diartikan sebagai perbuatan yang diulang-diulang
dalam bentuk yang sama merupakan bukti bahwa orang banyak menyukai perbuatan
tersebut. Apabila perbuatan ini tidak dilakukan, maka akan dianggap sebagai
suatu penyimpangan terhadap kebiasaan umum dalam masyarakat. Menurut MacIver
dan Page, kebiasaan merupakan perilaku yang diakui dan diterima oleh
masyarakat. Selanjutnya, dikatakan bahwa apabila kebiasaan tersebut tidak
semata-mata dianggap sebagai sebagai cara perilaku saja.
c.
Tata
Kelakuan (Mores)
Tata
kelakuan mencerminkan sifat-sifat yang hidup dari kelompok manusia yang
dilaksanakan sebagai alat pengawas, secara sadar maupun tidak sadar, oleh
masyarakat terhadap anggota-anggotanya. Tata kelakuan di satu pihak memaksakan
suatu perbuatan dan di lain pihak melarangnya sehingga secara tidak langsung
merupakan alat agar anggota masyarakat menyesuaikan perbuatan-perbuatannya
dengna tata kelakuan tersebut.
d.
Adat
Istiadat (custom)
Adat
istiadat merupakan tingkat norma yang tertinggi daripada yang lain. Tingkat
hukumannya pun dapat dipastikan lebih berat daripada yang lain.[4]
Berdasarkan sumbernya, norma
dibedakan menjadi lima yaitu :
a.
Norma agama
Norma
agama berasal dari Tuhan, pelanggarannya disebut dosa. Norma agama
adalah peraturan sosial yang sifatnya mutlak sebagaimana penafsirannya dan
tidak dapat ditawar-tawar atau diubah ukurannya karena berasal dari Tuhan.
Contoh: Melakukan sembahyang kepada Tuhan, tidak berbohong, tidak boleh
mencuri, dan lain sebagainya.
b.
Norma kesusilaan
Norma
kesusilaan adalah peraturan sosial yang berasal dari hati nurani yang
menghasilkan akhlak, sehingga seseorang dapat membedakan apa yang dianggap baik
dan apa pula yang dianggap buruk. Pelanggaran terhadap norma ini berakibat
sanksi pengucilan secara fisik (dipenjara, diusir) ataupun batin (dijauhi).
Contoh: Orang yang berhubungan intim di tempat umum akan dicap tidak
susila,melecehkan wanita atau laki-laki di depan orang
c.
Norma kesopanan
Norma
kesopanan adalah peraturan sosial yang mengarah pada hal-hal yang berkenaan
dengan bagaimana seseorang harus bertingkah laku yang wajar dalam kehidupan
bermasyarakat. Contoh: Tidak meludah di sembarang tempat, memberi atau menerima
sesuatu dengan tangan kanan, tidak kencing di sembarang tempat.
d.
Norma kebiasaan
Norma
kebiasaan adalah sekumpulan peraturan sosial yang berisi petunjuk atau
peraturan yang dibuat secara sadar atau tidak tentang perilaku yang diulang-ulang
sehingga perilaku tersebut menjadi kebiasaan individu. Pelanggaran terhadap
norma ini berakibat celaan, kritik, sampai pengucilan secara batin. Contoh:
Membawa oleh-oleh apabila pulang dari suatu tempat, bersalaman ketika bertemu.
e. Norma Hukum
Norma
hukum adalah seperangkat peraturan yang dibuat oleh penguasa suatu masyarakat
atau negara, mengikat setiap orang dan berlakunya dapat dipaksakan oleh aparat
penguasa/negara.
Norma agama dan norma kesusilaan
berlaku secara luas di setiap kelompok masyarakat bagaimanapun tingkat
peradabannya. Sedangkan norma kesopanan dan norma kebiasaan biasanya hanya
dipelihara atau dijaga oleh sekelompok kecil individu saja, sedangkan kelompok
masyarakat lainnya.
Norma-norma tersebut, setelah mengalami suatu
proses pada akhirnya akan menjadi bagian tertentu dari lembaga kemasyarakatan.
Proses tersebut dinamakan proses pelembagaan (institutionalization), yaitu
suatu proses yang dilewatkan oleh suatu norma yang baru untuk menjadi bagian
dari salah satu lembaga kemasyarakatan. Yang dimaksud ialah, sampai norma itu
oleh masyarakat dikenal, diakui, dihargai dan kemudian ditaati dalam kehidupan
sehari-hari.
Proses pelembagaan sebenarnya tidak berhenti
demikian saja, akan tetapi dapat berlangsung lebih jauh lagi hingga suatu norma
kemasyarakatan tidak hanya menjadi institutionalized dalam masyarakat, tetapi
menjadi internalized. Maksudnya adalh suatu taraf perkembangan dimana para
anggota masyarakat dengan sendirinya ingin berperilaku sejalan dengan perilaku
yang memang sebenarnya memenuhi kebutuhan masyarakat. Dengan kata lain,
norma-norma tadi telah mendarah daging (internalized).
a.
Fungsi Norma
Norma-norma, aturan
proseduran dan aturan perilaku dalam kehidupan sosial pada hakikatnya adalah
bersifat kemasyaakatan. Yang dimaksud bersifat kemasyarakatan yaitu bukan saja
karaena norma-norma tersebut berkaitan dengan kehidupan sosial tetapi juga
kerena norma-norma tersebut adalah pada dasarnya merupakan hasil dari kehidupan
bermasyarakat. Norma-norma adalalah bagian dari masyarakat. Norma tumbuh dari
proses kemasyarakatan, ia menentukan batasan dari perilaku dalam kehidupan
masyarakat. Fungsi dari norma social itu sendiri adalah sebagai control social
(pengendalian social). Arti sesungguhnya pengendalian social jauh lebih luar,
karena pada pengertian tersebut tercangkup segala proses, baik yang
direncanakan atau tidak, yang bersifat mendidik, mengajak atau bahkan memaksa
warga-warga masyarakat mematuhi kaidah-kaidah dan nilai social yang berlaku.
Jadi pengendalian social dapat dilakukan oleh individu terhadap individu
lainnya (misalnya seorang ibu mendidik anak-anaknya untuk menyesuaikan diri
pada kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku) atau mungkin dilakukan
individu terhadap kelompok social (umpamanya seorang dosen pada perguruan tinggi
memimpin beberapa orang mahasiswa di dalam kuliah-kuliah kerja). Seterusnya
pengendalian social dapat dilakukan oleh suatu kelompok terhadap kelompok
lainnya, atua oleh suatu kelompok terhadap individu.
Dengan demikian,
pengendalian social terutama bertujuan untuk mencapai keserasian antara
stabilitas dengan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Dari sudut sifatnya
dapatlah dikatakan bahwa pengendalian social dapat bersifat preventif atau
represif. Preventif merupakan usaha pencegahan terhadap terjadinya
gangguan-gangguan pada keserasian antara kepastian dengan keadilan. Sementara
itu usaha-usaha yang represif bertujuan untuk mengembalikan keserasian yang
pernah mengalami gangguan. Usaha-usaha preventif misalnya dijalankan melalui
proses sosialisasi, pendidikan formal dan informal. Sementara itu represif
berwujud penjatuhan sanksi terhadap warga masyarakat yang melanggar atau
menyimpang dari kaedah-kaedah yang berlaku.
Alat-alat
pengendalian social dapat digolongkan kedalam paling sedikit lima golongan,
yaitu:
1) Mempertebal keyakinan anggota masyarakat akan
kebaikan norma-norma kemasyarakatan
2) Memberikan penghargaan kepada anggota
masyarakat yang taat kepada norma-norma kemasyarakatan
3) Mengembangkan rasa malu dalam diri atau jiwa
anggota masyarakat bila mereka menyimpang atau menyeleweng dari norma-norma
kemasyarakatan dan nilai-nilai yang berlaku
4) Menimbulkan rasa takut
5) Menciptakan system hokum, yaitu system tata
tertib dengan sanksi yang tegas bagi para pelanggar.
6. Kelompok
Sosial
Kelompok
sosial mengandung pengertian suatu kumpulan dari individu-individu yang saling
berinteraksi sehingga menumbuhkan perasaan bersama. Berikut ini adalah
pengertian kelompok sosial dari beberapa ahli.
a.
Menurut Soerjono
Soekanto kelompok sosial adalah sekelompok manusia yang memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:
1)
Setiap anggota
kelompok tersebut harus sadar bahwa ia merupakan sebagian dari kelompok yang
bersangkutan.
2)
Adanya hubungan
timbal balik antara anggota yang satu dengan anggota yang lainnya dalam
kelompok itu.
3)
Adanya suatu
faktor yang dimiliki bersama oleh anggota-anggota tersebut sehingga hubunga
mereka bertambah erat. Factor tadi dapat merupkan nasib yang sama, kepentingan
yang sama, tujuan yang sama, ideology politik yang sama, dll. Tentunya factor
mempunyai musuh bersama misalnya dapat pula menjadi factor pengikat atau
pemersatu.
4)
Berstruktur,
berkaidah. dan mempunyai pola prilaku
b.
Menurut George
Homans, kelompok adalah kumpulan individdu yang melakukan kegiatan, interaksi
dan memiliki perasaan untuk membentuk suatu keseluruhan yang terorganisasi dan
berhubungan secara timbal balik.
c.
Menurut Paul B.
Horton dan Chester L. Hunt, istilah kelompok sosial diartikan sebagai kumpulan
manusia yang memiliki kesadaran akan keanggotaannya dan saling berinteraksi.
Kelompok-kelompok sosial dibagi dalam
beberapa tipe. Dasar yang akan diambil sebagai satu alternative untuk
mengadakan klasifikasi kelompok-kelompok sosial tersebut adalah ukuran jumlah
atau derajat interaksi atau kepentingan-kepentingan
sosial, organisasi, atau kombinasi dari ukuran-ukuran tersebut.
1.
Ingroup dan
Outgroup
a)
Ingroup, adalah
kelompok sosial dimana individu mengidentifikasikan dirinya
b)
Outgroup, yaitu
kelompok sosial yang oleh individu diartikan sebagai lawan ingroupnya
2.
Kelompok Primer
dan Kelompok Sekunder
a)
Kelompok primer
adalah kelompok sosial yang paling sederhana, dimana anggotanya saling mengenal
serta ada kerjasama yang erat. Contohnya keluarga, kelompok sepermainan, dll.
b)
Kelompok
sekunder adalah kelompok yang terdiri dari banyak orang, yang sifat hubungannya
tidak berdasarkan pengenalan secara pribadi dan juga tidak langgeng. Contohnya
hubungan kontrak jual beli.
3.
Paguyuban dan
Patembayan
a)
Paguyuban adalah
bentuk kehidupan bersama dimana anggotanya diikat oleh hubungan batin yang
murni, bersifat alamiah dan kekal. hubungan seperti ini dapat dijumpai dalam
keluarga, kelompok kekerabatan, rukun tetangga, dan lain-lain.
b)
Patembayan
adalah ikatan lahir yang ersifat pokok dan biasanya untuk jangka waktu pendek,
contohnya adalah ikatan antara pedangang, organisasi dalam suatu pabrik dan
lain-lain.
4.
Formal group dan
Informal Group
a)
Formal Group
adalah kelompok yang mempunyai peraturan tegas dan sengaja diciptakan oleh
anggota-anggotanya untuk mengatur hubungan antar sesama. Contoh: organisasi.
b)
Informal Group
adalah kelompok sosial yang tidak mempunyai struktur dan organisasi tertentu
yang pasti. Kelompok-kelompok tersebut biasanya terbentuk Karen pertemuan yang
berulang kali yang didasari oleh kepentingan dan pengalaman yang sama. Contoh:
klik.
5.
Membership Group dan Reference Group
a)
Membership Group
adalah merupakan suatu kelompok dimana setiap orang secara fisik menjadi
anggota kelompok tersebut
b)
Reference Group
adalah kelompok-kelompok sosial yang menjadi acuan bagi seseorang (bukan anggota kelompok tersebut)untuk
membentuk pribadi dan perilakunya
6.
Kelompok
Okupasional dan Kelompok Volunter
a)
Kelompok
Okupasional adalah kelompok yang muncul karena semakin memudarnya fungsi
kekerabatan. Kelompok ini timbul karena anggotanya memiliki pekerjaan yang
sejenis. Contoh: kelompok profesi seperti asosiasi sarjana farmasi, IDI, dll.
b)
Kelompok
Volenter adalah kelompok orang yang memiliki kepentingan yang sama, namun tidak
mendapatkan perhatian masyarakat.
D. PEMBAHASAN
1. Analisis
data
a.
Stratifikasi
Sosial
Desa adat tenganan tidak mengenal system kasta
seperti adanya masyarakat hindu di Bali lainnya. Mereka sejajar satu sama lain,
tanpa membedakan kasta mereka. Yang membedakan satu sama lain di antara
penduduk desa tenganan hanya lah kedudukan yang diperoleh oleh seseorang
berdasarkan usaha dan awig-awig yang sudah di tentukan semenjak dahulu kala.
Atau bisa kita sebut ini sebagai stratifikasi sosial terbuka. Dimana siapa saja
selama dia masih merupakan penduduk desa adat tenganan dapat menjadi aparat
desa bahkan perbekel atau ketua desa. Sehingga, keharmonisan antar penduduk di
desa tenganan dapat terus terjaga dengan baik dan damai hingga kini.
b.
Norma
Sosial
Masyarakat desa Tenganan sebagai masyarakat desa aga tentunya memiliki
norma-norma (awig-awig) yang mengatur kehidupan bermasyarakat. Awig-awig ini
ditaati bersama oleh masyarakat dan mempunyai sangsi yang berbeda-beda untuk
setiap tingkatan norma.
Beberapa awig-awig yang berlaku di desa Tenganan adalah:
1)
Dalam adat desa Tenganan Cerai merupakan hal yang
sangat dilarang dalam perkawinan.
2)
System perkawinan adalah endogamy, yaitu boleh
menikah hanya dengan sesama orang warga desa Tenganan, jika dilanggar maka ada
sangsinya, jika yang melanggar perempuan maka orang tersebut kehilangan hak dan
kewajiban sebagai warga desa Tenganan, jika yang melanggar laki-laki maka tidak
akan diberi kesempatan untuk menjadi aparat pengurus adat atau legislative
desa.
3)
Ada beberapa aturan seorang anggota legislative desa
akan lengser, yaitu jika orang tersebut berpoligami, jika salah seorang suami/
istri meninggal, dan jika salah satu anaknya menikah.
4)
Untuk pemangku adat desa, haruslah ibu-ibu yang
sudah monopouse atau laki-laki yang sudah berumur, sehingga sudah tidak
mempunyai insting biologis (suci).
5)
Pernikahan tidak boleh sesama saudara, yaitu maksimal batas saudara adalah
setelah sepupu (neneknya yang saudara), disebut mindor.
6)
Masyarakat Desa Tenganan tidak boleh menebang pohon
tanpa izin pemimpin desa, walaupun itu pohon milik pribadi. Jika ingin menebang
pohon, maka harus membentuk tim verivikasi yang terdiri dari 3 komponen (dewan
syuro, pemimpin, menteri), yaitu untuk menentukan pohon boleh atau tidak
ditebang.
7)
Ada 4 macam buah yang tidak boleh dipetik oleh warga
desa Tenganan, dalam artian jika ingin diambil harus karena buah itu jatuh
sendiri, yaitu durian, kluak, terep, kemori.
c. Interaksi
Sosial
d.
Mobilitas
Sosial
Mobilitas sosial menurut William Kornblum,adalah
perpindahan individu-individu,keluarga-keluarga, dan kelompok-kelompok
sosialnya dari satu lapisan ke lapisan lainya.Sedangkan menurut Michael
Bassis adalah perpindahan keatas atau kebawah lingkungan sosial ekonomi
yang merubah status sosial seseorang dalam masyarakat. Perpindahan yang terjadi
dapat berpindah baik dari lapisan yang paling tinggi maupun kelapisan sosial
yang paling rendah di dalam suatu hubungan sosial. Disetiap daerah-daerah pasti
adanya suatu mobilitas sosial baik itu secara vertikal maupun horizintal
begitupun di desa Tengganan.
Mata pencaharian penduduk desa Tengganan yakni
pertanian, berbagai macam hasil tanam seperti buah-buah yang dijadikan sebagai
sesajen bagi penduduk desa Tengganan untuk melakukan ritual keagamaannya. Dimana Mayoritas penduduk desa Tengganan
beragama hindu. Seiring berjalannya waktu di desa tengganan untuk melakuakan
ritual keagamannya yakni dalam pemberian sesajen telah mengalami suatu
perubahan yakni penduduk lebih memilih buah impor dari luar dibandingkan buah
lokal,dikarenakan kualitasnya lebih baik.
Dalam masyarakat desa Tengganan terdapat mobilitas
antargenerasi vertical naik yaitu dimana
orang tuanya hanya sebagai petani tapi mampu menyekolakan anaknya hingga
perguruan tinggi sampai anaknya menjadi PNS, Hal tersebut menyebabkan
terjadinya mobilitas sosial di desa tengganan. Tapi dalam hal ini penduduk
tersebut harus tetap menjalankan hak adat istiadat di desa tenganan.
e. Pranata Sosial
Desa tenganan Bali merupakan desa adat dimana dalam sistem kemasyarakatnya
terdapat pula pranata sosial seperti masyarakat pada umumnya. Di desa ini,
terdapat banyak sistem tata kelakuan
yang berupa aktivitas-aktivitas untuk memenuhi berbagai kebutuhan
masyarakat desa Tenganan sendiri. Oleh sebab itu di dalam masyarakat Desa
Tenganan terdapat norma-norma dalam hubungannya dengan aktivitas pemenuhan
kebutuhan pokok masyarakatnya. Dimana
pranata sosial yang merupakan norma-norma tersebut berfungsi untuk memberikan
pedoman kepada anggota masyarakat Desa Tenganan dalam bertingkah laku dan
bersikap dalam menghadapi masalah kemasyarakatan, menjaga keutuhan dan integrasi masyarakat
Desa tersebut, serta memberikan pegangan kepada masyarakat terhadap tingkah
laku anggota-anggotanya. Pranata sosial ini sangat penting bagi masyarakat Desa
Tenganan denga mengingat bahwa desa ini adalah desa adat yang memiliki
norma-norma yang berbeda dengan masyarakat lain dalam hal pemenuhan
kebutuhanya.
Macam-macam pranata sosial di Desa Tenganan Bali:
1. Pranata
Keluarga
Jelas di Desa Tenganan,
terdapat pranata keluarga. Dimana dalam masyarakat Tenganan yang merupakan
kelompok minoritas terdiri dari unit-unit keluarga. Dimana keluarga ini
mempunyai fungsi-fungsi penting dalam
keberlangsungan adanya Desa Tenganan tersebut. Keluara-keluarga ini
mempunyai banyak fungsi. Fungsi
reproduksi, dimana masyarakat Tenganan yang merupakan kelompok minoritas dapat
mempertahankan keberlangsungan dari anggota masyarakat tersebut karena jika
tidak ada reproduksi masyarakat Tenganan akan punah. Fungsi afeksi, seperti
halnya dalam masyarakat pada umumnya
dimana salah satu kebutuhan manusia adalah kasih sayang dimana kelurgalah yang
harus memenuhi kebutuhan tersebut. Fungsi Sosialisasi, hal ini terutama terkait
dengan Desa Tenganan merupakan Desa adat yang memiliki norma-norma yang berbeda
dengan masyarakat pada umumnya. Disinlah peran keluarga sebagai tempat
sosialisasi pertama dan utama bagi anak sebelum anak tersebut masuk dalam
masyarakat yang lebih luas. Fungsi ekonomi, sama seperti masyarakat pada
umumnya dimana keluarga berfungsi memenuhikebutuhan ekonomi keluarganya.
Sistem Perkawinan
Perkawinan
adalah salah satu bagian penting yang diatur dalam konstitusi dari Desa
Tenganan.Masyarakat Adat Desa Tenganan menjalin hubungan perkawinan hanya
dengan sesama masyarakat Adat desa itu sendiri.Perkawinannya tidak mengenal
adanya poligami maupun poliandri. Apabila salah satu wanita anggota masyarakat
Desa Tenganan mengikat perwakinan dengan pria luar Desa Adat Tenganan maka hak
dan kewajibannya akan dicabut dan harus meninggalkan desa. Sedangkan, apabila
seoarang pria anggota masyarakat dari Desa Adat Tenganan menikah dengan wanita
dari luar Desa Adat Tenganan maka sebelumnya harus menyamakan agamanya terlebih
dahulu.Bila menyamakan agama dengan pria Tenganan maka mereka bisa tetap
tinggal di Tenganan.Namun pasangan tersebut dan keturunannya tidak bisa menjadi
legislatif desa.Namun bila menyamakan agama dengan wanita luar Desa Adat
Tenganan tersebut maka pasangan tersebut harus meninggalkan Desa Adat Tenganan.
Sistem
perkawinan dari Desa Adat Tenganan tidak memperbolehkan untuk pernikahan dengan
sepupu. Sistem perkawinan masyarakat Tenganan ada tiga yaitu :
a)
Kawin
paksa yang dilakukan sepanjang pria dan wanitanya saling menyukai. Namun saat
ini kawin paksa tidak dilakukan lagi oleh masyarakat Tenganan.
b)
Kawin
pinak yaitu perkawinan yang dilakukan karena keinginan dari orangtua.
c)
Perkawinan
yang pada awalnya orangtua tidak setuju. Namun kemudian orantua pihak pria dan
wanita menyetujuinya.
2. Pranata
Ekonomi
Dimana pranata ini yang
menangani masalah kesejahteran materiil. Di Desa Tenganan sendiri mereka memiliki pranata ekonomi dimana
sebagian besar masyarakatnya adalah bertani. Mereka bertani di daerah mereka
sendiri dimana hasilnya merupakan milik bersama anggota masyarakat Desa
Tenganan tersebut. Sebagai contoh ketika salah satu keluarga mempunyai hajatan
maka anggota masyarakat lain akan membantu mengumpulkan bahan-bahan yang
dibutuhkan dari hasil bertani mereka bersama
3. Pranata
Politik
Pranata Politik di Desa
Tenganan adalah peraturan-peraturan mayarakat Tenganan untuk memelihara tata
tertib, untuk mendamaikan pertentangan-pertentangan dan untuk untuk memilih
pemimpin yang wibawa. Umumnya,
di desa-desa Bali Kuno, penentuan pemimpin adat sangatlah khas.Penentuan
pemimpin adat di Tenganan Pegringsingan juga memiliki keunikan tersendiri.Jika
di desa-desa adat lainnya di Bali pemimpin desa atau bendesa (ketua)
adat dipilih oleh krama (warga), di Tenganan Pegringsingan pemimpin desa
ditentukan berdasarkan senioritas.“Kepemimpinan desa memang tidak dipilih.Bukan
juga karena faktor keturunan, bukan keahlian serta tidak memakai masa
jabatan.Namun, berdasarkan senioritas yakni nomor urut perkawinannya di desa,”
kata Mangku Widia yang juga sebagai Sekretaris Desa Tenganan.
Pemerintahan
adat bersifat kolektif. Ada tiga struktur utama pemimpin desa, yaitu:
a.
Luanan. Ini merupakan penasihat atau penglingsir desa
yang diisi oleh keluarga yang memiliki nomor urut perkawinan 1-5. Luanan
biasanya hadir ketika sudah selesainya persiapan rapat atau suatu acara.
b.
Bahan
Roras. Posisi Bahan Roras
ini terbagi menjadi dua yakni Bahan Duluan yang diisi keluarga dengan
nomor urut perkawinan 6-11 dan Bahan Tebenan yang diisi keluarga dengan
nomor urut perkawinan 12-17. Bahan Duluan merupakan pelaksana
pemerintahan sehari-hari, perencana, pelaksana atau pucuk pimpinan. Pasangan
keluarga nomor urut 6-7 disebut dengan nama Tamping Takon (tampi artinya
‘menerima’ dan takon artinya ‘pertanyaan’) yang bertugas untuk menampung
atau menjawab segala macam pertanyaan dari krama desa. Sementara
keluarga dengan nomor urut-12-17 disebut dengan Bahan Tebenan. Tugasnya
sebagai pembantu atau cadangan Keliang Desa.
c. Peneluduan. Lapisan ini merupakan keluarga dengan nomor urut
perkawinan 18 dan seterusnya. Seorang dari Peneluduan tampil sebagai Saya
atau Juru Warta secara bergiliran setiap bulan. Peneluduan ini pun
dibagi lagi menjadi dua yakni Tambalapu Duluan yang diisi keluarga
dengan nomor urut perkawinan 18-23 sebagai penggerak dalam segala kegiatan dan Tambalapu
Tebenan yang diisi keluarga dengan nomor urut perkawinan 24-29 sebagai
cadangan atau pengganti.
Jika seorang Bahan Duluan meninggal dunia atau anaknya menikah, tidak serta merta posisinya digantikan sang anak. Posisi itu akan diisi oleh keluarga di nomor urut berikutnya. Sementara anak Bahan Duluan itu masuk sebagai krama desa dengan nomor urut terbaru.
Enam orang anggota Bahan Duluan secara keseluruhan berperan sebagai Keliang Desa. Dalam keseharian, gabungan Bahan Duluan dengan Bahan Tebenan dengan anggota yang berjumlah 12 orang yang disebut Bahan Roras bertugas sebagai Penyarikan (sekretaris). Tugas sebagai Penyarikan ini dipegang setiap anggota secara bergantian, satu orang setiap bulan.
Sementara gabungan antara Tambalapu Duluan dengan Tambalapu Tebenen yang berjumlah 12 orang disebut Tambalapu Roras, bertugas sebagai Saya Arah atau Juru Warta. Pembagian tugasnya adalah tiap empat orang anggota secara bergantian setiap bulan, mengerjakan tugas sebagai Saya Arah. Kelompok tugas yang lain disebut Peneluduan yang terdiri dari lima orang anggota, mempunyai tugas menjemput anggota Luanan yang berjumlah lima orang untuk mengikuti rapat atau sangkepan di Bale Agung.
Jika seorang Bahan Duluan meninggal dunia atau anaknya menikah, tidak serta merta posisinya digantikan sang anak. Posisi itu akan diisi oleh keluarga di nomor urut berikutnya. Sementara anak Bahan Duluan itu masuk sebagai krama desa dengan nomor urut terbaru.
Enam orang anggota Bahan Duluan secara keseluruhan berperan sebagai Keliang Desa. Dalam keseharian, gabungan Bahan Duluan dengan Bahan Tebenan dengan anggota yang berjumlah 12 orang yang disebut Bahan Roras bertugas sebagai Penyarikan (sekretaris). Tugas sebagai Penyarikan ini dipegang setiap anggota secara bergantian, satu orang setiap bulan.
Sementara gabungan antara Tambalapu Duluan dengan Tambalapu Tebenen yang berjumlah 12 orang disebut Tambalapu Roras, bertugas sebagai Saya Arah atau Juru Warta. Pembagian tugasnya adalah tiap empat orang anggota secara bergantian setiap bulan, mengerjakan tugas sebagai Saya Arah. Kelompok tugas yang lain disebut Peneluduan yang terdiri dari lima orang anggota, mempunyai tugas menjemput anggota Luanan yang berjumlah lima orang untuk mengikuti rapat atau sangkepan di Bale Agung.
4. Pranata
Pendidikan
Waalaupun sebagai suatu desa
adat, masyarakat Desa Tenganan tidak mau menutup diri dari masyarakat luar
apalagi dengan perkembangan pendidikan yang ada. Seperti halnya masyarakat pada
umumnya anak-anak dari Desa Tenganan juga mendapatkan pendidikan dari sekolah
formal milik negara. Pendidikan ini penting, untuk lebih mengetahui keadaan
luar dan terutama agar dapat tetap melestarikan budaya-budaya dan adat istiadat
yang ada dalam masyarakat Tenganan itu sendiri. Pranata sosial ini terdapat
pada saat kegiatan belajar mengajar. Selain itu pranata sosial juga ada pada pendidikan
keluarga.
5. Pranata
Kepercayaan/ agama.
Dimana masyarakat Desa
tenganan menganut agama Hindu yang memberikan pedoman bagi masyarakatnya untuk
berhubungan dengan Tuhannya dan memberikan dasar perilaku yang ajeg bagi
masyarakat Desa Tenganan tersebut. Di dalam masyarakat Desa Tenganan sendiri
terdapat upacara-upacara secara adat maupun agama. Sebagai contoh adanya
tradisi menindik telinga pria yang sudah menikah. Selain itu ada upacara
pemakaman anggota masyarakat yang meninggal, dimana masyarakat Tenganan tidak
seperti masyarakat Hindu diBali pada umumnya yang mempunyai upacara ngaben atau
pembakaran mayat. Namun, prosesi pemakaman di masyarakat Desa Tenganan hanya
dengan mengubur mayat tanpa membawa apapun termasuk tidak dibungkus dengan
kain. Karena mereka percaya manusia lahir tidak membawa apapun dan matipun
tidak membawa apapun
f. Kelompok
Sosial
Kelompok
sosial yang berada di Desa Tenganan Pengringsingan, kecamatan manggis,
kabupaten karangasem Bali, tidak jauh beda dengan kelompok-kelompok sosial yang
berada di mayarakat pada umumya, hanya saja yang membedakan dengan masyarakat
lain yaitu keistimewaan desa adat atau sering disebut kelian desa yang masih di
junjung tinggi keberadaanya. Di desa Tenganan kelompok masyarakat yang memimpin
masyarakat setempat terbagi dua yaitu kelompok pemerintahan dinas ( perbekel)
yang terdiri dari banjar dinas Tenganan Pegeringsingan, banjar dinas bukit kangin, banjar dinas bukit
kauh, banjar dinas gumung, banjar dinas Tenganan dauh tukad dan kelompok pemerintahan adat (kelian desa)
yang terdiri dari banjar adat kauh,
banjar adat tengah, banjar adat pande . Meskipun ada peraturan yang
formal akan tetapi peraturan desa adat lebih mengikat.
Sejauh
perkembangan pariwisata yang di gencarkan di propinsi Bali. Desa adat tenganan
juga tidak terlepas dari peranan pariwisata. Desa adat tenganan dijadikan obyek
wisata karena ketradisionalan desa tersebut di era modernisasi. Ini menjadi
daya tarik sendiri khususnya bagi wisatawan asing yang ingin melihat langsung
desa tradisional yang berada di Bali. Karena itulah desa adat tenganan selalu
di kunjungi turis asing. Berdasarkan hal itu,
secara langsung maupun tidak langsung membawa pengaruh negatif , baik
berupa pengaruh perubahan yang terjadi
pada desa adat tenganan. Salah satunya perubahan pada kelompok –kelompok sosial
di desa tenganan. Akan tetapi sejauh ini
kelompok sosial di desa tenganan belum mengalami perubahan yang signifikan. Ini
artinya kelompok sosial di desa tenganan dulu sampai sekarang masih tetap sama
baik bentuknya maupun fungsinya.
Di
desa adat tenganan sendiri terbagi beberapa kelompok sosial salah satunya saat
upacara ada kelompok sendiri yang mengatur tata cara upacara yaitu pemerintahan
adat seperti misalnya pada saat pencarian babi hitam, kelapa, pisang dan daun
serai untuk perlengkapan upacara. Kelompok pemerintahan dinas ada kelompoknya
sendiri yang mengatur pemerintahan dinas. Namun dalam tata upacara adat ada
perubahan sendiri terkait dengan perlengkapan upacara adat yaitu buah-buahan.
Sejak tahu bahwa buah import lebih berkualitas maka kelompok sosial yang
mengatur hal itu sepakat memakai buah import daripada buah local. Hal ini juga
di karenakan berkaitan ada beberapa buah-buahan yang di larang untuk di petik.,
kecuali menunggu buah jatuh sendiri dari pohonnya.
Sedemikian,
kelompok sosial yang terdapat di Desa Tenganan Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem
provinsi Bali. Dimana terdapat dua kelompok sosial yaitu pemerintahan adat
(kelian desa) dan pemerintahan dinas (perbekel) dan keduanya mempunyai peran
masing-masing dalam menjalankan dan
mengatur tata cara upacara.
g. Etnografi
Etnografi pada masyarakat desa Adat
Tenganan dapat
dijelaskan dengan beberapa penjelasan dibawah ini, antara lain:
1)
Mata Pencaharian
Umumnya, penduduk desa Tenganan bekerja sebagai petanipadi, namun ada
pula yang membuat aneka kerajinan. Beberapa kerajinan khas dari Tenganan adalah
anyaman bambu, ukiran, dan lukisan di atas daun lontar yang telah dibakar desa
ini pengunjung bisa menyaksikan bangunan-bangunan desa dan pengrajin-pengrajin
muda yang menggambar lontar-lontar. Sejak dulu, masyarakat Desa Tenganan juga
telah dikenal atas keahliannya dalam menenun kain gringsing.Cara pengerjaan
kain gringsing ini disebut dengan teknik dobel ikat.Teknik tersebut merupakan
satu-satunya di Indonesia dan kain gringsing yang dihasilkan terkenal istimewa
hingga ke mancanegara. Penduduk Tenganan masih menggunakan sistem barter dalam
kehidupan sehari-harinya.
2)
Kesenian
Tenganan sebagai sebuah Desa Adat yang sangat menjaga kulturnya masih
tetap menjalankan upacara-upacara Adat. Selalu akan ada upacara Adat yang mana
setiap keadaan akan sama dengan keadaan sebelumnya. Adapun upacara-upacara Adat
yang dilakukan di Desa Adat Tenganan beberapa diantaranya adalah :
i.
Upacara
kelahiran dewa yang dilakukan pada bulan 1
ii. Upacara dewa mendekati usia balita yang dilakukan pada
bulan 2
iii. Upacara dewa balita yang dilakukan pada bulan 3
iv. Upacara dewa mendekati usia dewasa yang dilakukan pada
bulan 4
v. Upacara dewa dewasa yang dilakukan pada bulan 5
vi. Upacara lansia yang dilakukan pada bulan 12
Pada saat upacara dilakukan tentu ada perhiasan dan
pakaian Adat yang harus dipakai.Perhiasan laki-laki adalah daun pisang yang
digulung kecil dan dimasukkan ke lobang telinga.Daun telinga yang dilobangi
dengan kolang-kaling sejak kecil.
3) Religi
Sebagian
besar masyarakat Desa Tenganan memeluk agama Hindu, tetapi mereka mempunyai
perbedaan dengan Agama Hindu yang dianut masyarakat Bali pada umumnya.Pemeluk
Hindu di Tenganan lebih menonjolkan peran Dewa Indra. Selain itu mereka juga
patuh pada kepercayaan asli Tenganan seperti pemujaan leluhur (ancestor
worship); percaya kepada adanya roh-roh di sekitar tempat tinggal mereka,
percaya adanya benda-benda atau tumbuh-tumbuhan yang mempunyai jiwa dan
perasaan seperti halnya manusia, dan percaya kepada adanya kekuatan-kekuatan
sakti yang berasal dari benda-benda yang bersifat luar biasa.
4) Kekerabatan
Masyarakat desa Tenganan menganut sistem
kekerabatan bilateral yaitu menarik garis keturunan dari keduanya (ayah dan
ibu)
5) Bahasa
Bahasa yang digunakan oleh masyarakat
desa Adat Tenganan adalah dengan menggunakan bahasa Bali asli (Bali aga).
6) IPTEK
Masyarakat desa Adat Tenganan memiliki
kesamaan dengan masyarak pada umumnya, yaitu dengan menerima segala bentuk
teknologi yang sudah berkembang saat ini, seperti TV, Telepon Celluler, Laptop,
dan lain-lain.
0 Response to "perubahan sosial budaya yang terjadi pada masyarakat desa adat Tenganan Bali"
Post a Comment