lembaga sosial yang terdapat di masyarakat Samin
Wednesday, 13 November 2013
Add Comment
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masyarakat
Indonesia adalah masyarakat yang kaya akan kebudayaan. Keragaman, keunikan dan
pola kesatuan rasa yang menghargai keberadaan manusia sebagai saudaranya.
Peradaban tersebut kini mulai hilang akibat pergeseran nilai yang di anut
masyarakat Indonesia. Sehingga ada kecenderungan anggapan terhadap masyarakat
yang menganut nilai luhur dari bangsa ini dianggap sebagai masyarakat yang
kurang baik. Masyarakat samin (sedulur singkep) masyarakat yang memegang
ajaran-ajaran leluhur mereka pada masa perlawanan terhadap belanda yang dibawa
hingga kini
Terletak
di desa Sumber kecamatan kraden, kabupaten Blora dikenal sebagai masyarakat
yang selalu menentang program pemerintah. Seperti sistem kepemilikan tanah yang
berbeda atau tidak bersertifikat. Sistem pendidikan yang mereka anut tidak
mengenal pendidikan formal. Mensekolahkan anak merupakan bagian dari wujud
kerukunan mereka terhadap warga sekitar padukuhun sedulur singkep.
Orang
tua merupakan sumber hukum yang terkesan sangat paten dan harus dilakukan. Melanggar
perintah orang tua merupakan kesalahan yang sangat besar. Pengadilan ataupun
aparat negara tidak mempunyai fungsi pengendalian sosial karena keteraturan
norma yang sangat bagus. Nasehat merupakan sanksi tertinggi bagi mereka yang
lena terhadap peraturan yang berlaku.
Berkaitan
dengan aturan berserawung, hukum negara seperti tidak diperlukan lagi disana,
undang tindak kriminal tidak berlaku. Belum pernah ditemukan kasus akibat
pergaulan bebas, belum pernah ada kasus keterlibatan pemuda sedulur singkep
dalam berbagai kasus tawuran atau prilaku abnormal lainnya.
Ketertarikan
kami dengan kelainan yang ada pada masyarakat sedulur singkep menjadikan kami
ingin menulis beberapa bagian dari sturktur masyarakat terutama adalah lembaga-lembaga
yang terdapat pada masyarakat tersebut.
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang
masalah di atas dapat disimpulkan identifikasi masalah sebagai berikut :
a. Setiap masyarakat pasti terdapat
lembaga-lembaga yang mengikat dalam kehidupan.
b. Setiap lembaga yang ada memiliki peran
penting dalam kehidupan masyarakat tersebut.
c. Masyarakat di desa Sumber dusun
Sedulur Sikep memiliki lembaga-lembaga sosial yang pada umumnya sama dengan
masyarakat lain.
C.
Pembatasan Masalah
Berdasarakan identifikasi masalah dan uraian di atas
maka permasalahan yang ada harus dibatasi. Pembatasan masalah ini bertujuan
untuk memfokuskan perhatian pada observasi agar diperoleh kesimpulan yang benar
dan mendalam pada aspek yang damati. Cakupan masalah dalam observasi ini dibatasi
pada lembaga-lembaga sosial yang ada di masyarakat Samin.
D.
Rumusan
masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi
masalah, dan batasan masalah diatas maka rumusan masalah pada observasi ini
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Bagaimana deskripsi singkat tentang sejarah masyarakat
Samin?
2. Bagaimana gambaran umum masyarakat samin di era
modern?
3. Apa saja lembaga sosial yang terdapat di masyarakat
Samin?
E.
Tujuan
Penelitian
Tujuan Umum
·
Untuk mengetahui
deskripsi singkat tentang masyakat Samin.
·
Untuk mengetahui
lembaga-lembaga sosial apa saja yang terdapat pada kelapa Duwur.
·
Untuk mengetahui
fungsi lembaga sosial masyarakat samin.
Tujuan khusus
·
Untuk mengetahui
bagaimana lembaga-lembaga sosial yang ada berperan dalam kehidupan sesama warga
Samin dan masyarakat sekitar desa Kelapa Duwur .
·
Secara khusus,
untuk mengetahui lembaga-lembaga sosial yang ada pada masyarakat samin.
F.
Manfaat
Observasi
Observai ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik
secara teoritis maupun secara praktis, yaitu sebagai berikut:
1.
Manfaat
secara Teoritis
KKL I di desa Kelapa Duwur mengenai lembaga sosial yang ada pada
masyarakat Samin diharapkan dapat memberikan manfaat untuk perkembangan ilmu
pengetahuan, dan memberikan pengetahuan secara umum mengenai perkembangan
masyarakat dan struktur sosial yang terjadi di desa kelapa dewur pada
masyarakat Samin, serta dapat bermanfaat bagi observasi-observasi selanjutnya
yang relevan
2. Manfaat secara Praktis
a. Bagi Peneliti
Melalui Kuliah Kerja Lapangan ini, kami dapat
mengaplikasikan ilmu pengetahuan khususnya mata kulia struktur dan proses
sosial secara nyata. Selain itu, kami juga dapat mengetahui bagaimana struktur
dan proses sosial yang ada pada masyarakat
samin desa Klopoduwur.
b. Bagi Mahasiswa
Hasil KKL ini diharapkan dapat digunakan sebagai
informasi mengenai stuktur dan proses sosial suatu tempat terkait dengan era
globalissai saat ini, dan bagaimana fenomena sosiologis yang muncul terkait
dengan hal ini, serta laporan observasi ini dapat bermanfaat sebagai referensi
kajian untuk observasi lainnya dengan tema yang relevan
c. Bagi Masyarakat
Laporan observasi KKL ini dapat memberikan sumbangan
pemikiran kepada masyarakat mengenai struktur dan proses sosial yang
terjadi, terutama untuk masyarakat samin itu sendiri, sehingga masyarakat mampu
membina kehidupan sosialnya dengan baik.
d. Bagi Universitas dan
Lembaga Pendidikan
Hasil laporan observasi KKL ini diharapkan dapat
menambah khasanah ilmu pengetahuan bagi para akademisi tentang struktur dan
proses soail dan dampak sosiologis yang ditimbulkan.
BAB II
METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Penelitian Kuliah Kerja Lapangan I dipusatkan di desa Sumber
Kabupaten Blora Provinsi Jawa tengah.
B. Tema penelitian
Penelitian KKL I difokuskan pada tema lembaga sosial yang
ada di desa Sumber Kabupaten Blora Provinsi Jawa tengah.
C. Bentuk dan Strategi Penelitian
Berdasarkan sifat dan spesifikasi yang diangkat dalam
penelitian ini, maka bentuk penelitian yang relevan digunakan dalam penelitian
ini adalah metode pendekatan Kualitatif. Penelitian Kualitatif adalah
penelitian yang meggunakan wawancara sebagai sumber datanya, dan mencari
informasi yang selengkap-lengkapnya dari suatu hal.
D. Sumber Data
1. Data Primer
Data primer disini adalah pengambilan data dengan
wawancara. Wawancara telah dilakukan dengan narasumber yaitu pada masyarakat
Samin (bapak Sunardi, Ibu Jumiyati dan ibu Suminten)
2.
Data
Sekunder
Data ini berupa sumber tertulis yaitu sumber diluar
kata-kata dan tindakan yang dikategorikan sebagai sumber data kedua, namun
tetap penting keberadaannya bagi upaya pengumpulan data penelitian. Sumber data
tertulis dalam penelitian yang telah kami lakukan ini adalah buku-buku, dan
sumber internet yang berkenaan dengan observasi ini.
E. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara
Wawancara merupakan suatu kegiatan untuk memperoleh
informasi atau data dengan cara bertanya langsung kepada responden atau
narasumber. Wawancara ini dilakukan dengan cara komunikasi tatap muka, namun
berbeda dengan kegiatan percakapan yang kita lakukan sehari-hari. Dalam
kegiatan ini, wawancara dan narasumber belum saling mengenal sebelumnya.
Pewawancara selalu menjadi pihak yang bertanya, dan narasumber selalu menjadi
pihak yang menjawab pertanyaan. Dalam pelaksanaannya, pewawancara membawa
pedoman yang merupakan garis besar mengenai hal-hal yang akan di tanyakan.
b. Observasi
Observasi merupakan suatu aktivitas penelitian dalam
rangka pengumpulan data sesuai dengan masalah penelitian, melalui proses
pengamatan di lapangan. Dalam pelaksanaan observasi, peneliti memiliki pedoman
observasi yang berisi daftar mengenai sesuatu yang ingin di observasi.
Jenis-jenis observasi ini ada dua, yaitu observasi partisitifatif, dan
observasi non partisipatif. Dalam observasi partisipatif dibagi menjadi dua
yaitu partisipatif penuh dan sebagian.
c. Studi Pustaka
Studi kepustakaan merupakan suatu kegiatan penelusuran
dan penelaah literature. Kegiatan ini dilakukan untuk mencari sumber data
sekunder yang mendukung penelitian dengan menggunakan bahan-bahan dokumentasi,
baik berupa buku, majalah maupun arsi-arsip lainnya yang mendukung observasi.
F. Teknik Analisis Data
1. Pengumpulan data
Data yang didapat berasal dari observasi langsung
(partisipasi penuh) ke lokasi penelitian tepatnya pada masyarakat samin di desa Sumber Kecamatan ....Kabupaten Blora.
Kemudian kami melakukan wawancara ke narasumber yang lebih mengerti atau paham
tentang keadaan atau seluk beluk masyarakat
samin desa Sumber, serta pengamatan langsung di desa tersebut.
Selanjutnya, dilakukan pengumpulan data-data yang di peroleh dan kemudian kami
olah berdasarkan studi pustaka yang relevan, sehingga tersusun dalam bentuk
laporan KKL I.
2. Reduksi Data
Miles dan Huberman menyatakan bahwa proses reduksi
merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,
pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari hasil pengisian
angket. Proses reduksi data ini dimaksudkan untuk lebih mempertajam,
menggolongkan, mengarahkan, membuang bagian data yang tidak diperlukan serta
mengorganisasikan data sehingga mudah untuk dilakukan penarikan kesimpulan yang
kemudian dilanjutkan dengan proses verifikasi. Dalam observasi ini, reduksi
data dilakukan dengan cara pemilihan dan pengelompokkan daftar pertanyaan yang
sama, kemudian di rekapitulasi agar nantinya dapat memudahkan pengolahan ke
dalam analisis deskriptif.
3. Penyajian Data
Penyajian data adalah sejumlah informasi yang tersusun
dan memberikan kemungkinan-kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan lebih lanjut. Dengan melihat penyajian data, kita akan
dapat memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan
selanjutnya. Agar sajian data berupa naratif sebagai wadah panduan informasi
tentang apa yang terjadi, maka data disajikan sesuai dengan apa yang diteliti.
Penyajian data dalam laporan observasi kami menggunakan analisis secara naratif
dan deskriptif, sehingga pembaca mampu memahami isi dan hasil dari observasi
yang telah kami lakukan.
4. Penarikan Kesimpulan
Kesimpulan merupakan langkah akhir dalam pembuatan
suatu laporan. Penarikan kesimpulan adalah usaha untuk mencari atau memahami
makna, keteraturan pola-pola penjelasan, alur sebab akibat atau proposisi.
Kesimpulan yang ditarik segera diverifikasi dengan cara melihat dan
mempertanyakan kembali sambil melihat catatan lapangan agar memperoleh pemahaman
yang lebih tepat. Selain itu juga dapat dilakukan dengan mendiskusikannya. Hal
tersebut dilakukan agar data yang diperoleh dan penafsiran terhadap data
tersebut memiliki validitas sehingga kesimpulan yang ditarik menjadi kokoh.
BAB III
KAJIAN TEORI, PEMBAHASAN, DAN ANALISIS
A.
Kajian
Teori
Struktur sosial
yaitu jalinan antara unsur-unsur sosial yang pokok yaitu norma-norma sosial,
lembaga-lembaga sosial, kelompok-kelompok sosial, serta lapisan sosial. Dengan
demikian, unsur-unsur pokok dari struktur sosial suatu masyarakat terdiri dari:
1. Kelompok - kelompok sosial
2. Lembaga - lembaga sosial
3. Kaidah - kaidah atau norma - norma sosial
4. Lapisan - lapisan sosial atau stratifikasi sosial
Terdapat
pandangan lain terhadap unsur-unsur dari struktur sosial dan kelihatanya
pandangan ini hanyalah berbeda dalam kuantitas dari komponen atau unsur
struktur sosial. Raymond firth, misalnya menyatakan bahwa struktur sosial suatu
pergaulan hidup manusia meliputi berbagai tipe kelompok yang terjadi dari
banyak orang dengan meliputi pula lembaga-lembaga didalam mana orang banyak
tersebut ambil bagian.
Proses sosial
adalah pengaruh timbal balik antara berbagai bidang kehidupan bersama.
Kehidupan bersama itu dapat dilihat sebagai terdiri dari beberapa segi atau
aspek,yaitu segi kehidupan ekonomi,segi kehidupan politik,segi kehidupan hukum
dan sebagainya. Dalam proses sosial sangat diperlukan adanya interaksi sosial
yang merupakan bentuk utama untuk menuju aktivitas sosial dan pengaruh sosial.
interaksi sosial yaitu hubungan timbal balik antara pihak satu dengan yang
lain, dalam sebuah interaksi sosial terdapat dua syarat yaitu kontak sosial dan
komunikasi sosial. Komunikasi muncul setelah kontak berlangsung, terjadinya
kontak belum berarti ada komunikasi, oleh karena itu komunikasi timbul apabila
seseorang individu memberi tafsiran pada perilaku orang lain.
B. Deskripsi Data
Masyarakat samin adalah sebuah fenomena
budaya, yang memiliki keunikan sekaligus sarat akan pesan. Wong samin terkenal
akan polos dan apa adanya. Masyarakat samin terdapat di beberapa daerah diantaranya di Tapelan
(Bojonegara), Nginggil dan Klopoduwur (Blora), Kutuk (Kudus), Gunungsegara
(Brebes), Kandangan (Pati), dan Tlaga Anyar (Lamongan) dan lainnya.
Menurut
sejarah, ajaran ini dikembangkan oleh samin Surosentiko. Samin Surosentiko
lahir 1859, di desa Ploso Kedhiren. Nama samin surosentiko yang asli adalah
Raden Kohar. Nama ini kemudian diubah menjadi Samin, yaitu sebuah nama yang
bernafas kerakyatan. Samin wafat dalam pengasingan (ia diasingkan oleh Belanda)
di kota Padang, Sumatra Barat pada tahun 1914.
Pada tahun 1980 Samin Surosentikko mulai
mengembangkan ajarannya di daerah Klopoduwur, Blora. Tahun 1903 Residen Rembang
melaporkan bahwa ada sejumlah 722 orang pengikut Samin yang tersebar di 34 desa
Blora bagian selatan dan Bojonegoro. Ajaran samin disampaikan oleh samin
surosentiko kepada pengikutnya dengan cara ceramah (sesoroh) di rumah atau di
tanah lapang. Hal ini dilakukan karena wong samin tidak bisa membaca dan
menulis.
Dalam kehidupan masyarakat samin
terdapat beberapa lembaga yang mengikat kehidupan mereka antara lain lembaga
agama, agama yang dianut oleh msyarakat samin adalah agama Adam. Semua agama
bagi mereka adalah sama baik, hanya perjalanan hidup yang berbeda, perbuatan
atau pekertinya. Perbuatan manusia itu hanya ada dua baik dan buruk, jadi orang
bebas untuk memilih diantara dua perbuatan tersebut.
Lembaga keluarga, dalam lembaga ini
terdapat adat perkawinan. Pada dasarnya adat yang berlaku bagi masyarakat samin
adalah endogami, yakni pengambilan dari dalam kelompok sendiri dan menganut
prinsip monogami. Dalam pola perkawinan ini yang ideal adalah istri cukup hanya
satu untuk selamanya (bojo siji kanngo sakslawase). Sebagai landasan
berlangsungnya perkawinan adalah kesepakatan antara laki-laki dengan wanita.
Kesepakatan merupakan ikatan mutlak
dalam adat perkawinan masyarakat samin.
Lembaga ekonomi, mata pencaharian
masyarakat samin adalah petani. Mereka
tidak mengenal ilmu ekonomi modern, mereka tidak memperhitungkan untung rugi,
karena sebenarnya dalam perekonomian mereka tidak ada konsep jual beli. Apa
yang mereka produksi(hasilkan), mereka konsumsi sendiri dan pendistribusiaanyapun hanya mereka tukar belikan ketokoh-tokoh atau
pasar setempat, untuk mendapatkan
kebutuhan mereka. Meski mereka tidak mengenal prinsip ilmu ekonomi
modern, tetapi di era modern ini mereka sudah mengenal dan menggunakan traktor
untuk membantu pekerjaan mereka.
Lembaga pendidikan, dalam masalah
pendidikan masyarakat samin kurang
menganggap penting, bagi mereka jika sudah bisa membaca dan menulis itu
cukup tidak perlu meneruskan kejenjang yang lebih tinggi, sehingga pada masyarakat
samin kebanyakan anak-anak mereka pendidikannya hanya sebatas pada Sekolah
Dasar (SD).
Lembaga hukum, lembaga hukum pada
masyarakat samin kurang berfungsi sebab adanya beberapa alasan yaitu keengganan
masyarakat samin untuk mempercayai pemerintah sehingga apapun yang diberikan
oleh pemerintah mereka tolak, masyarakat samin yang sangat memegang erat ajaran
agamanya, tertanamnya sikap jujur yang mendarah daging menjadikan masyarakat
samin tidak melakukan penyimpangan.
C. Kajian Terkait dengan Struktur dan Proses Sosial
Unsur-unsur struktur dan proses sosial:
1. Pranata Sosial
Menurat Koentjaraningrat, pranata sosial adalah sistem
norma atau aturan-aturan yang mengenai suatu aktivitas masyarakat yang khusus.
Sedangkan menurut Soerdjono Soekanto, pranata sosial merupakan himpunan norma
segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok di dalam kehidupan
masyarakat.
Dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
pranata sosial adalah himpunan norma atau aturan yang mengatur tingkah laku
anggota dalam suatu lembaga sosial tertentu. Pranata sosial bersifat khusus
bagi anggota lembaga yang bersangkutan, dan beragam penerapannya dalam berbagai
bidang kehidupan.
Dalam setiap lembaga masyarakat pasti terdapat pranata
sosial. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena setiap masyarakat pasti mempunyai
kebutuhan-kebutuhan pokok, dan jika kebutuhan-kebutuhan tersebut dikelompokan
akan terhimpun menjadi lembaga kemasyarakatan, tanpa mempedulikan apakah
masyarakat tersebut mempunyai tahap kebudayaan sederhana ataukah modern/kompleks.
Adanya lembaga-lembaga tersebut di dalamnya membentuk seperangkat norma atau
aturan-aturan yang disebut pranata sosial.
Ciri-ciri Pranata Sosial:
1. Mempunyai tingkat kekekalan tertentu
2. Mempunyai tujuan tertentu
3. Mempunyai lambang dan symbol-simbol tertentu
4. Merupakan alat-alat perlengkapan yang dipergunakan
untuk mencapai tujuan
5. Mempunyai tradisi tertulis maupun tidak tertulis
Fungsi Pranata
Sosial:
·
Memberikan
pedoman dalam bertingkah laku dalam menghadapi masalah terutama menyangkut
dalam kebutuhan pokok
·
Menjaga keutuhan
masyarakat
·
Menjadi pedoman
sistem pengendalian sosial di masyarakat
Jenis Pranata Sosial:
·
Pranata keluarga
·
Pranata hukum
·
Pranata Ekonomi
·
Pranata
Pendidikan
·
Pranata Agama
2.
Stratifikasi
Sosial
Menurut Pitirim A. Sorokin mengemukakan bahwa sistem dalam masyarakat itu
merupakan ciri yang tetap dan umum dalam setiap masyarakat yang hidup dengan
teratur. Mereka yang memiliki barang atau sesuatu yang berharga dalam jumlah
banyak, akan menduduki lapisan atas. Sebalikya, mereka yang memiliki barang dalam
jumlah yang relative sedikit, atau bahkan tidak memiliki sama sekali akan
dipandang mempunyai kedudukan yang rendah. Selanjutya, Sorokin mengemukakan
stratifkasi sosial adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam
kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis).
Bentuk konkrit lapisan-lapisan dalam masyarakat tersebut bermacam-macam.
Namun, pada prinsipnya bentuk-bentuk tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam
tiga macam kelas, yaitu:
- Kelas yang didasarkan
pada factor ekonomis,
- Kelas yang didasarkan
pada factor politik,
- Kelas yang didasarkan
pada jabatan-jabatan tertentu dalam masyarakat.
1. Unsur-unsur
stratifikasi sosial meliputi:
a) Status (kedudukan)
Status adalah sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok
sosial, sehubungan dengan orang lain dalam kelompok tersebut. Menurut Pitirim
A. Sorokin untuk mengukur status seseorang secara rinci dapat dilihat dari
jabatan atau pekerjaan, pendidikan dan lusnya pengetahuan, kekayaan, politis,
keturunan, agama. Status dibedakan menjadi tiga:
- Ascribed status, yaitu status yang diperoleh sejak
lahir. Kebanyakan tipe status ini dijumpai dalam masyarakat dengan
system pelapisan sosial tertutup. Misalnya, seorang anak yang lahir dalam
kasta Brahmana juga akan memperoleh status demikian.
- Achieved status, yaitu kedudukan yang diperoleh seseorang
dengan usaha-usaha yang sengaja dilakukan. Kedudukan ini bersifat terbuka
bagi siapa saja tergantung pada kemampuan masing-masing. Misalnya saja
setiap orang bisa menjadi hakim, arsitek, pengacara, dan lain-lain.
- Assigned status, yaitu kedudukan yang diperoleh
karena jasa atau suatu tindakan yang telah dilakukan kepada orang
lain yang berakibat besar. Assigned status dapat dikatakan pula sebuah
hadiah atau penghargaan yang diberikan kepada orang lain. Contoh gelar
Doktor Honoris Causa dan gelar pahlawan revolusi yang diberikan kepada 6
jendral korban PKI yang tewas di Lubang Buaya, Jakarta.
b) Peran (Role)
Merupakan hak dan kewajiban yang ada pada seseorang sesuai dengan
kedudukannya. Suatu peran paling sedikit mencakup tiga hal, yaitu:
- Peran meliputi
norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam
masyrakat,
- Peran adalah suatu
konsep ihwal apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat,
- Peran dapat dikatan
sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.
- 2.
Sifat-sifat stratifikasi sosial
- Stratifikasi tertutup
Sistem lapisan yang bersifat tertutup membatasi kemungkinan pindahnya
seseorang dari satu lapisan ke lapisan yang lain, baik yang merupakan gerak ke
atas atau ke bawah. Contoh: kasta-kasta di India. Sistem lapisan pada
masyarakat yang berstratifikasi tertutup sangat kaku dan menjelma dalam diri
kasta-kasta.
- Stratifikasi terbuka
Dalam sistem terbuka setiap anggota masyarakat mempunyai kesempatan untuk
berusaha dengan kecakapan sendiri untuk naik lapisan, atau bagi mereka yang
tidak beruntung jatuh pada lapisan yang atas ke lapisan di bawahnya. Pada
umumnya system terbuka ini memberi perangsang yang lebih besar kepada setiap
anggota masyarakat untuk dijadikan landasan pembangunan masyarakat daripada sistem
yang tertutup.
3. Mobilitas Sosial
Mobilitas sosial menurut William Kornblum, adalah perpindahan
individu-individu, keluarga-keluarga, dan kelompok-kelompok sosialnya dari satu
lapisan ke lapisan lainya. Sedangkan menurut Michael Bassis adalah
perpindahan keatas atau kebawah lingkungan sosial ekonomi yang merubah status
sosial seseorang dalam masyarakat.
Menurut Horton dan Hant mobilitas sosial dapat diartikan sebagai suatu
gerak perpindahan dari suatu kelas sosial ke kelas sosial lainnya. Dalam
mobilitas sosial secara prinsip dikenal dua macam, yaitu mobilitas sosial
vertical dan mobilitas sosial horizontal. Yang dimaksud dengan mobilitas sosial
vertical adalah perpindahan individu atau objek sosial dari kedudukan sosial ke
kedudukan sosial lainnya yang tidak sederajat. Sesuai dengan arahnya karena
uitu dikenal da jenis mobilitas vertical, yaitu:
- Gerak sosial yang
meningkat (social climbing), yaitu gerak perpindahan anggota masyarakat
dari kelas sosial rendsah ke kelas sosial yang lebih tinggi
- Gerak sosial yang
menurun (social sinking), yaitu gerak perpindahan anggota masyarakat dari
kelas sosial tertentu ke kelas sosial lain lebih rendah posisinya
Mobilitas sosial horizontal adalah perpindahan individu atau objek-objek
sosial lainnya dari suatu kelompok sosial yang satu ke kelompok sosial lainnya
yang sederajat.
Interaksi Sosial
Manusia sebagai makhluk individu dan makhluk masyarakat, tidaklah lepas
dari suatu interaksi sosial. Sedangkan pengertian dari interaksi sosial
merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara
orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara
orang-perongan dengan kelompok manusia.
unsur-unsur interaksi sosial antara lain:
a)
Kontak
sosial
Kontak berasal dari bahasa latin con atau cum
(yang artinya bersama-sama) dan tanngo (yang artinya menyentuh).
Jadi, artinya secara harfiah adalah bersama-sama menyentuh. Secara fisik,
kontak baru terjadi apabila terjadi hubungan badaniah, karena orang dapat
mengadakan hubungan dengan pihak lain tanpa menyentuhnya, seperti misalnya,
dengan cara berbicara dengan pihak lain tersebut. Suatu kontak sosial dapat
bersifat primer atau sekunder. Kontak primer terjadi apabila yang mengadakan
hubungan langsung bertemu dan berhadapan muka, seperti misalnya apabila
orang-orang tersebut berjabat tangan, saling senyum dst. Sebaliknya, kontak
yang sekunder memerlukan suatu pengantara. Misalnya, X berkata kepada Y bahwa Z
mengagumi permainanya sebagai pemegang peranan utama salah satu sandiwara. X
sama sekali tidak bertemu dengan Z, tetapi telah terjadi kontak antara mereka,
karena masing-masing memberi tanggapan.
b)
Komunikasi
Sosial
Komunikasi adalah bahwa seseorang memberikan tafsiran
pada perilaku orang lain (yang berwujud pembicaraan, gerak-gerak badaniah, atau
sikap), perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan ileh orang tersebut.
Komunikasi memungkinkan kerjasama antara orang-perorangan atau antara kelompok-kelompok
manusia dan memang komunikasi merupakan salah satu syarat terjadinya kerjasama.
Akan tetapi, tidak selalu komunikasi menghasilkan kerjasama bahkan suatu
pertikaian mungkin akan terjadi sebagai akibat salah paham atau masing-masing
tidak mau mengalah.
Bentuk-Bentuk
Interaksi Sosial:
Interaksi sosial terbagi menjadi dua bentuk, yaitu
asosiatif dan disosiatif.
1.Proses Asosiatif
a) Kerja
Sama(Cooperation)
Menurut Charles H. Cooley kerja sama timbul apabila orang yang menyadari
bahawa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama, dan pada saat yang
bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri
untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut. Kesadaran akan adanya
kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta
yang penting dalam kerjasama yang berguna. Ada lima bentuk kerja sama, antara
lain:
- Kerukunan yang mencakup
gotong royong dan tolong-menolong,
- Bargaining yaitu pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran
barang-barang dan jasa antara dua organisasi atau lebih,
- Cooptation yaitu suatu proses penerimaan unsur-unsur baru
dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi,
sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya kegoncangan dalam
stabilitas organisasi yang bersangkutan,
- Coalition yaitu kombinasi antara dua organisasi atau lebih
yang mempunyai tujuan-tujuan yang sama,
- Joint Venture yaitu kerja sama dalam pengusahaan proyek-proyek
tertentu, misalnya pengeboran minyak, pembangunan hotel, dan lain-lain.
b) Akomodasi (Accomodation)
Kata akomodasi yang menunjuk kepada suatu keadaan, berarti adanya suatu
keseimbangan dalam interaksi antara orang-perorangan, atau kelompok-kelompok
manusia dalam kaitannya dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang
berlaku di dalam masyarakat. Akomodasi juga menunjuk pada usaha-usaha manusia
untuk meredakan suatu pertentangan yaitu usaha-usaha untuk mencapai kestabilan.
Bentuk-bentuk akomodasi antara lain:
- koersi adalah
suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan oleh karena adanya
paksaan. koersi merupakan
bentuk akomodasi, dimana salah satu pihak berada dalam keadaan yang lemah
bila dibandingkan dengan pihak lawan.
- kompromi adalah
suatu bentuk akomodasi dimana pihak-pihak yang terlibat saling mengurangi
tuntutannya agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang
ada.
- arbitrasi merupakan
suatu cara untuk mencapai kompromi
apabila pihak-pihak yang berhadapan tidak sanggup mencapainya
sendiri.
- mediasi hampir
menyerupai arbitrasi. Pada
mediasi diundanglah
pihak ketiga yang netral dalam soal perselisihan yang ada.
- konsiliasi adalah
suatu usaha untuk mempertemukan keinginan-keinginan dari pihak-pihak yang
berselisih demi tercapainya suatu persetujuan bersama.
- Toleransi juga sering
dinamakan tolerant-participation. Ini merupakan suatu bentuk
akomodasi tanpa persetujuan yang formal bentuknya.
- Stalemate merupakan suatu akomodasi, dimana pihak-pihak
yang bertentangan karena mempunyai kekuatan yang seimbang berhenti pada
suatu titik tertentu dalam melakukan pertentangannya.
- Adjudikasi, yaitu penyelesaian perkara atau sengketa di pengadilan.
c) Assimilation (asimilasi)
Asimilasi
merupakan proses sosial dalam taraf lanjut ditandai dengan adanya usaha-usaha
mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang-perorang atau
kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi
kesatuan tindak, sikap, dan proses mental dengan memperhatikan
kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan bersama.
2.Proses Disosiatif
a) Persaingan (competition)
Persaingan
dapat diartikan sebagai suatu proses sosial, dimana individu atau kelompok
manusia yang bersaing mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang
pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum (baik perseorangan maupun
kelompok manusia) dengan cara menarik perhatian publik atau dengan mempertajam
prasangka yang telah ada tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan.
b) Kontravensi (contravention)
Kontravensi
pada hakikatnya merupakan suatu proses sosial yang berbeda antara persaingan
dan pertentangan atau pertikaian.
c) Konflik
Konflik
merupakan kelanjutan dari kontravensi, dimana persaingan yang terjadi diantara
kedua pihak sudah ditunjukkan dan menyebabkan pertikaian, serta kontak fisik.
Konflik dapat dibedakan menjadi konflik antar individu, antar kelompok, dan
konflik antara individu dengan kelompok. Sedangkan konflik dapat terjadi karena
adanya perbedaan individu, perbedaan kepentingan, perubahan sosial, dan
lain-lain.
- Norma Sosial
Menurut
Emile Durkheim, norma-norma sosial adalah sesuatu yang berada di luar individu.
Membatasi mereka dan mengendalikan tingkah laku mereka. Secara sosiologis,
norma-norma sosial tumbuh dari proses kemasyarakatan hasil dari kehidupan
bermasyarakat. Individu dilahirkan dalam suatu masyarakat dan disosialisasikan
untuk menerima aturan-aturan dalam masyarakat yang sudah ada sebelumnya.
Norma-norma social setelah mengalami suatu proses, pada akhirnya akan menjadi
bagian tertentu dari lembaga kemasyarakatan . proses tersebut dinamakan proses
pelembagaan (institutionalization), yaitu suatu dikenal, diakui,
dihargai, kemudian ditaati dalam kehidupan sehari-hari. proses yang dilewatkan
oleh suatu norma yang baru untuk menjadi bagian dari salah satu lembaga
kemasyarakatan. Maksudnya ialah sampai norma itu oleh masyarakat Mengingat
adanya proses termaksud di atas, dibedakan lembaga kemasyarakatan sebagai
peraturan dan yang sungguh-sungguh berlaku.
Norma-norma
yang ada dalam masyarakat, mempunyai kekuatan mengikat yang berbeda–beda. Ada
norma yang lemah, sedang , yang terkuat daya ikatnya. Dan umumnya masyarakat
tidak berani melanggarnya. Untuk dapat membedakan kekuatan mengikat norma-norma
tersebut, secara sosiologis dikenal adanya empat macam:
- Cara (usage)
Dalam tingkatan
norma ini, lebih menonjol di dalam hubungan antar individu dalam masyarakat.
Pelanggaran terhadap norma ini hanya terbatas pada sekedar celaan dari individu
yang dihubunginya.
- Kebiasaan (folkways)
Norma dalam
tingkatan ini mempunyai kekuatan mengikat yang lebih besar daripada tingkatan
cara. Kebiasaan yang diartikan sebagai perbuatan yang diulang-diulang dalam
bentuk yang sama merupakan bukti bahwa orang banyak menyukai perbuatan
tersebut. Apabila perbuatan ini tidak dilakukan, maka akan dianggap sebagai
suatu penyimpangan terhadap kebiasaan umum dalam masyarakat. Menurut MacIver
dan Page, kebiasaan merupakan perilaku yang diakui dan diterima oleh
masyarakat. Selanjutnya, dikatakan bahwa apabila kebiasaan tersebut tidak
semata-mata dianggap sebagai sebagai cara perilaku saja.
- Tata Kelakuan (Mores)
Tata
kelakuan mencerminkan sifat-sifat yang hidup dari kelompok manusia yang
dilaksanakan sebagai alat pengawas, secara sadar maupun tidak sadar, oleh masyarakat
terhadap anggota-anggotanya. Tata kelakuan di satu pihak memaksakan suatu
perbuatan dan di lain pihak melarangnya sehingga secara tidak langsung
merupakan alat agar anggota masyarakat menyesuaikan perbuatan-perbuatannya dengan
tata kelakuan tersebut.
- Adat Istiadat (custom)
Adat
istiadat merupakan tingkat norma yang tertinggi daripada yang lain. Tingkat
hukumannya pun dapat dipastikan lebih berat daripada yang lain.[16]
- Kelompok Sosial
Menurut
Soerjono Soekanto kelompok sosial adalah sekelompok manusia yang memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:
- Setiap anggota kelompok
tersebut harus sadar bahwa ia merupakan sebagian dari kelompok yang
bersangkutan.
- Adanya hubungan timbal
balik antara anggota yang satu dengan anggota yang lainnya dalam kelompok
itu.
- Adanya suatu faktor
yang dimiliki bersama oleh anggota-anggota tersebut sehingga hubunga
mereka bertambah erat.
Faktor tadi
dapat merupkan nasib yang sama, kepentingan yang sama, tujuan yang sama, ideologi
politik yang sama, dll. Tentunya faktor mempunyai musuh bersama misalnya dapat
pula menjadi faktor pengikat atau pemersatu.
Tipe-tipe kelompok sosial:
Kelompok-kelompok
sosial dibagi dalam beberapa tipe. Dasar yang akan diambil sebagai satu
alternatif untuk mengadakan klasifikasi kelompok-kelompok sosial tersebut
adalah ukuran jumlah atau derajat interaksi atau
kepentingan-kepentingan sosial, organisasi, atau kombinasi dari
ukuran-ukuran tersebut.
1. Ingroup dan Outgroup
- Ingroup, adalah kelompok sosial dimana individu
mengidentifikasikan dirinya
- Outgroup, yaitu kelompok sosial yang oleh individu
diartikan sebagai lawan ingroupnya
2. Kelompok Primer dan
Kelompok Sekunder
Kelompok primer adalah kelompok sosial yang paling sederhana, dimana
anggotanya saling mengenal serta ada kerjasama yang erat. Contohnya keluarga,
kelompok sepermainan, dll. Kelompok sekunder adalah kelompok yang terdiri dari
banyak orang, yang sifat hubungannya tidak berdasarkan pengenalan secara
pribadi dan juga tidak langgeng. Contohnya hubungan kontrak jual beli.
3. Paguyuban dan
Patembayan
Paguyuban adalah bentuk kehidupan bersama dimana anggotanya diikat oleh
hubungan batin yang murni, bersifat alamiah dan kekal. \hubungan seperti ini
dapat dijumpai dalam keluarga, kelompok kekerabatan, rukun tetangga, dan
lain-lain. Patembayan adalah ikatan lahir yang ersifat pokok dan biasanya untuk
jangka waktu pendek, contohnya adalah ikatan antara pedangang, organisasi dalam
suatu pabrik dan lain-lain.
4. Formal group dan
Informal Group
Formal Group adalah kelompok yang mempunyai peraturan tegas dan sengaja
diciptakan oleh anggota-anggotanya untuk mengatur hubungan antar sesama.
Contoh: organisasi. Informal Group adalah kelompok sosial yang tidak mempunyai
struktur dan organisasi tertentu yang pasti. Kelompok-kelompok tersebut
biasanya terbentuk Karen pertemuan yanhg berulang kali yang didasari oleh
kepentingan dan pengalaman yang sama. Contoh: klik.
5. Membership Group dan
Reference Group
Membership Group adalah merupakan suatu kelompok dimana setiap orang secara fisik menjadi
anggota kelompok tersebut. Reference Group adalah kelompok-kelompok
sosial yang menjadi acuan bagi seseorang (bukan anggota kelompok
tersebut)untuk membentuk pribadi dan perilakunya
6. Kelompok Okupasional
dan Kelompok Volunter
Kelompok Okupasional adalah kelompok yang muncul karena semakin memudarnya
fungsi kekerabatan. Kelompok ini timbul karena anggotanya memiliki pekerjaan
yang sejenis. Contoh: kelompok profesi seperti asosiasi sarjana farmasi, IDI,
dll. Kelompok Volenter adalah kelompok orang yang memiliki kepentingan yang
sama, namun tidak mendapatkan perhatian masyarakat.
D. PEMBAHASAN
1. Analisis data
a. Sejarah Masyarakat Samin
GEGER SAMIN
Samin Surosentiko dan Ajarannya
Samin Surosentiko lahir pada tahun 1859,
di Desa Ploso Kedhiren, Randublatung Kabupaten Blora. Ayahnya bernama Raden
Surowijaya atau lebih dikenal dengan Samin Sepuh. Nama Samin Surosentiko yang
asli adalah Raden Kohar . Nama ini kemudian dirubah menjadi Samin, yaitu sebuah
nama yang bernafas kerakyatan. Samin Surosentiko masih mempunyai pertalian
darah dengan Kyai Keti di Rajegwesi, Bojonegoro dan juga masih bertalian darah
dengan Pengeran Kusumoningayu yang berkuasa di daerah Kabupaten Sumoroto ( kini
menjadi daerah kecil di Kabupaten Tulungagung) pada tahun 1802-1826.
Pada tahun 1890 Samin Surosentiko mulai
mengmbangkan ajarannya di daerah Klopoduwur, Blora. Banyak penduduk di desa
sekitar yang tertarik dengan ajarannya, sehingga dalam waktu singkat sudah
banyak masyarakat yang menjadi pengikutnya. Pada saat itu pemerintah Kolonial
Belanda belum tertarik dengan ajarannya, karena dianggap sebagai ajaran
kebatinan biasa atau agama baru yang tidak membahayakan keberadaan pemerintah
kolonial.Pada tahun 1903 Residen Rembang melaporkan bahwa ada sejumlah 722
orang pengikut samin yang tersebar di 34 Desa di Blora bagian selatan dan
daerah Bojonegoro. Mereka giat mengembangkan ajaran Samin. Sehingga sampai
tahun 1907 orang Samin berjumlah + 5.000 orang. Pemerintah Kolonial Belanda
mulai merasa was-was sehingga banyak pengikut Samin yang ditangkap dan
dipenjarakan. Dan pada tanggal 8 Nopember 1907, Samin Surosentiko diangkat oleh
pengikutnya sebagai RATU ADIL, dengan gelar Prabu Panembahan Suryangalam.
Kemudian selang 40 hari sesudah peristiwa itu, Samin Surosentiko ditangkap oleh
raden Pranolo, yatu asisten Wedana Randublatung. Setelah ditangkap Samin
beserta delapan pengikutnya lalu dibuang ke luar Jawa, dan berliau meninggal di
luar jawa pada tahun 1914.
Tahun 1908, Penangkapan Samin
Surosentiko tidak memadamkan pergerakan Samin. Wongsorejo, salah satu pengikut
Samin menyebarkan ajarannya di distrik Jawa, Madiun. Di sini orang-orang Desa
dihasut untuk tidak membayar Pajak kepada Pemerintah Kolonial. Akan tetapi
Wongsorejo dengan baberapa pengikutnya ditangkap dan dibuang keluar Jawa.
Tahun 1911 Surohidin, menantu Samin
Surosentiko dan Engkrak salah satu pengikutnya menyebarkan ajaran Samin di
daerah Grobogan, sedangkan Karsiyah menyebarkan ajaran Samin ke Kajen, Pati.
Tahun 1912, pengikut Samin mencoba menyebarkan ajarannya di daerah Jatirogo,
Kabupaten Tuban, tetapi mengalami kegagalan.
Tahun 1914, merupakan puncak Geger
Samin. Hal ini disebabkan karena Pemerintah Kolonial belanda menaikkan Pajak,
bahkan di daerah Purwodadi orang-orang Samin sudah tidak lagi menghormati
Pamong Desa dan Polisi, demikian juga di Distrik Balerejo, Madiun. Di Kajen
Pati, Karsiyah tampil sebagai Pangeran Sendang Janur, menghimbau kepada
masyarakat untuk tidak membay.ar pajak. Di Desa Larangan, Pati orang-orang
Samin juga menyerang aparat desa dan Polisi
Di Desa Tapelan, Bojonegoro juga terjadi
perlawanan terhadap Pemerintah Kolonial Belanda, yaitu dengan tidak mau
membayar pajak. Tahun 1930, perlawanan Samin terhadap pemerintah Kolonial
terhenti, hal ini disebabkan karena tidak ada figur pimpinan yang tanggguh.
Dalam naskah tulisan tangan yang
diketemukan di Desa Tapelan yang berjudul Serat Punjer Kawitan, disebut-sebut
juga kaitan Samin Surosentiko dengan Adipati Sumoroto
Dari data yang ditemukan dalam Serat
Punjer Kawitan dapat disimpulkan bahwa Samin Surosentiko yang waktu kecilnya
bernama Raden Kohar, adalah seorang Pangeran atau Bangsawan yang menyamar
dikalangan rakyat pedesaan. Dia ingin menghimpun kekuatan rakyat untuk melawan
Pemerintah Kolonial Belanda dengan cara lain.
Samin Surosentiko dan Ajarannya, Ajaran
Kebatinan
Menurut warga Samin di Desa Tapelan,
Samin Surosentiko dapat menulis dan membaca aksara Jawa, hal ini bisa
dibuktikan dengan beberapa buku peninggalan Samin Surosentiko yang diketemukan
di Desa Tapelan dan beberapa desa samin lainnya.
Khusus di Desa Tapelan buku-bukun
peninggalan Samin Surosentiko disebut SERAT JAMUSKALIMOSODO, serat
Jamuskalimosodo ini ada beberapa buku. Di antaranya adalah buku Serat Uri-uri
Pambudi, yaitu buku tentang pemeliharaan tingkah laku manusia yang berbudi.
Ajaran kebatinan Samin surosentiko
adalah perihal “ manunggaling kawulo Gusti atau sangkan paraning dumadi “.
Menurut Samin Surosentiko , perihal manunggaling kawulo Gusti itu dapat
diibaratkan sebagai “ rangka umanjing curiga “( tempat keris yang meresap masuk
ke dalam kerisnya ). Dalam buku Serat Uri-uri Pambudi diterangkan sebagai
berikut :
“Tempat keris yang meresap masuk dalam
kerisnya mengibaratkan ilmu ke-Tuhan-an. Hal ini menunjukkan pamor
(pencampuran) antara mahkluk dan Khaliknya yang benar-benar sejati. Bila
mahkluk musnah, yang ada hanyalah Tuhan (Khalik). Senjata tajam merupakan
ibarat campuran yang menunjukkan bahwa seperti itulah yang disebut campuran
mahkluk dan Khaliknya. Sebenarnya yang dinamakan hidup hanyalah terhalang oleh
adanya badan atau tubuh kita sendiri yang terdiri dari darah, daging dan
tulang. Hidup kita ini, yang menghidupinya adalah yang sama-sama menjadi pancer
(pokok) kita. Hidup yang sejati itu adalah hidup yang menghidupi segala hal
yang ada di semesta alam.”
Di
tempat lain Samin Surosentiko menjelaskan lagi sebagai berikut :
“ Yang dinamakan sifat Wisesa (penguasa
utama/luhur) yang bertindak sebagai wakil Allah, yaitu ingsun (aku, saya), yang
membikin rumah besar, yang merupakan dinding (tirai) yaitu badan atau tubuh
kita (yaitu yang merupakan realisasi kehadirannya ingsun). Yang bersujud adalah
mahkluk, sedang yang disujudi adalah Khalik, (Allah, Tuhan). Hal ini sebenarnya
hanya terdindingi oleh sifat. Maksudnya, hudip mandiri itu sebenarnya telah
berkumpul menjadi satu antara mahkluk dan Khaliknya.”
Selanjutnya menurut Samin Surosentiko,
yang bertindak mencari sandang pangan kita sehari-hari adalah “ Saderek gangsal
kalima pancer” adapun jiwa kita diibaratkan oleh Samin sebagai mandor. Seorag
mandor harus mengawasi kuli-kulinya. Atau lebih jelasnya dikatakan sebagai
berikut:
“ Gajah Seno saudara Wrekodara yang
berwujud gajah. Jelasnya saudara yang berjumlah lima itu mengibaratkan ilmu
ke-Tuhan-an. Hal ini perlu dicapai (yaitu tiga saudara, empat dan lima
pokoknya). Adapun yang bekerja mencari sandang pangan setiap hari itu adalah
saudara kita berlima itu. Adapun jiwa (sukma) kita bertindak sebagai mandor.
Itulah sebabnya mandor harus berpegang teguh pada kekuasaan yang berada
ditangannya untuk mengatur anak buahnya, agar semuanya selamat. Sebaliknya
apabila anak buahnya tadi betindak salah dan tindakan tersebut dibiarkan saja,
maka lama kelamaan mereka kian berbuat seenaknya. Hal ini akan mengakibatkan
penderitaan.
Pengandaian jiwa sebagai mandhor dan
sedulur papat kalima pancer sebagai kuli-kuli tersebut diatas adalah sangat
menarik. Kata-kata ini erat hubungannya dengan kerja paksa/kerja rodi di
hutan-hutan jati di daerah Blora dan sekitarnya. Pekerja rodi terdiri dari
mandor dan kuli. Mandhor berfungsi sebagai pengawas, sedangkan kuli berfungsi
sebagai pekerja. Pemakaian kata yang sederhana tersebut oleh Samin Surosentiko
dikandung maksud agar ajarannya dapat dimengerti oleh murid-muridnya yang
umumnya adalah orang desa yang terkena kerja paksa.
Menurut Samin Surosentiko, tugas manusia
di dunia adalah sebagai utusan Tuhan. Jadi apa yang dialami oleh manusia di
dunia adalah kehendak Tuhan. Oleh karena itu sedih dan gembira, sehat dan
sakit, bahagia dan sedih, harus diterima sebagai hal yang wajar. Hal tersebut
bisa dilihat pada ajarannya yang berbunyi :
“ ..Menurut perjanjian, manusia adalah
pesuruh Tuhan di dunia untuk menambah kendahan jagad raya. Dalam hubungan ini
masyarakat harus menyadari bahwa mereka hanyalah sekedar melaksanakan perintah.
Oleh karena itu apabila manusia mengalami kebahagiaan dan kecelakaan, sedih dan
gembira, sehat dan sakit, semuanya harus diterima tanpa keluhan, sebab manusia
terikat dengan perjanjiannya. Yang terpenting adalah manusia hidup di dunia ini
harus mematuhi hukum Tuhan, yaitu memahami pada asal-usulnya masing-masing….”
Samin Surosentiko juga mengajarkan
pengikutnya untuk berbuat kebajikan, kejujuran dan kesabaran. Murid-muridnya
dilarang mempunyai rasa dendam. Adapun ajaran selengkapnya sebagai berikut:
“ …Arah tujuannya agar dapat berbuat
baik dengan niat yang sungguh-sungguh, sehingga tidak ragu-ragu lagi. Tekad
jangan sampai goyah oleh sembarang godaan, serta harus menjalankan kesabaran
lahir dan batin, sehingga bagaikan mati dalam hidup. Segala tindak-tanduk yang
terlahir haruslah dapat menerima segala cobaan yang datang padanya, walaupun
terserang sakit, hidupnya mengalami kesulitan, tidak disenangi orang,
dijelek-jelekkan orang, semuanya harus diterima tanpa gerutuan, apalagi sampai
membalas berbuat jahat, melainkan orang harus selalu ingat pada Tuhan…,”
Ajaran di atas dalam tradisi lisan di
desa Tapelan dikenal sebagai “ angger-angger pratikel” (hukum tindak tanduk), “
angger-angger pengucap “ (hukum berbicara), serta “ angger-angger lakonana”
(hukum perihal apa saja yang perlu dijalankan).
Hukum yang pertama berbunyi “Aja dengki
srei, tukar padu, dahpen kemeren, aja kutil jumput, mbedog colong.” Maksudnya,
warga samin dilarang berhati jahat, berperang mulut, iri hati pada orang lain,
dan dilarang mengambil milik orang.
Hukum ke dua berbunyi “ Pangucap saka
lima bundhelane ana pitu lan pengucap saka sanga budhelane ana pitu.” Maksud
hukum ini , orang berbicara harus meletakkan pembicaraannya diantara angka
lima, tujuh dan sembilan. Angka-angka tersebut hanyalah simbolik belaka.
Jelasnya, kita harus memelihara mulut kita dari segala kata-kata yang tidak
senonoh atau kata-kata yang menyakitkan orang lain. Kata-kata yang tidak
senonoh dan dapat menyakitkan orang lain dapat mengakibatkan hidup manusia ini
tidak sempurna.
Adapun hukum yang ke tiga berbunyi “
Lakonana sabar trokal. Sabare dieling-eling. Trokale dilakoni.” Maksudnya,
warga Samin senantiasa diharap ingat pada kesabaran dan berbuat “ bagaikan
orang mati dalam hidup “
Menurut Samin Surosentiko, semua ajaran
diatas dapat berjalan denganbaik asalkan orang yang menerima mau melatih diri
dalam hal samadi. Ajaran ini tertuang dalam Serat Uri-uri Pambudi yang berbunyi
sebagai berikut : “…Adapun batinnya agar dapat mengetahui benar-benar akan
perihal peristiwa kematiannya, yaitu dengan cara samadi, berlatih “mati”
senyampang masih hidup (mencicipi mati) sehingga dapat menanggulangi segala
godaan yang menghalang-halangi perjalanannya bersatu dengan Tuhan, agar upaya
kukuh, dapat terwujud, dan terhindar dari bencana.”
Selanjutnya menurut Samin Surosentiko,
setelah manusia meninggal diharapkan roh manusia yang meninggal tadi tidak
menitis ke dunia, baik sebagai binatang( bagi manusia yang banyak dosa) atau
sebagai manusia (bagi manusia yang tidak banyak dosa), tapi bersatu kembali
dengan Tuhannya. Hal ini diterangkan Samin Surosentiko dengan contoh-contoh
yang sulit dimengerti orang apabila yang bersangkutan tak banyak membaca
buku-buku kebatinan. Demikian kata Samin Surosentiko :
“ …Teka-teki ini menunjukkan bahwa jarak
dari betal makmur ke betal mukaram sejengkal, dan dari betal mukaram ke betal
mukadas juga sejengkal. Jadi triloka itu jaraknya berjumlah tiga jengkal. Kelak
apabila manusia meninggal dunia supaya diusahakan tidak terkuasai oleh triloka.
Hal ini seperti ajaran Pendeta Jamadagni. Tekad pendeta Jamadagni yang ingin
meninggalkan dunia tanpa terikat oleh triloka itu diceritakan oleh Serat Rama.
Pada awalnya ingin menitis pada bayi yang lahir (lahir kembali kedunia). Oleh
karena itulah pada waktu meninggal dunia dia berusaha tidak salah jalan, yaitu
kembali ke rahim wanita lagi. (jangan sampai menitis kembali pada bayi, lahir
kembali ke dunia).”
Dari keterangan diatas dapatlah
diketahiu bahwa Samin Surosentiko tidak menganut faham ‘Penitisan’ tapi
menganut faham ‘ manunggaling kawulo Gusti’ atau ‘sangkan paraning dumadi’.
Dari ajaran-ajaran tertulis di atas
jelas kiranya bahwa Samin Surosentiko adalah seorang “theis”. Keparcayaan pada
Tuhan, yang disebutnya dengan istilah-istilah Gusti, Pangeran, Allah, Gusti
Allah, sangatlah kuat, hal ini bisa dilihat pada ajarannya :
“ Adapun Tuhan itu ada, jelasnya ada
empat. Batas dunia disebelah utara, selatan, timur, dan barat. Keempatnya
menjadi bukti bahwa Tuhan itu ada (adanya semesta alam dan isinya itu juga
merupakan bukti bahwa Tuhan itu ada….”
Demikianlah cuplikan ajaran Samin
Surosentiko yang berasal dari Serat Uri-uri Pambudi. Selanjutnya akan
dijelaskan ajaran Samin Surosentiko yang terdapat dalam buku Serat Pikukuh
Kasajaten. Buku ini maknanya pengukuhan kehidupan yang sejati.
Ajaran dalam buku Serat Pikukuh
Kasajaten ditulis dalam bentuk puisi tembang, yaitu suatu genre puisi
tradisional kesusasteraan Jawa. Disini yang akan dikutip adalah sebuah tembang
Pangkur yang mengandung ajaran perihal Perkawainan. Adapun tembang Pangkur yang
dimaksud seperti dibawah ini :
“ Saha malih dadya garan, anggegulang
gelunganing pembudi, palakrama nguwoh mangun, memangun traping widya, kasampar
kasandhung dugi prayogantuk, ambudya atmaja tama, mugi-mugu dadi kanthi.”
Menurut Samin, perkawinan itu sangat
penting. Dalam ajarannya perkawinan itu merupakan alat untuk meraih keluhuran
budi yang seterusnya untuk menciptakan “Atmaja Tama” (anak yang mulia). Dalam
ajaran Samin , dalam perkawinan seorang temanten laki-laki diharuskan
mengucapkan syahadat, yang berbunyi kurang lebih demikian : “ Sejak Nabi Adam
pekerjaan saya memang kawin. (Kali ini) mengawini seorang perempuan bernama……
Saya berjanji setia kepadanya. Hidup bersama telah kami jalani berdua.”
Demikian beberapa ajaran kepercayaan
yang diajarkan Samin Surosentiko pada pengikutnya yang sampai sekarang masih
dipatuhi warga samin.
Ajaran
Politik
Dalam ajaran politiknya Samin Surosentiko
mengajak pengikut-pengikutnya untuk melawan Pemerintahan Koloniak Belanda. Hal
ini terwujud dalam sikap :
1.Penolakan
membayar pajak
2.penolakan
memperbaiki jalan
3.penolakan
jaga malam (ronda)
4.penolakan
kerja paksa/rodi
Samin Surosentiko juga memberikan ajaran
mengenai kenegaraan yang tertuang dalam Serat Pikukuh Kasajaten, yaitu sebuah
Negara akan terkenal dan disegani orang serta dapat digunakan sebagai tempat
berlindung rakyatnya apabila para warganya selalu memperhatikan ilmu
pengetahuan dan hidup dalam perdamaian.
Dalam salah satu ceramahnya yang
dilakukan tanah lapang Desa Bapangan Blora, pada malam Kamis legi, 7 Pebruari
1889 yang menyatakan bahwa tanah Jawa adalah milik keturunan Pandawa. Keturunan
Pandawa adalah keluarga Majapahit. Sejarah ini termuat dalam Serat Punjer
Kawitan. Atas dasar Serat Punjer Kawitan itulah, Samin Surosentiko mengajak
pengikut-pengikutnya untuk melawan Pemerintah Belanda. Tanah Jawa bukan milik
Belanda. Tanah Jawa adalah tanah milik “ wong Jawa “. Oleh karena itulah maka
tarikan pajak tidak dibayarkan. Pohon-pohon jati di hutan ditebangi, sebab
pohon jati dianggap warisan dari leluhur Pandawa. Tentu saja ajaran itu
menggegerkan Pemerintahan Belanda, sehingga Pemerintah Belanda melakukan
penangkapan terhadap pemimpin-pemimpin ajaran Samin.
Geger Samin atau Pergerakan Samin yang
dipimpin oleh Samin Surosentiko sebenarnya bukan saja desebabkanoleh faktor
ekonomis saja, akantetapi juga disebabkan oleh faktor-faktor lain. Yang jelas
pemberontakan melawan Pemerintahan Kolonial Belanda didasarkan pada kebudayaan
Jawa yang religius.. Dengan demikian ajaran Samin surosentiko bukanlah ajaran
yang pesimitis, melainkan ajaran yang penuh kreatifitas dan keberanian.
Samin Surosentiko yang hidup dari tahun
1859 sampai tahun 1914 ternyata telah memberi warna sejarah perjuangan bangsa,
walaupun orang-orang di daerahnya, Blora yang bukan warga Samin
mencemoohkannya, tapi sejarah telah mencatatnya, dia telah mampu menghimpun
kekuatan yang luar biasa besarnya. Ajaran-ajarannya tidak hanya tersebar
didaerah Blora saja, tetapi tersebar di beberapa daerah lainnya, seperti :
Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Madiun, Jember, Banyuwangi, Purwodadi, Pati,
Rembang, Kudus, Brebes, dan lain-lain.
b. Gambaran Umum Masyarakat Samin
Sedulur Sikep atau lebih dikenal sebagai
Wong Samin diketahui bermula dari Desa Klopoduwur, Kecamatan Banjarejo,
Kabupaten Blora. Desa ini terletak kurang lebih 25 kilometer di sebelah utara
Randublatung. Sebuah perkampungan yang terletak di tengah hutan jati. Meskipun
demikian, desa tempat munculnya ajaran Samin ini juga sudah terbilang cukup maju,
listrik telah menerangi sejak tahun 1987. Bahkan saat ini masyarakatnya telah
mengenal serta memiliki televisi, handphone serta sepeda motor. Sebagian besar
masyarakat sedulur sikep bermata pencaharian sebagai petani. Dalam bertani
masyarakat samin juga telah menggunakan traktor untuk mengolah sawah. Meskipun
demikian, kesan tradisional masih tetap nampak dan tidak akan pernah luntur di
wilayah tersebut. Misalnya dengan beberapa rumah masih menggunakan penerangan
lampu minyak dan berlantaikan tanah. Suasana kental pedesaan yang masih akrab
juga masih sangat terasa sekali disini. Bukan hanya lingkungan fisiknya saja,
bahkan kultur yang ada di dalamnya pun masih melekat kental dengan kehidupannya
sehari-hari. Prinsip kejujuran yang diterapkan sejak dahulu juga tetap dipegang
teguh oleh sedulur sikep.
Pada perkembangannya, penganut ajaran
ini lebih menyukainya dengan disebut Sedulur Sikep. Hal ini dikarenakan pada
abad ke 18-an Wong Samin mempunyai citra jelek di mata masyarakat Jawa dan
dianggap sebagai sekelompok orang yang kelewat lugu hingga terkesan amat bodoh,
primitif dan sangat naïf. Padahal sesungguhnya pandangan seperti itu salah
besar, dan terkesan sangat konyol. Sebab pada realitanya banyak juga masyarakat
samin yang sudah mengenal dunia luar,meskipun tidak semuanya, khususnya para
pemuda-pemuda yang berada di desa tersebut. Sedangkan sebutan Sedulur Sikep itu
sendiri diartikan sebagai orang yang berprilaku baik hati dan jujur.
Nilai-Nilai Sosial di era modern seperti
sekarang, dalam kultur masyarakat samin kebudayaan yang sampai detik ini tidak
terpupus zaman adalah nilai-nilai positif yang telah ada pada masyarakat Samin.
Misalnya kejujuran dan kearifannya dalam memakai alam, semangat gotong royong
dan saling menolong yang masih tinggi. Sampai sekarang, sebenarnya nilai-nilai
kegotongroyongan dan kejujuran tanpa disadari masih kental jika kita melihat
keseharian dan akitivitas masyarakat samin. Selain kejujuran dan
kegotongroyongan, Sedulur Sikep juga terkenal dengan kesederhanaan dan etos
kerjanya yang tinggi. Etos kerja Sedulur Sikep juga terkenal sangat tinggi.
Biasanya mereka akan berangkat ke Ladang, sawah maupun hutan pada pagi buta dan
baru kembali saat senja menjelang. Di siang hari, suasana senyap akan meliputi
pemukiman mereka karena masing-masing masih sibuk bekerja.
Bagi mereka siang merupakan waktu untuk
berkarya sebaik-baiknya.
Pandangan masyarakat Samin terhadap lingkungan juga sangat positif. Biasanya mereka memanfaatkan alam (misalnya mengambil kayu) secukupnya saja dan tidak pernah mengeksploitasi bahkan sering melakukan ritual-ritual khusus untuk kelestarian alam.
Pandangan masyarakat Samin terhadap lingkungan juga sangat positif. Biasanya mereka memanfaatkan alam (misalnya mengambil kayu) secukupnya saja dan tidak pernah mengeksploitasi bahkan sering melakukan ritual-ritual khusus untuk kelestarian alam.
Hal ini selaras dengan pola pikiran
mereka yang cukup sederhana, tidak berlebihan dan apa adanya. Tanah bagi mereka
ibarat ibu sendiri, artinya tanah memberi penghidupan kepada mereka Karena
sesungguhnya Sedulur Sikep memiliki khasanah budaya yang luhur, dengan
kehidupan mereka yang sederhana, dan apa adanya. Satu komunitas itu terasa
damai, rukun, segala sesuatu diselesaikan untuk mencari bagaimana baiknya,
tanpa adanya suatu peselisihan. Prinsip mereka yang senang membantu serta tidak
ingin merepotkan orang lain merupakan sikap yang pantas diacungi jempol dan
harus senantiasa dilestarikan. Perjuangan Samin Demi Sebuah Eksistensi Ditengah
peradaban yang semakin modern, masih ada beberapa suku atau daerah yang masih
mempertahankan tradisi ajarannya. Adanya himpitan kebudayaan tradisional yang
makin ditinggalkan, mengakibatkan orang lupa dengan kebudayaan aslinya. Tapi
masih banyak orang yang tetap berpegang teguh pada ajarannya. Salah satu suku
yang masih mempertahankan eksistensinya adalah Samin.
Terlepas dari sikap samin yang masih terkesan primitif dan jarang untuk bersosialisasi dengan masyarakat luar. Patut kita tiru perilaku mereka dalam melakukan suatu kegiatan yang masih tetap mengedepankan sikap toleransi, gotong royong, dan menghargai orang lain. Sebab hanya dengan bergitulah maka kita semua akan merasa saling memiliki antara satu dengan yang lainnya. Sehingga akan tercipta suatu kehidupan yang harmonis dan sejahtera.
Terlepas dari sikap samin yang masih terkesan primitif dan jarang untuk bersosialisasi dengan masyarakat luar. Patut kita tiru perilaku mereka dalam melakukan suatu kegiatan yang masih tetap mengedepankan sikap toleransi, gotong royong, dan menghargai orang lain. Sebab hanya dengan bergitulah maka kita semua akan merasa saling memiliki antara satu dengan yang lainnya. Sehingga akan tercipta suatu kehidupan yang harmonis dan sejahtera.
c. Macam-Macam Lembaga Sosial pada masyarakat Samin
Lembaga Sosial
Menurat Koentjaraningrat, pranata sosial adalah sistem
norma atau aturan-aturan yang mengenai suatu aktivitas masyarakat yang khusus.
Sedangkan menurut Soerdjono Soekanto, pranata sosial merupakan himpunan norma
segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok di dalam kehidupan
masyarakat.
1. Lembaga keluarga
Adat perkawinan pada masyarakat samin,
pada dasarnya adat yang berlaku adalah endogami, yakni pengambilan dari dalam
kelompok sendiri dan menganut prinsip monogami. Dalam pola perkawinan ini yang
ideal adalah istri cukup hanya satu untuk selamanya (bojo siji kanngo
sakslawase). Sebagai landasan berlangsungnya perkawinan adalah kesepakatan
antara laki-laki dengan wanita. Kesepakatan
merupakan ikatan mutlak dalam adat perkawinan masyarakat samin.
Wong samin tidak mengenal catatan sipil
dalam perkawinan, budaya mereka ketika dua orang lain jenis saling tertarik
satu sama lain, maka lamaran akan langsung disampaikan keorang tua pihak
perempuan oleh calon suami. Ketika orang tua dan si calon gadis setuju maka
gadis itu akan langsung di boyong kerumah suaminya. Dengan kata lain sahnya
perkawinan dilakukan sendiri dari orang tua laki-laki gadis. Dasar pengesahan perkawianan
ini dalah pernyataan padha demen (suka sama suka) antara laki-laki dan gadis.
Adat perkawinan ini menunjukkan bahwa
lembaga agama seperti KUA tidaklah berjalan dengan semestinya, Adat perkawinan
yang tidak sesuai dengan pemerintah ini terkadang menimbulkan masalah. Hal
tersebut terjadi karena perkawinan yang dilangsungkan terjadi tanpa
sepengetahuan catatan sipil yang menyebabkan selamanya mereka tidak bisa
mengurus akte kelahiran untuk pendidikan anak mereka kelak.
2.
Lembaga agama
Agama masyarakat samin adalah agama adam
(campuran Hindu Budha ). Semua agama bagi mereka adalah sama baik. Bagi mereka
yang penting manusia itu sama saja, sama hidup dan tidak berbeda dengan yang
lainnya. Hanya perjalanan hidup yang berbeda, perbuatan atau pekertinya.
Perbuatan manusia itu hanya ada dua baik dan buruk, jadi orang bebas untuk
memilih diantara dua perbuatan tersebut.
Pokok ajaran samin antara lain:
· Agama
iku gaman(agama adalah senjata atau pegangan hidup)
· Aja
drengki srei, tukar padu, dahpen, kemeren, aja kutil jumput, bedhog nyolong
(jangan menggangu orang lain, jangan bertengkar, jangan suka iri hati, dan
jangan suka mengambil milik orang lain)
· Berbuatlah
sabar dan jangan sombong, jangan takabur, jangan mencuri, jangan menggambil
barang sedangkan menjumpai barang tercecer dijalan dijauhi.
Ajaran
samin menyangkut tentang nilai-nilai kehidupan manusia. Ajaran tersebut
digunakan sebagai pedoman bersikap dan bertingkah laku, khususnya harus selalu
hidup dengan baik dan jujur untuk anak keturunanya, sehingga dalam mayarakat
samin tidak ada seorang pemuka agama, semua dibina oleh pribadi masing-masing,
atau diatur oleh masyarakat sendiri . Ajaran samin merupakan gerakan meditasi
dan pengerahan kekuatan bathiniyah untuk memerangi hawa nafsu. Dalam masyarakat
samin Sejauh ini tidak pernah ada
konflik yang terjadi dalam sedulur sikep karena warganya menjunjung tinggi rasa
toleransi dan tidak pernah bertengkar.
3.
Lembaga pendidikan
Di sekitar tempat tinggal sedulur sikep,
yakni didaerah Klopoduwur, Blora, Jawa Tengah telah terdapat beberapa lembaga
pendidikan. Lembaga pendidikan tersebut terdiri dari 3 sekolah dasar (SD) dan sebuah MI (Madrasah
Ibtida’iyah). Diantara keempat sekolah tersebut, sekolah dasar Sumberanlah yang
paling banyak memiliki murid yang berasal dari sedulur sikep, karena merupakan
sekolah yang paling dekat dari perkampungan masyarakat tersebut.
Saat ini hampir seluruh anak-anak
sedulur sikep yang ada di Blora telah mengeyam pendidikan, walaupun
pendidikannya hanya sebatas pada Sekolah dasar (SD) saja. Masyarakat sedulur
sikep tidak ada yang melanjutkan sekolah kejenjang yang lebih tinggi dari
sekolah dasar karena asalkan sudah bisa membaca dan menulis sudah dianggap
cukup. Alasan lainnya yaitu masyarakat sedulur sikep tidak memperbolehkan
anggota masyarakatnya bekerja diluar wilayahnya, misalnya menjadi buruh di
Pabrik. Sehingga masyarakatnya hanya bekerja sebagai petani saja, yang
pekerjaannya tidak membutuhkan sekolah karena mereka hanya perlu belajar dari
orang tua mereka saja.
Dalam pembelajaran disekolah, anak-anak
sedulur sikep memang memiliki sedikit kesulitan karena bahasa yang mereka
gunakan sedikit berbeda dari bahasa jawa yang umum digunakan masyarakat. Walaupun
dalam perkembangannya sudah banyak masyarakat tersebut yang mengerti bahasa
Indonesia, namun karena dalam kesehariannya jarang digunakan, tetap saja
masyarakatnya kesulitan dalam berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia.
Guru-guru yang mengajar disekolah-sekolah disekitar sedulur sikep bukanlah guru
yang berasal dari masyarakat sedulur sikep. Sehingga, kemungkinan besar mereka
akan mengalami kesulitan dalam menterjemahkan pelajaran agar dipahami semua
muridnya. Pelajaran yang diberikan dalam sekolah tersebut juga tidak memiliki
perbedaan dengan pelajaran yang diberikan disekolah-sekolah pada umumnya.
4.
Lembaga hukum
Hukum
sendiri adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian
kekuasaan kelembagaan dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang
politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai
perantara utama dalam hubungan sosial antara masyarakat terhadap kriminalisasi
dalam hukum pidana,hokum pidana yang
berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum
menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi
manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan di mana mereka
yang akan dipilih. Administratif hukum digunakan untuk meninjau kembali
keputusan dari pemerintah, sementara hukum internasional mengatur persoalan
antara berdaulat negara dalam kegiatan mulai dari perdagangan lingkungan
peraturan atau tindakan militer.
Berdasarkan penelitian kelompok kami
mengenai suku samin diketahui bahwa
lembaga hukum pada masyarakat suku samin masih benar-benar tradisional, mereka
sangat mengagungkan pesan-pesan dari leluhur yang bisa dibilang nenek moyang
mereka. Mereka selalu bertindak sesuai aturan dari adat samin yang telah diwariskan
turun temurun dan selalu dipatuhi setiap masyarakat. Apabila terdapat suatu
penyimpangan atau tindakan yang melanggar hukum setempat misalnya saja
pencurian, Penyelesaian tindak pidana di Suku Samin diselesaikan menurut hukum
adat yang berlaku di Suku Samin. Sanksi adat yang diberikan pada orang yang
melakukan tindak pidana pencurian yaitu : orang yang melakukan tindak pidana
pencurian dan diketahui oleh masyarakat maka orang tersebut akan dikucilkan
dari masyarakat Suku Samin, orang tersebut sudah tidak lagi dianggap sebagai
warga masyarakat Samin. Apabila ada acara-acara di desa tersebut seperti acara
syukuran desa, pertemuan-pertemuan antar masyarakat desa maka orang yang
melakukan tindak pidana pencurian tidak lagi diundang hadir dalam acara-acara
tersebut. Perananan masyarakat Samin dalam penyelesaian sangatlah besar dengan
menjalankan ajaran-ajaran yang diajarkan oleh Samin Surosentiko dengan baik,
sehingga dengan menjalankan ajaran tersebut dapat mencegah terjadinya tindak
pidana pencurian.
Penyelesaian tindak pidana yang di selesaikan
berdasarkan hukum adat Samin apabila dilaporkan oleh salah satu pihak yang
menjadi korban pencurian ke kantor polisi Kabupaten Blora, maka dari pihak
kepolisian akan menindaklanjuti semua laporan dari masyarakat Suku Samin. Hal
ini sesuai dengan tugas dan wewenang polisi yaitu menindaklanjuti adanya
laporan dari masyarakat. Dengan demikian penyelesaian tindak pidana pencurian
di Suku Samin tidak diakui oleh hukum positif Indonesia. Tindak pidana
pencurian yang terjadi diselesaikan menurut hukum adat masyarakat Samin, dan
diselesaikan menurut hukum positif Indonesia. Tindak pidana yang mengakibatkan
kerugian material yang sedikit diselesaikan menurut hukum adat masyarakat Samin
dan untuk tindak pidana yang mengakibatkan kerugian material yang banyak
diselesaiakan menurut hukum positif Indonesia.Peranan masyarakat Suku Samin
dalam mencegah tindak pidana pencurian sangat besar, ajaran-ajaran itu
digunakan sebagai pedoman bersikap dan bertingkah laku atau pebuatan manusia
khususnya orang-orang Samin agar selalu hidup dengan baik dan jujur untuk anak
keturunannya kelak.
Penyelesaian tindak pidana pencurian yang
diselesaikan oleh masyarakat Suku Samin tidak diakui oleh hukum negara
Indonesia. Pemerintah seyogyanya mengakui hukum yang hidup dan berkembang di
masyarakat Suku Samin untuk pertimbangan penegakan hukum di Indonesia.
Pemerintah seyogyanya memberi peluang dan kesempatan untuk tumbuh dan
berkembangnya adat budaya dan kearifan lokal masyarakat Suku Samin. Bagi masyarakat
Samin untuk melestarikan dan menjaga adat istiadat budaya Saminisme sehingga
tidak pudar oleh modernisasi zaman sekarang. Bagi masyarakat Samin untuk
melestarikan dan menjaga adat istiadat budaya Saminisme sehingga kebudayaan
Saminisme tidak pudar oleh modernisasi zaman sekarang, serta bagi masyarakat
Samin untuk tetap menjaga adat istiadat dan ajaran-ajaran yang diajarkan oleh
Samin Surosentiko.
5.
Lembaga
ekonomi
Kehidupan
ekonomi masyarakat samin dilihat dari tingkat pemenuhan kebutuhan hidup sangatlah
kurang terpenuhi. Mengingat mereka ini sebagai petani maka tingkat pemenuhan
kebutuhan hidup tergantung dari sektor pertanian. Oleh karena itu diperlukan
peran desa untuk dapat mengembangkan sector ekonomi tersebut. Di dalam
masyarakat Samin masih sangat sedikit orang yang melakukan kegiatan ekonomi
seperti jual beli, system yang diterapkan masyarakat samin adalah turun temurun
yang di ajarkan olehleluhur mereka. Misalnya saja pasangan suami istri yang
baru saja menikah dan berumah tangga, mereka tidak akan membeli tanah apalagi
rumah untuk dijadikan tempat tinggal mereka, mereka akan berpisah dengan
keluarganya jika kedua orang tua mereka baik dari pihak perempuan atau
laki-laki memberinya tanah untuk dijadikan tempat tinggal, begitu juga dengan
makanan sehari-hari,mereka mengambilnya dari lading yang mereka Tanami
sayur-sayuran dan bumbu masak serta rempah-rempah lainnya, jika masyarakat
samin membutuhkan sesuatu yang tidak mereka miliki, maka mereka akan menukarkan
apa yang mereka punya untuk mendapatkan apa yang mereka butuhkan, atau nama
lainya barter. Jadi system ekonomi yang ada di masyarakat samin adalah barter,
tetapi dalam masyarakat samin tidak terdapat lembaga ekonomi seperti pasar dll,
mereka sangat tradisional dan tidak melakukan jual beli.
BAB IV
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Masyarakat samin (sedulur singkep)
masyarakat yang memegang ajaran-ajaran leluhur mereka pada masa perlawanan
terhadap belanda yang dibawa hingga kini. Terletak di desa Sumber kecamatan
kraden, kabupaten Blora dikenal sebagai masyarakat yang selalu menentang
program pemerintah. Seperti sistem kepemilikan tanah yang berbeda atau tidak
bersertifikat. Mensekolahkan anak merupakan bagian dari wujud kerukunan mereka
terhadap warga sekitar padukuhun sedulur singkep. Lembaga pendidikan, dalam
masalah pendidikan masyarakat samin kurang
menganggap penting, bagi mereka jika sudah bisa membaca dan menulis itu
cukup tidak perlu meneruskan kejenjang yang lebih tinggi, sehingga pada masyarakat
samin kebanyakan anak-anak mereka pendidikannya hanya sebatas pada Sekolah
Dasar (SD). Lembaga hukum, lembaga hukum pada masyarakat samin kurang berfungsi
sebab adanya beberapa alasan yaitu keengganan masyarakat samin untuk
mempercayai pemerintah sehingga apapun yang diberikan oleh pemerintah mereka
tolak, masyarakat samin yang sangat memegang erat ajaran agamanya, tertanamnya
sikap jujur yang mendarah daging menjadikan masyarakat samin tidak melakukan
penyimpangan. Orang tua merupakan sumber hukum yang terkesan sangat paten dan
harus dilakukan. Melanggar perintah orang tua merupakan kesalahan yang sangat
besar. Pengadilan ataupun aparat negara tidak mempunyai fungsi pengendalian
sosial karena keteraturan norma yang sangat bagus. Nasehat merupakan sanksi
tertinggi bagi mereka yang lena terhadap peraturan yang berlaku.
B.
SARAN
1.
Pemerintah perlu memahami kondisi dan
budaya masyarakat Suku Samin dan tetap menjaga kebudayaan tersebut
2.
Pemerintah perlu memberikan perhatian di
segala bidang kehidupan masyarakat Samin.
3.
Masyarakat perlu memaklumi budaya Suku
Samin dan tidak melakukan berbagai tindakan yang apatis.
DAFTAR PUSTAKA
Lexy
J. Moeleong. 1997. Metodologi Penelitian
Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda
Karya.
Soerjono
Soekanto. 2010. Sosiologi Suatu Pengantar.
Jakarta: Rajawali Press.
Taneko,
Soleman. 1984. Struktur dan Proses Sosial.
Jakarta: Rajawali Pers.
0 Response to " lembaga sosial yang terdapat di masyarakat Samin"
Post a Comment