-->

lembaga sosial yang terdapat di masyarakat Samin

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang kaya akan kebudayaan. Keragaman, keunikan dan pola kesatuan rasa yang menghargai keberadaan manusia sebagai saudaranya. Peradaban tersebut kini mulai hilang akibat pergeseran nilai yang di anut masyarakat Indonesia. Sehingga ada kecenderungan anggapan terhadap masyarakat yang menganut nilai luhur dari bangsa ini dianggap sebagai masyarakat yang kurang baik. Masyarakat samin (sedulur singkep) masyarakat yang memegang ajaran-ajaran leluhur mereka pada masa perlawanan terhadap belanda yang dibawa hingga kini
Terletak di desa Sumber kecamatan kraden, kabupaten Blora dikenal sebagai masyarakat yang selalu menentang program pemerintah. Seperti sistem kepemilikan tanah yang berbeda atau tidak bersertifikat. Sistem pendidikan yang mereka anut tidak mengenal pendidikan formal. Mensekolahkan anak merupakan bagian dari wujud kerukunan mereka terhadap warga sekitar padukuhun sedulur singkep. 
Orang tua merupakan sumber hukum yang terkesan sangat paten dan harus dilakukan. Melanggar perintah orang tua merupakan kesalahan yang sangat besar. Pengadilan ataupun aparat negara tidak mempunyai fungsi pengendalian sosial karena keteraturan norma yang sangat bagus. Nasehat merupakan sanksi tertinggi bagi mereka yang lena terhadap peraturan yang berlaku.
Berkaitan dengan aturan berserawung, hukum negara seperti tidak diperlukan lagi disana, undang tindak kriminal tidak berlaku. Belum pernah ditemukan kasus akibat pergaulan bebas, belum pernah ada kasus keterlibatan pemuda sedulur singkep dalam berbagai kasus tawuran atau prilaku abnormal lainnya.
Ketertarikan kami dengan kelainan yang ada pada masyarakat sedulur singkep menjadikan kami ingin menulis beberapa bagian dari sturktur masyarakat terutama adalah lembaga-lembaga yang terdapat pada masyarakat tersebut.
B.     Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah di atas dapat disimpulkan identifikasi masalah sebagai berikut :
a.       Setiap masyarakat pasti terdapat lembaga-lembaga yang mengikat dalam kehidupan.
b.      Setiap lembaga yang ada memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat tersebut.
c.       Masyarakat di desa Sumber dusun Sedulur Sikep memiliki lembaga-lembaga sosial yang pada umumnya sama dengan masyarakat lain.
C.      Pembatasan Masalah
Berdasarakan identifikasi masalah dan uraian di atas maka permasalahan yang ada harus dibatasi. Pembatasan masalah ini bertujuan untuk memfokuskan perhatian pada observasi agar diperoleh kesimpulan yang benar dan mendalam pada aspek yang damati. Cakupan masalah dalam observasi ini dibatasi pada lembaga-lembaga sosial yang ada di masyarakat Samin.
D.    Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan batasan masalah diatas maka rumusan masalah pada observasi ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.      Bagaimana deskripsi singkat tentang sejarah masyarakat Samin?
2.      Bagaimana gambaran umum masyarakat samin di era modern?
3.      Apa saja lembaga sosial yang terdapat di masyarakat Samin?
E.     Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
·         Untuk mengetahui deskripsi singkat tentang masyakat Samin.
·         Untuk mengetahui lembaga-lembaga sosial apa saja yang terdapat pada kelapa Duwur.
·         Untuk mengetahui fungsi lembaga sosial masyarakat samin.
Tujuan khusus
·         Untuk mengetahui bagaimana lembaga-lembaga sosial yang ada berperan dalam kehidupan sesama warga Samin dan masyarakat sekitar desa Kelapa Duwur .
·         Secara khusus, untuk mengetahui lembaga-lembaga sosial yang ada pada masyarakat samin.

F.     Manfaat Observasi
Observai ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu sebagai berikut:
1.    Manfaat secara Teoritis
KKL I di desa Kelapa Duwur  mengenai lembaga sosial yang ada pada masyarakat Samin diharapkan dapat memberikan manfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan, dan memberikan pengetahuan secara umum mengenai perkembangan masyarakat dan struktur sosial yang terjadi di desa kelapa dewur pada masyarakat Samin, serta dapat bermanfaat bagi observasi-observasi selanjutnya yang relevan
2. Manfaat secara Praktis
a.      Bagi Peneliti
Melalui Kuliah Kerja Lapangan ini, kami dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuan khususnya mata  kulia struktur dan proses sosial secara nyata. Selain itu, kami juga dapat mengetahui bagaimana struktur dan proses sosial yang ada pada masyarakat samin desa Klopoduwur.
b.      Bagi Mahasiswa
Hasil KKL ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi mengenai stuktur dan proses sosial suatu tempat terkait dengan era globalissai saat ini, dan bagaimana fenomena sosiologis yang muncul terkait dengan hal ini, serta laporan observasi ini dapat bermanfaat sebagai referensi kajian untuk observasi lainnya dengan tema yang relevan
c.       Bagi Masyarakat
Laporan observasi KKL ini dapat memberikan sumbangan pemikiran  kepada masyarakat mengenai struktur dan proses sosial yang terjadi, terutama untuk masyarakat samin itu sendiri, sehingga masyarakat mampu membina kehidupan sosialnya dengan baik.
d.      Bagi Universitas dan Lembaga Pendidikan
Hasil laporan observasi KKL ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan bagi para akademisi tentang struktur dan proses soail dan dampak sosiologis yang ditimbulkan.



BAB II
METODOLOGI PENELITIAN

A.    Lokasi Penelitian
Penelitian Kuliah Kerja Lapangan I dipusatkan di desa Sumber Kabupaten Blora Provinsi Jawa tengah.
B.     Tema penelitian
Penelitian KKL I difokuskan pada tema lembaga sosial yang ada di desa Sumber Kabupaten Blora Provinsi Jawa tengah.
C.    Bentuk dan Strategi Penelitian
Berdasarkan sifat dan spesifikasi yang diangkat dalam penelitian ini, maka bentuk penelitian yang relevan digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan Kualitatif. Penelitian Kualitatif adalah penelitian yang meggunakan wawancara sebagai sumber datanya, dan mencari informasi yang selengkap-lengkapnya dari suatu hal.
D.    Sumber Data
1.      Data Primer
Data primer disini adalah pengambilan data dengan wawancara. Wawancara telah dilakukan dengan narasumber yaitu pada masyarakat Samin (bapak Sunardi, Ibu Jumiyati dan ibu Suminten)
2.    Data Sekunder
Data ini berupa sumber tertulis yaitu sumber diluar kata-kata dan tindakan yang dikategorikan sebagai sumber data kedua, namun tetap penting keberadaannya bagi upaya pengumpulan data penelitian. Sumber data tertulis dalam penelitian yang telah kami lakukan ini adalah buku-buku, dan sumber internet yang berkenaan dengan observasi ini.
E.     Teknik Pengumpulan Data
a.      Wawancara
Wawancara merupakan suatu kegiatan untuk memperoleh informasi atau data dengan cara bertanya langsung kepada responden atau narasumber. Wawancara ini dilakukan dengan cara komunikasi tatap muka, namun berbeda dengan kegiatan percakapan yang kita lakukan sehari-hari. Dalam kegiatan ini, wawancara dan narasumber belum saling mengenal sebelumnya. Pewawancara selalu menjadi pihak yang bertanya, dan narasumber selalu menjadi pihak yang menjawab pertanyaan. Dalam pelaksanaannya, pewawancara membawa pedoman yang merupakan garis besar mengenai hal-hal yang akan di tanyakan.
b.      Observasi
Observasi merupakan suatu aktivitas penelitian dalam rangka pengumpulan data sesuai dengan masalah penelitian, melalui proses pengamatan di lapangan. Dalam pelaksanaan observasi, peneliti memiliki pedoman observasi yang berisi daftar mengenai sesuatu yang ingin di observasi. Jenis-jenis observasi ini ada dua, yaitu observasi partisitifatif, dan observasi non partisipatif. Dalam observasi partisipatif dibagi menjadi dua yaitu partisipatif penuh dan sebagian.
c.       Studi Pustaka
Studi kepustakaan merupakan suatu kegiatan penelusuran dan penelaah literature. Kegiatan ini dilakukan untuk mencari sumber data sekunder yang mendukung penelitian dengan menggunakan bahan-bahan dokumentasi, baik berupa buku, majalah maupun arsi-arsip lainnya yang mendukung observasi.

F.     Teknik Analisis Data
1.      Pengumpulan data
Data yang didapat berasal dari observasi langsung (partisipasi penuh) ke lokasi penelitian tepatnya pada masyarakat samin di  desa Sumber Kecamatan ....Kabupaten Blora. Kemudian kami melakukan wawancara ke narasumber yang lebih mengerti atau paham tentang keadaan atau seluk beluk masyarakat samin desa Sumber, serta pengamatan langsung di desa tersebut. Selanjutnya, dilakukan pengumpulan data-data yang di peroleh dan kemudian kami olah berdasarkan studi pustaka yang relevan, sehingga tersusun dalam bentuk laporan KKL I.
2.      Reduksi Data
Miles dan Huberman menyatakan bahwa proses reduksi merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari hasil pengisian angket. Proses reduksi data ini dimaksudkan untuk lebih mempertajam, menggolongkan, mengarahkan, membuang bagian data yang tidak diperlukan serta mengorganisasikan data sehingga mudah untuk dilakukan penarikan kesimpulan yang kemudian dilanjutkan dengan proses verifikasi. Dalam observasi ini, reduksi data dilakukan dengan cara pemilihan dan pengelompokkan daftar pertanyaan yang sama, kemudian di rekapitulasi agar nantinya dapat memudahkan pengolahan ke dalam analisis deskriptif.
3.      Penyajian Data
Penyajian data adalah sejumlah informasi yang tersusun dan memberikan kemungkinan-kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan lebih lanjut. Dengan melihat penyajian data, kita akan dapat memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan selanjutnya. Agar sajian data berupa naratif sebagai wadah panduan informasi tentang apa yang terjadi, maka data disajikan sesuai dengan apa yang diteliti. Penyajian data dalam laporan observasi kami menggunakan analisis secara naratif dan deskriptif, sehingga pembaca mampu memahami isi dan hasil dari observasi yang telah kami lakukan.
4.      Penarikan Kesimpulan
Kesimpulan merupakan langkah akhir dalam pembuatan suatu laporan. Penarikan kesimpulan adalah usaha untuk mencari atau memahami makna, keteraturan pola-pola penjelasan, alur sebab akibat atau proposisi. Kesimpulan yang ditarik segera diverifikasi dengan cara melihat dan mempertanyakan kembali sambil melihat catatan lapangan agar memperoleh pemahaman yang lebih tepat. Selain itu juga dapat dilakukan dengan mendiskusikannya. Hal tersebut dilakukan agar data yang diperoleh dan penafsiran terhadap data tersebut memiliki validitas sehingga kesimpulan yang ditarik menjadi kokoh.



BAB III
KAJIAN TEORI, PEMBAHASAN, DAN ANALISIS
A.            Kajian Teori
Struktur  sosial yaitu jalinan antara unsur-unsur sosial yang pokok yaitu norma-norma sosial, lembaga-lembaga sosial, kelompok-kelompok sosial, serta lapisan sosial. Dengan demikian, unsur-unsur pokok dari struktur sosial suatu masyarakat terdiri dari:
1.      Kelompok - kelompok sosial
2.      Lembaga - lembaga sosial
3.      Kaidah - kaidah atau norma - norma sosial
4.      Lapisan - lapisan sosial atau stratifikasi sosial

Terdapat pandangan lain terhadap unsur-unsur dari struktur sosial dan kelihatanya pandangan ini hanyalah berbeda dalam kuantitas dari komponen atau unsur struktur sosial. Raymond firth, misalnya menyatakan bahwa struktur sosial suatu pergaulan hidup manusia meliputi berbagai tipe kelompok yang terjadi dari banyak orang dengan meliputi pula lembaga-lembaga didalam mana orang banyak tersebut ambil bagian.
Proses sosial adalah pengaruh timbal balik antara berbagai bidang kehidupan bersama. Kehidupan bersama itu dapat dilihat sebagai terdiri dari beberapa segi atau aspek,yaitu segi kehidupan ekonomi,segi kehidupan politik,segi kehidupan hukum dan sebagainya. Dalam proses sosial sangat diperlukan adanya interaksi sosial yang merupakan bentuk utama untuk menuju aktivitas sosial dan pengaruh sosial. interaksi sosial yaitu hubungan timbal balik antara pihak satu dengan yang lain, dalam sebuah interaksi sosial terdapat dua syarat yaitu kontak sosial dan komunikasi sosial. Komunikasi muncul setelah kontak berlangsung, terjadinya kontak belum berarti ada komunikasi, oleh karena itu komunikasi timbul apabila seseorang individu memberi tafsiran pada perilaku orang lain.


B.     Deskripsi Data
Masyarakat samin adalah sebuah fenomena budaya, yang memiliki keunikan sekaligus sarat akan pesan. Wong samin terkenal akan polos dan apa adanya. Masyarakat samin terdapat di beberapa daerah diantaranya di Tapelan (Bojonegara), Nginggil dan Klopoduwur (Blora), Kutuk (Kudus), Gunungsegara (Brebes), Kandangan (Pati), dan Tlaga Anyar (Lamongan) dan lainnya.
Menurut sejarah, ajaran ini dikembangkan oleh samin Surosentiko. Samin Surosentiko lahir 1859, di desa Ploso Kedhiren. Nama samin surosentiko yang asli adalah Raden Kohar. Nama ini kemudian diubah menjadi Samin, yaitu sebuah nama yang bernafas kerakyatan. Samin wafat dalam pengasingan (ia diasingkan oleh Belanda) di kota Padang, Sumatra Barat pada tahun 1914.  
Pada tahun 1980 Samin Surosentikko mulai mengembangkan ajarannya di daerah Klopoduwur, Blora. Tahun 1903 Residen Rembang melaporkan bahwa ada sejumlah 722 orang pengikut Samin yang tersebar di 34 desa Blora bagian selatan dan Bojonegoro. Ajaran samin disampaikan oleh samin surosentiko kepada pengikutnya dengan cara ceramah (sesoroh) di rumah atau di tanah lapang. Hal ini dilakukan karena wong samin tidak bisa membaca dan menulis.
Dalam kehidupan masyarakat samin terdapat beberapa lembaga yang mengikat kehidupan mereka antara lain lembaga agama, agama yang dianut oleh msyarakat samin adalah agama Adam. Semua agama bagi mereka adalah sama baik, hanya perjalanan hidup yang berbeda, perbuatan atau pekertinya. Perbuatan manusia itu hanya ada dua baik dan buruk, jadi orang bebas untuk memilih diantara dua perbuatan tersebut.
Lembaga keluarga, dalam lembaga ini terdapat adat perkawinan. Pada dasarnya adat yang berlaku bagi masyarakat samin adalah endogami, yakni pengambilan dari dalam kelompok sendiri dan menganut prinsip monogami. Dalam pola perkawinan ini yang ideal adalah istri cukup hanya satu untuk selamanya (bojo siji kanngo sakslawase). Sebagai landasan berlangsungnya perkawinan adalah kesepakatan antara laki-laki dengan wanita. Kesepakatan  merupakan ikatan mutlak dalam adat perkawinan masyarakat samin.
Lembaga ekonomi, mata pencaharian masyarakat samin adalah  petani. Mereka tidak mengenal ilmu ekonomi modern, mereka tidak memperhitungkan untung rugi, karena sebenarnya dalam perekonomian mereka tidak ada konsep jual beli. Apa yang mereka produksi(hasilkan), mereka konsumsi sendiri dan pendistribusiaanyapun  hanya mereka tukar belikan ketokoh-tokoh atau pasar setempat, untuk mendapatkan  kebutuhan mereka. Meski mereka tidak mengenal prinsip ilmu ekonomi modern, tetapi di era modern ini mereka sudah mengenal dan menggunakan traktor untuk membantu pekerjaan mereka.
Lembaga pendidikan, dalam masalah pendidikan masyarakat samin kurang  menganggap penting, bagi mereka jika sudah bisa membaca dan menulis itu cukup tidak perlu meneruskan kejenjang yang lebih tinggi, sehingga pada masyarakat samin kebanyakan anak-anak mereka pendidikannya hanya sebatas pada Sekolah Dasar (SD).
Lembaga hukum, lembaga hukum pada masyarakat samin kurang berfungsi sebab adanya beberapa alasan yaitu keengganan masyarakat samin untuk mempercayai pemerintah sehingga apapun yang diberikan oleh pemerintah mereka tolak, masyarakat samin yang sangat memegang erat ajaran agamanya, tertanamnya sikap jujur yang mendarah daging menjadikan masyarakat samin tidak melakukan penyimpangan.
 C.    Kajian Terkait dengan Struktur dan Proses Sosial
Unsur-unsur struktur dan proses sosial:
1.      Pranata Sosial
Menurat Koentjaraningrat, pranata sosial adalah sistem norma atau aturan-aturan yang mengenai suatu aktivitas masyarakat yang khusus. Sedangkan menurut Soerdjono Soekanto, pranata sosial merupakan himpunan norma segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok di dalam kehidupan masyarakat.
Dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pranata sosial adalah himpunan norma atau aturan yang mengatur tingkah laku anggota dalam suatu lembaga sosial tertentu. Pranata sosial bersifat khusus bagi anggota lembaga yang bersangkutan, dan beragam penerapannya dalam berbagai bidang kehidupan.
Dalam setiap lembaga masyarakat pasti terdapat pranata sosial. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena setiap masyarakat pasti mempunyai kebutuhan-kebutuhan pokok, dan jika kebutuhan-kebutuhan tersebut dikelompokan akan terhimpun menjadi lembaga kemasyarakatan, tanpa mempedulikan apakah masyarakat tersebut mempunyai tahap kebudayaan sederhana ataukah modern/kompleks. Adanya lembaga-lembaga tersebut di dalamnya membentuk seperangkat norma atau aturan-aturan yang disebut pranata sosial.
Ciri-ciri Pranata Sosial:
1.      Mempunyai tingkat kekekalan tertentu
2.      Mempunyai tujuan tertentu
3.      Mempunyai lambang dan symbol-simbol tertentu
4.      Merupakan alat-alat perlengkapan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan
5.      Mempunyai tradisi tertulis maupun tidak tertulis
Fungsi Pranata Sosial:      
·         Memberikan pedoman dalam bertingkah laku dalam menghadapi masalah terutama menyangkut dalam kebutuhan pokok
·         Menjaga keutuhan masyarakat
·         Menjadi pedoman sistem pengendalian sosial di masyarakat
Jenis Pranata Sosial:
·         Pranata keluarga
·         Pranata hukum
·         Pranata Ekonomi
·         Pranata Pendidikan
·         Pranata Agama


2.      Stratifikasi Sosial
Menurut Pitirim A. Sorokin mengemukakan bahwa sistem dalam masyarakat itu merupakan ciri yang tetap dan umum dalam setiap masyarakat yang hidup dengan teratur. Mereka yang memiliki barang atau sesuatu yang berharga dalam jumlah banyak, akan menduduki lapisan atas. Sebalikya, mereka yang memiliki barang dalam jumlah yang relative sedikit, atau bahkan tidak memiliki sama sekali akan dipandang mempunyai kedudukan yang rendah. Selanjutya, Sorokin mengemukakan stratifkasi sosial adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis).
Bentuk konkrit lapisan-lapisan dalam masyarakat tersebut bermacam-macam. Namun, pada prinsipnya bentuk-bentuk tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam tiga macam kelas, yaitu:
  • Kelas yang didasarkan pada factor ekonomis,
  • Kelas yang didasarkan pada factor politik,
  • Kelas yang didasarkan pada jabatan-jabatan tertentu dalam masyarakat.
1.      Unsur-unsur stratifikasi sosial meliputi:
a)      Status (kedudukan)
Status adalah sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial, sehubungan dengan orang lain dalam kelompok tersebut. Menurut Pitirim A. Sorokin untuk mengukur status seseorang secara rinci dapat dilihat dari jabatan atau pekerjaan, pendidikan dan lusnya pengetahuan, kekayaan, politis, keturunan, agama. Status dibedakan menjadi tiga:
  • Ascribed status, yaitu status yang diperoleh sejak lahir.  Kebanyakan tipe status ini dijumpai dalam masyarakat dengan system pelapisan sosial tertutup. Misalnya, seorang anak yang lahir dalam kasta Brahmana juga akan memperoleh status demikian.
  • Achieved status, yaitu kedudukan yang diperoleh seseorang dengan usaha-usaha yang sengaja dilakukan. Kedudukan ini bersifat terbuka bagi siapa saja tergantung pada kemampuan masing-masing. Misalnya saja setiap orang bisa menjadi hakim, arsitek, pengacara, dan lain-lain.
  • Assigned status, yaitu kedudukan yang diperoleh karena  jasa atau suatu tindakan yang telah dilakukan kepada orang lain yang berakibat besar. Assigned status dapat dikatakan pula sebuah hadiah atau penghargaan yang diberikan kepada orang lain. Contoh gelar Doktor Honoris Causa dan gelar pahlawan revolusi yang diberikan kepada 6 jendral korban PKI yang tewas di Lubang Buaya, Jakarta.
b)     Peran (Role)
Merupakan hak dan kewajiban yang ada pada seseorang sesuai dengan kedudukannya. Suatu peran paling sedikit mencakup tiga hal, yaitu:
  1. Peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyrakat,
  2. Peran adalah suatu konsep ihwal apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat,
  3. Peran dapat dikatan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.
  1. 2.      Sifat-sifat stratifikasi sosial
  • Stratifikasi tertutup
Sistem lapisan yang bersifat tertutup membatasi kemungkinan pindahnya seseorang dari satu lapisan ke lapisan yang lain, baik yang merupakan gerak ke atas atau ke bawah. Contoh: kasta-kasta di India. Sistem lapisan pada masyarakat yang berstratifikasi tertutup sangat kaku dan menjelma dalam diri kasta-kasta.
  • Stratifikasi terbuka
Dalam sistem terbuka setiap anggota masyarakat mempunyai kesempatan untuk berusaha dengan kecakapan sendiri untuk naik lapisan, atau bagi mereka yang tidak beruntung jatuh pada lapisan yang atas ke lapisan di bawahnya. Pada umumnya system terbuka ini memberi perangsang yang lebih besar kepada setiap anggota masyarakat untuk dijadikan landasan pembangunan masyarakat daripada sistem yang tertutup.
3.      Mobilitas Sosial
Mobilitas sosial menurut William Kornblum, adalah perpindahan individu-individu, keluarga-keluarga, dan kelompok-kelompok sosialnya dari satu lapisan ke lapisan lainya. Sedangkan menurut Michael Bassis adalah perpindahan keatas atau kebawah lingkungan sosial ekonomi yang merubah status sosial seseorang dalam masyarakat.
Menurut Horton dan Hant mobilitas sosial dapat diartikan sebagai suatu gerak perpindahan dari suatu kelas sosial ke kelas sosial lainnya. Dalam mobilitas sosial secara prinsip dikenal dua macam, yaitu mobilitas sosial vertical dan mobilitas sosial horizontal. Yang dimaksud dengan mobilitas sosial vertical adalah perpindahan individu atau objek sosial dari kedudukan sosial ke kedudukan sosial lainnya yang tidak sederajat. Sesuai dengan arahnya karena uitu dikenal da jenis mobilitas vertical, yaitu:
  1. Gerak sosial yang meningkat (social climbing), yaitu gerak perpindahan anggota masyarakat dari kelas sosial rendsah ke kelas sosial yang lebih tinggi
  2. Gerak sosial yang menurun (social sinking), yaitu gerak perpindahan anggota masyarakat dari kelas sosial tertentu ke kelas sosial lain lebih rendah posisinya
Mobilitas sosial horizontal adalah perpindahan individu atau objek-objek sosial lainnya dari suatu kelompok sosial yang satu ke kelompok sosial lainnya yang sederajat.
Interaksi Sosial
Manusia sebagai makhluk individu dan makhluk masyarakat, tidaklah lepas dari suatu interaksi sosial. Sedangkan pengertian dari interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang-perongan dengan kelompok manusia.
unsur-unsur  interaksi sosial antara lain:
a)      Kontak sosial
Kontak berasal dari bahasa latin con atau cum (yang artinya bersama-sama) dan tanngo (yang artinya menyentuh). Jadi, artinya secara harfiah adalah bersama-sama menyentuh. Secara fisik, kontak baru terjadi apabila terjadi hubungan badaniah, karena orang dapat mengadakan hubungan dengan pihak lain tanpa menyentuhnya, seperti misalnya, dengan cara berbicara dengan pihak lain tersebut. Suatu kontak sosial dapat bersifat primer atau sekunder. Kontak primer terjadi apabila yang mengadakan hubungan langsung bertemu dan berhadapan muka, seperti misalnya apabila orang-orang tersebut berjabat tangan, saling senyum dst. Sebaliknya, kontak yang sekunder memerlukan suatu pengantara. Misalnya, X berkata kepada Y bahwa Z mengagumi permainanya sebagai pemegang peranan utama salah satu sandiwara. X sama sekali tidak bertemu dengan Z, tetapi telah terjadi kontak antara mereka, karena masing-masing memberi tanggapan.
b)      Komunikasi Sosial
Komunikasi adalah bahwa seseorang memberikan tafsiran pada perilaku orang lain (yang berwujud pembicaraan, gerak-gerak badaniah, atau sikap), perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan ileh orang tersebut. Komunikasi memungkinkan kerjasama antara orang-perorangan atau antara kelompok-kelompok manusia dan memang komunikasi merupakan salah satu syarat terjadinya kerjasama. Akan tetapi, tidak selalu komunikasi menghasilkan kerjasama bahkan suatu pertikaian mungkin akan terjadi sebagai akibat salah paham atau masing-masing tidak mau mengalah.

 Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial:
Interaksi sosial terbagi menjadi dua bentuk, yaitu asosiatif dan disosiatif.
1.Proses Asosiatif
a)      Kerja Sama(Cooperation)
Menurut Charles H. Cooley kerja sama timbul apabila orang yang menyadari bahawa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama, dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut. Kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam kerjasama yang berguna. Ada lima bentuk kerja sama, antara lain:
  • Kerukunan yang mencakup gotong royong dan tolong-menolong,
  • Bargaining yaitu pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang-barang dan jasa antara dua organisasi atau lebih,
  • Cooptation yaitu suatu proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi, sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya kegoncangan dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan,
  • Coalition yaitu kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan-tujuan yang sama,
  • Joint Venture yaitu kerja sama dalam pengusahaan proyek-proyek tertentu, misalnya pengeboran minyak, pembangunan hotel, dan lain-lain.
b)     Akomodasi (Accomodation)
Kata akomodasi yang menunjuk kepada suatu keadaan, berarti adanya suatu keseimbangan dalam interaksi antara orang-perorangan, atau kelompok-kelompok manusia dalam kaitannya dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku di dalam masyarakat. Akomodasi juga menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan yaitu usaha-usaha untuk mencapai kestabilan. Bentuk-bentuk akomodasi antara lain:
  • koersi adalah suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan oleh karena adanya paksaan. koersi merupakan bentuk akomodasi, dimana salah satu pihak berada dalam keadaan yang lemah bila dibandingkan dengan pihak lawan.
  • kompromi adalah suatu bentuk akomodasi dimana pihak-pihak yang terlibat saling mengurangi tuntutannya agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada.
  • arbitrasi merupakan suatu cara untuk mencapai kompromi apabila pihak-pihak yang berhadapan tidak sanggup mencapainya sendiri.
  • mediasi hampir menyerupai arbitrasi. Pada mediasi diundanglah pihak ketiga yang netral dalam soal perselisihan yang ada.
  • konsiliasi adalah suatu usaha untuk mempertemukan keinginan-keinginan dari pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya suatu persetujuan bersama.
  • Toleransi juga sering dinamakan tolerant-participation. Ini merupakan suatu bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang formal bentuknya.
  • Stalemate merupakan suatu akomodasi, dimana pihak-pihak yang bertentangan karena mempunyai kekuatan yang seimbang berhenti pada suatu titik tertentu dalam melakukan pertentangannya.
  • Adjudikasi, yaitu penyelesaian perkara atau sengketa di pengadilan.
c)      Assimilation (asimilasi)
Asimilasi merupakan proses sosial dalam taraf lanjut ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang-perorang atau kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap, dan proses mental dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan bersama.
2.Proses Disosiatif
a)      Persaingan (competition)
Persaingan dapat diartikan sebagai suatu proses sosial, dimana individu atau kelompok manusia yang bersaing mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum (baik perseorangan maupun kelompok manusia) dengan cara menarik perhatian publik atau dengan mempertajam prasangka yang telah ada tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan. 
b)     Kontravensi (contravention)
Kontravensi pada hakikatnya merupakan suatu proses sosial yang berbeda antara persaingan dan pertentangan atau pertikaian.
c)      Konflik
Konflik merupakan kelanjutan dari kontravensi, dimana persaingan yang terjadi diantara kedua pihak sudah ditunjukkan dan menyebabkan pertikaian, serta kontak fisik. Konflik dapat dibedakan menjadi konflik antar individu, antar kelompok, dan konflik antara individu dengan kelompok. Sedangkan konflik dapat terjadi karena adanya perbedaan individu, perbedaan kepentingan, perubahan sosial, dan lain-lain. 
  1. Norma Sosial
Menurut Emile Durkheim, norma-norma sosial adalah sesuatu yang berada di luar individu. Membatasi mereka dan mengendalikan tingkah laku mereka. Secara sosiologis, norma-norma sosial tumbuh dari proses kemasyarakatan hasil dari kehidupan bermasyarakat. Individu dilahirkan dalam suatu masyarakat dan disosialisasikan untuk menerima aturan-aturan dalam masyarakat yang sudah ada sebelumnya. Norma-norma social setelah mengalami suatu proses, pada akhirnya akan menjadi bagian tertentu dari lembaga kemasyarakatan . proses tersebut dinamakan proses pelembagaan (institutionalization), yaitu suatu dikenal, diakui, dihargai, kemudian ditaati dalam kehidupan sehari-hari. proses yang dilewatkan oleh suatu norma yang baru untuk menjadi bagian dari salah satu lembaga kemasyarakatan. Maksudnya ialah sampai norma itu oleh masyarakat Mengingat adanya proses termaksud di atas, dibedakan lembaga kemasyarakatan sebagai peraturan dan yang sungguh-sungguh berlaku.  
Norma-norma yang ada dalam masyarakat, mempunyai kekuatan mengikat yang berbeda–beda. Ada norma yang lemah, sedang , yang terkuat daya ikatnya. Dan umumnya masyarakat tidak berani melanggarnya. Untuk dapat membedakan kekuatan mengikat norma-norma tersebut, secara sosiologis dikenal adanya empat macam: 
  • Cara (usage)
Dalam tingkatan norma ini, lebih menonjol di dalam hubungan antar individu dalam masyarakat. Pelanggaran terhadap norma ini hanya terbatas pada sekedar celaan dari individu yang dihubunginya.
  • Kebiasaan (folkways)
Norma dalam tingkatan ini mempunyai kekuatan mengikat yang lebih besar daripada tingkatan cara. Kebiasaan yang diartikan sebagai perbuatan yang diulang-diulang dalam bentuk yang sama merupakan bukti bahwa orang banyak menyukai perbuatan tersebut. Apabila perbuatan ini tidak dilakukan, maka akan dianggap sebagai suatu penyimpangan terhadap kebiasaan umum dalam masyarakat. Menurut MacIver dan Page, kebiasaan merupakan perilaku yang diakui dan diterima oleh masyarakat. Selanjutnya, dikatakan bahwa apabila kebiasaan tersebut tidak semata-mata dianggap sebagai sebagai cara perilaku saja.
  • Tata Kelakuan (Mores)
Tata kelakuan mencerminkan sifat-sifat yang hidup dari kelompok manusia yang dilaksanakan sebagai alat pengawas, secara sadar maupun tidak sadar, oleh masyarakat terhadap anggota-anggotanya. Tata kelakuan di satu pihak memaksakan suatu perbuatan dan di lain pihak melarangnya sehingga secara tidak langsung merupakan alat agar anggota masyarakat menyesuaikan perbuatan-perbuatannya dengan tata kelakuan tersebut.
  • Adat Istiadat (custom)
Adat istiadat merupakan tingkat norma yang tertinggi daripada yang lain. Tingkat hukumannya pun dapat dipastikan lebih berat daripada yang lain.[16]
  1. Kelompok Sosial
Menurut Soerjono Soekanto kelompok sosial adalah sekelompok manusia yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
  1. Setiap anggota kelompok tersebut harus sadar bahwa ia merupakan sebagian dari kelompok yang bersangkutan.
  2. Adanya hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan anggota yang lainnya dalam kelompok itu.
  3. Adanya suatu faktor yang dimiliki bersama oleh anggota-anggota tersebut sehingga hubunga mereka bertambah erat.
Faktor tadi dapat merupkan nasib yang sama, kepentingan yang sama, tujuan yang sama, ideologi politik yang sama, dll. Tentunya faktor mempunyai musuh bersama misalnya dapat pula menjadi faktor pengikat atau pemersatu.
Tipe-tipe kelompok sosial:
Kelompok-kelompok sosial dibagi dalam beberapa tipe. Dasar yang akan diambil sebagai satu alternatif untuk mengadakan klasifikasi kelompok-kelompok sosial tersebut adalah ukuran jumlah atau derajat  interaksi atau kepentingan-kepentingan  sosial, organisasi, atau kombinasi dari ukuran-ukuran tersebut.
1.      Ingroup dan Outgroup
  1. Ingroup, adalah kelompok sosial dimana individu mengidentifikasikan dirinya
  2. Outgroup, yaitu kelompok sosial yang oleh individu diartikan sebagai lawan ingroupnya
2.      Kelompok Primer dan Kelompok Sekunder
Kelompok primer adalah kelompok sosial yang paling sederhana, dimana anggotanya saling mengenal serta ada kerjasama yang erat. Contohnya keluarga, kelompok sepermainan, dll. Kelompok sekunder adalah kelompok yang terdiri dari banyak orang, yang sifat hubungannya tidak berdasarkan pengenalan secara pribadi dan juga tidak langgeng. Contohnya hubungan kontrak jual beli.
3.      Paguyuban dan Patembayan
Paguyuban adalah bentuk kehidupan bersama dimana anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni, bersifat alamiah dan kekal. \hubungan seperti ini dapat dijumpai dalam keluarga, kelompok kekerabatan, rukun tetangga, dan lain-lain. Patembayan adalah ikatan lahir yang ersifat pokok dan biasanya untuk jangka waktu pendek, contohnya adalah ikatan antara pedangang, organisasi dalam suatu pabrik dan lain-lain.
4.      Formal group dan Informal Group
Formal Group adalah kelompok yang mempunyai peraturan tegas dan sengaja diciptakan oleh anggota-anggotanya untuk mengatur hubungan antar sesama. Contoh: organisasi. Informal Group adalah kelompok sosial yang tidak mempunyai struktur dan organisasi tertentu yang pasti. Kelompok-kelompok tersebut biasanya terbentuk Karen pertemuan yanhg berulang kali yang didasari oleh kepentingan dan pengalaman yang sama. Contoh: klik.
5.      Membership Group dan Reference Group
Membership Group adalah merupakan suatu kelompok dimana setiap orang secara fisik menjadi anggota kelompok tersebut. Reference Group adalah kelompok-kelompok sosial yang menjadi acuan bagi seseorang  (bukan anggota kelompok tersebut)untuk membentuk pribadi dan perilakunya
6.      Kelompok Okupasional dan Kelompok Volunter
Kelompok Okupasional adalah kelompok yang muncul karena semakin memudarnya fungsi kekerabatan. Kelompok ini timbul karena anggotanya memiliki pekerjaan yang sejenis. Contoh: kelompok profesi seperti asosiasi sarjana farmasi, IDI, dll. Kelompok Volenter adalah kelompok orang yang memiliki kepentingan yang sama, namun tidak mendapatkan perhatian masyarakat.

D.    PEMBAHASAN
1.      Analisis data 
a. Sejarah Masyarakat Samin
GEGER SAMIN
Samin Surosentiko dan Ajarannya
Samin Surosentiko lahir pada tahun 1859, di Desa Ploso Kedhiren, Randublatung Kabupaten Blora. Ayahnya bernama Raden Surowijaya atau lebih dikenal dengan Samin Sepuh. Nama Samin Surosentiko yang asli adalah Raden Kohar . Nama ini kemudian dirubah menjadi Samin, yaitu sebuah nama yang bernafas kerakyatan. Samin Surosentiko masih mempunyai pertalian darah dengan Kyai Keti di Rajegwesi, Bojonegoro dan juga masih bertalian darah dengan Pengeran Kusumoningayu yang berkuasa di daerah Kabupaten Sumoroto ( kini menjadi daerah kecil di Kabupaten Tulungagung) pada tahun 1802-1826.
Pada tahun 1890 Samin Surosentiko mulai mengmbangkan ajarannya di daerah Klopoduwur, Blora. Banyak penduduk di desa sekitar yang tertarik dengan ajarannya, sehingga dalam waktu singkat sudah banyak masyarakat yang menjadi pengikutnya. Pada saat itu pemerintah Kolonial Belanda belum tertarik dengan ajarannya, karena dianggap sebagai ajaran kebatinan biasa atau agama baru yang tidak membahayakan keberadaan pemerintah kolonial.Pada tahun 1903 Residen Rembang melaporkan bahwa ada sejumlah 722 orang pengikut samin yang tersebar di 34 Desa di Blora bagian selatan dan daerah Bojonegoro. Mereka giat mengembangkan ajaran Samin. Sehingga sampai tahun 1907 orang Samin berjumlah + 5.000 orang. Pemerintah Kolonial Belanda mulai merasa was-was sehingga banyak pengikut Samin yang ditangkap dan dipenjarakan. Dan pada tanggal 8 Nopember 1907, Samin Surosentiko diangkat oleh pengikutnya sebagai RATU ADIL, dengan gelar Prabu Panembahan Suryangalam. Kemudian selang 40 hari sesudah peristiwa itu, Samin Surosentiko ditangkap oleh raden Pranolo, yatu asisten Wedana Randublatung. Setelah ditangkap Samin beserta delapan pengikutnya lalu dibuang ke luar Jawa, dan berliau meninggal di luar jawa pada tahun 1914.
Tahun 1908, Penangkapan Samin Surosentiko tidak memadamkan pergerakan Samin. Wongsorejo, salah satu pengikut Samin menyebarkan ajarannya di distrik Jawa, Madiun. Di sini orang-orang Desa dihasut untuk tidak membayar Pajak kepada Pemerintah Kolonial. Akan tetapi Wongsorejo dengan baberapa pengikutnya ditangkap dan dibuang keluar Jawa.
Tahun 1911 Surohidin, menantu Samin Surosentiko dan Engkrak salah satu pengikutnya menyebarkan ajaran Samin di daerah Grobogan, sedangkan Karsiyah menyebarkan ajaran Samin ke Kajen, Pati. Tahun 1912, pengikut Samin mencoba menyebarkan ajarannya di daerah Jatirogo, Kabupaten Tuban, tetapi mengalami kegagalan.
Tahun 1914, merupakan puncak Geger Samin. Hal ini disebabkan karena Pemerintah Kolonial belanda menaikkan Pajak, bahkan di daerah Purwodadi orang-orang Samin sudah tidak lagi menghormati Pamong Desa dan Polisi, demikian juga di Distrik Balerejo, Madiun. Di Kajen Pati, Karsiyah tampil sebagai Pangeran Sendang Janur, menghimbau kepada masyarakat untuk tidak membay.ar pajak. Di Desa Larangan, Pati orang-orang Samin juga menyerang aparat desa dan Polisi
Di Desa Tapelan, Bojonegoro juga terjadi perlawanan terhadap Pemerintah Kolonial Belanda, yaitu dengan tidak mau membayar pajak. Tahun 1930, perlawanan Samin terhadap pemerintah Kolonial terhenti, hal ini disebabkan karena tidak ada figur pimpinan yang tanggguh.
Dalam naskah tulisan tangan yang diketemukan di Desa Tapelan yang berjudul Serat Punjer Kawitan, disebut-sebut juga kaitan Samin Surosentiko dengan Adipati Sumoroto
Dari data yang ditemukan dalam Serat Punjer Kawitan dapat disimpulkan bahwa Samin Surosentiko yang waktu kecilnya bernama Raden Kohar, adalah seorang Pangeran atau Bangsawan yang menyamar dikalangan rakyat pedesaan. Dia ingin menghimpun kekuatan rakyat untuk melawan Pemerintah Kolonial Belanda dengan cara lain.
Samin Surosentiko dan Ajarannya, Ajaran Kebatinan
Menurut warga Samin di Desa Tapelan, Samin Surosentiko dapat menulis dan membaca aksara Jawa, hal ini bisa dibuktikan dengan beberapa buku peninggalan Samin Surosentiko yang diketemukan di Desa Tapelan dan beberapa desa samin lainnya.
Khusus di Desa Tapelan buku-bukun peninggalan Samin Surosentiko disebut SERAT JAMUSKALIMOSODO, serat Jamuskalimosodo ini ada beberapa buku. Di antaranya adalah buku Serat Uri-uri Pambudi, yaitu buku tentang pemeliharaan tingkah laku manusia yang berbudi.
Ajaran kebatinan Samin surosentiko adalah perihal “ manunggaling kawulo Gusti atau sangkan paraning dumadi “. Menurut Samin Surosentiko , perihal manunggaling kawulo Gusti itu dapat diibaratkan sebagai “ rangka umanjing curiga “( tempat keris yang meresap masuk ke dalam kerisnya ). Dalam buku Serat Uri-uri Pambudi diterangkan sebagai berikut :
“Tempat keris yang meresap masuk dalam kerisnya mengibaratkan ilmu ke-Tuhan-an. Hal ini menunjukkan pamor (pencampuran) antara mahkluk dan Khaliknya yang benar-benar sejati. Bila mahkluk musnah, yang ada hanyalah Tuhan (Khalik). Senjata tajam merupakan ibarat campuran yang menunjukkan bahwa seperti itulah yang disebut campuran mahkluk dan Khaliknya. Sebenarnya yang dinamakan hidup hanyalah terhalang oleh adanya badan atau tubuh kita sendiri yang terdiri dari darah, daging dan tulang. Hidup kita ini, yang menghidupinya adalah yang sama-sama menjadi pancer (pokok) kita. Hidup yang sejati itu adalah hidup yang menghidupi segala hal yang ada di semesta alam.”
Di tempat lain Samin Surosentiko menjelaskan lagi sebagai berikut :
“ Yang dinamakan sifat Wisesa (penguasa utama/luhur) yang bertindak sebagai wakil Allah, yaitu ingsun (aku, saya), yang membikin rumah besar, yang merupakan dinding (tirai) yaitu badan atau tubuh kita (yaitu yang merupakan realisasi kehadirannya ingsun). Yang bersujud adalah mahkluk, sedang yang disujudi adalah Khalik, (Allah, Tuhan). Hal ini sebenarnya hanya terdindingi oleh sifat. Maksudnya, hudip mandiri itu sebenarnya telah berkumpul menjadi satu antara mahkluk dan Khaliknya.”
Selanjutnya menurut Samin Surosentiko, yang bertindak mencari sandang pangan kita sehari-hari adalah “ Saderek gangsal kalima pancer” adapun jiwa kita diibaratkan oleh Samin sebagai mandor. Seorag mandor harus mengawasi kuli-kulinya. Atau lebih jelasnya dikatakan sebagai berikut:
“ Gajah Seno saudara Wrekodara yang berwujud gajah. Jelasnya saudara yang berjumlah lima itu mengibaratkan ilmu ke-Tuhan-an. Hal ini perlu dicapai (yaitu tiga saudara, empat dan lima pokoknya). Adapun yang bekerja mencari sandang pangan setiap hari itu adalah saudara kita berlima itu. Adapun jiwa (sukma) kita bertindak sebagai mandor. Itulah sebabnya mandor harus berpegang teguh pada kekuasaan yang berada ditangannya untuk mengatur anak buahnya, agar semuanya selamat. Sebaliknya apabila anak buahnya tadi betindak salah dan tindakan tersebut dibiarkan saja, maka lama kelamaan mereka kian berbuat seenaknya. Hal ini akan mengakibatkan penderitaan.
Pengandaian jiwa sebagai mandhor dan sedulur papat kalima pancer sebagai kuli-kuli tersebut diatas adalah sangat menarik. Kata-kata ini erat hubungannya dengan kerja paksa/kerja rodi di hutan-hutan jati di daerah Blora dan sekitarnya. Pekerja rodi terdiri dari mandor dan kuli. Mandhor berfungsi sebagai pengawas, sedangkan kuli berfungsi sebagai pekerja. Pemakaian kata yang sederhana tersebut oleh Samin Surosentiko dikandung maksud agar ajarannya dapat dimengerti oleh murid-muridnya yang umumnya adalah orang desa yang terkena kerja paksa.
Menurut Samin Surosentiko, tugas manusia di dunia adalah sebagai utusan Tuhan. Jadi apa yang dialami oleh manusia di dunia adalah kehendak Tuhan. Oleh karena itu sedih dan gembira, sehat dan sakit, bahagia dan sedih, harus diterima sebagai hal yang wajar. Hal tersebut bisa dilihat pada ajarannya yang berbunyi :
“ ..Menurut perjanjian, manusia adalah pesuruh Tuhan di dunia untuk menambah kendahan jagad raya. Dalam hubungan ini masyarakat harus menyadari bahwa mereka hanyalah sekedar melaksanakan perintah. Oleh karena itu apabila manusia mengalami kebahagiaan dan kecelakaan, sedih dan gembira, sehat dan sakit, semuanya harus diterima tanpa keluhan, sebab manusia terikat dengan perjanjiannya. Yang terpenting adalah manusia hidup di dunia ini harus mematuhi hukum Tuhan, yaitu memahami pada asal-usulnya masing-masing….”
Samin Surosentiko juga mengajarkan pengikutnya untuk berbuat kebajikan, kejujuran dan kesabaran. Murid-muridnya dilarang mempunyai rasa dendam. Adapun ajaran selengkapnya sebagai berikut:
“ …Arah tujuannya agar dapat berbuat baik dengan niat yang sungguh-sungguh, sehingga tidak ragu-ragu lagi. Tekad jangan sampai goyah oleh sembarang godaan, serta harus menjalankan kesabaran lahir dan batin, sehingga bagaikan mati dalam hidup. Segala tindak-tanduk yang terlahir haruslah dapat menerima segala cobaan yang datang padanya, walaupun terserang sakit, hidupnya mengalami kesulitan, tidak disenangi orang, dijelek-jelekkan orang, semuanya harus diterima tanpa gerutuan, apalagi sampai membalas berbuat jahat, melainkan orang harus selalu ingat pada Tuhan…,”
Ajaran di atas dalam tradisi lisan di desa Tapelan dikenal sebagai “ angger-angger pratikel” (hukum tindak tanduk), “ angger-angger pengucap “ (hukum berbicara), serta “ angger-angger lakonana” (hukum perihal apa saja yang perlu dijalankan).
Hukum yang pertama berbunyi “Aja dengki srei, tukar padu, dahpen kemeren, aja kutil jumput, mbedog colong.” Maksudnya, warga samin dilarang berhati jahat, berperang mulut, iri hati pada orang lain, dan dilarang mengambil milik orang.
Hukum ke dua berbunyi “ Pangucap saka lima bundhelane ana pitu lan pengucap saka sanga budhelane ana pitu.” Maksud hukum ini , orang berbicara harus meletakkan pembicaraannya diantara angka lima, tujuh dan sembilan. Angka-angka tersebut hanyalah simbolik belaka. Jelasnya, kita harus memelihara mulut kita dari segala kata-kata yang tidak senonoh atau kata-kata yang menyakitkan orang lain. Kata-kata yang tidak senonoh dan dapat menyakitkan orang lain dapat mengakibatkan hidup manusia ini tidak sempurna.
Adapun hukum yang ke tiga berbunyi “ Lakonana sabar trokal. Sabare dieling-eling. Trokale dilakoni.” Maksudnya, warga Samin senantiasa diharap ingat pada kesabaran dan berbuat “ bagaikan orang mati dalam hidup “
Menurut Samin Surosentiko, semua ajaran diatas dapat berjalan denganbaik asalkan orang yang menerima mau melatih diri dalam hal samadi. Ajaran ini tertuang dalam Serat Uri-uri Pambudi yang berbunyi sebagai berikut : “…Adapun batinnya agar dapat mengetahui benar-benar akan perihal peristiwa kematiannya, yaitu dengan cara samadi, berlatih “mati” senyampang masih hidup (mencicipi mati) sehingga dapat menanggulangi segala godaan yang menghalang-halangi perjalanannya bersatu dengan Tuhan, agar upaya kukuh, dapat terwujud, dan terhindar dari bencana.”
Selanjutnya menurut Samin Surosentiko, setelah manusia meninggal diharapkan roh manusia yang meninggal tadi tidak menitis ke dunia, baik sebagai binatang( bagi manusia yang banyak dosa) atau sebagai manusia (bagi manusia yang tidak banyak dosa), tapi bersatu kembali dengan Tuhannya. Hal ini diterangkan Samin Surosentiko dengan contoh-contoh yang sulit dimengerti orang apabila yang bersangkutan tak banyak membaca buku-buku kebatinan. Demikian kata Samin Surosentiko :
“ …Teka-teki ini menunjukkan bahwa jarak dari betal makmur ke betal mukaram sejengkal, dan dari betal mukaram ke betal mukadas juga sejengkal. Jadi triloka itu jaraknya berjumlah tiga jengkal. Kelak apabila manusia meninggal dunia supaya diusahakan tidak terkuasai oleh triloka. Hal ini seperti ajaran Pendeta Jamadagni. Tekad pendeta Jamadagni yang ingin meninggalkan dunia tanpa terikat oleh triloka itu diceritakan oleh Serat Rama. Pada awalnya ingin menitis pada bayi yang lahir (lahir kembali kedunia). Oleh karena itulah pada waktu meninggal dunia dia berusaha tidak salah jalan, yaitu kembali ke rahim wanita lagi. (jangan sampai menitis kembali pada bayi, lahir kembali ke dunia).”
Dari keterangan diatas dapatlah diketahiu bahwa Samin Surosentiko tidak menganut faham ‘Penitisan’ tapi menganut faham ‘ manunggaling kawulo Gusti’ atau ‘sangkan paraning dumadi’.
Dari ajaran-ajaran tertulis di atas jelas kiranya bahwa Samin Surosentiko adalah seorang “theis”. Keparcayaan pada Tuhan, yang disebutnya dengan istilah-istilah Gusti, Pangeran, Allah, Gusti Allah, sangatlah kuat, hal ini bisa dilihat pada ajarannya :
“ Adapun Tuhan itu ada, jelasnya ada empat. Batas dunia disebelah utara, selatan, timur, dan barat. Keempatnya menjadi bukti bahwa Tuhan itu ada (adanya semesta alam dan isinya itu juga merupakan bukti bahwa Tuhan itu ada….”
Demikianlah cuplikan ajaran Samin Surosentiko yang berasal dari Serat Uri-uri Pambudi. Selanjutnya akan dijelaskan ajaran Samin Surosentiko yang terdapat dalam buku Serat Pikukuh Kasajaten. Buku ini maknanya pengukuhan kehidupan yang sejati.
Ajaran dalam buku Serat Pikukuh Kasajaten ditulis dalam bentuk puisi tembang, yaitu suatu genre puisi tradisional kesusasteraan Jawa. Disini yang akan dikutip adalah sebuah tembang Pangkur yang mengandung ajaran perihal Perkawainan. Adapun tembang Pangkur yang dimaksud seperti dibawah ini :
“ Saha malih dadya garan, anggegulang gelunganing pembudi, palakrama nguwoh mangun, memangun traping widya, kasampar kasandhung dugi prayogantuk, ambudya atmaja tama, mugi-mugu dadi kanthi.”
Menurut Samin, perkawinan itu sangat penting. Dalam ajarannya perkawinan itu merupakan alat untuk meraih keluhuran budi yang seterusnya untuk menciptakan “Atmaja Tama” (anak yang mulia). Dalam ajaran Samin , dalam perkawinan seorang temanten laki-laki diharuskan mengucapkan syahadat, yang berbunyi kurang lebih demikian : “ Sejak Nabi Adam pekerjaan saya memang kawin. (Kali ini) mengawini seorang perempuan bernama…… Saya berjanji setia kepadanya. Hidup bersama telah kami jalani berdua.”
Demikian beberapa ajaran kepercayaan yang diajarkan Samin Surosentiko pada pengikutnya yang sampai sekarang masih dipatuhi warga samin.
Ajaran Politik
Dalam ajaran politiknya Samin Surosentiko mengajak pengikut-pengikutnya untuk melawan Pemerintahan Koloniak Belanda. Hal ini terwujud dalam sikap :
1.Penolakan membayar pajak
2.penolakan memperbaiki jalan
3.penolakan jaga malam (ronda)
4.penolakan kerja paksa/rodi
Samin Surosentiko juga memberikan ajaran mengenai kenegaraan yang tertuang dalam Serat Pikukuh Kasajaten, yaitu sebuah Negara akan terkenal dan disegani orang serta dapat digunakan sebagai tempat berlindung rakyatnya apabila para warganya selalu memperhatikan ilmu pengetahuan dan hidup dalam perdamaian.
Dalam salah satu ceramahnya yang dilakukan tanah lapang Desa Bapangan Blora, pada malam Kamis legi, 7 Pebruari 1889 yang menyatakan bahwa tanah Jawa adalah milik keturunan Pandawa. Keturunan Pandawa adalah keluarga Majapahit. Sejarah ini termuat dalam Serat Punjer Kawitan. Atas dasar Serat Punjer Kawitan itulah, Samin Surosentiko mengajak pengikut-pengikutnya untuk melawan Pemerintah Belanda. Tanah Jawa bukan milik Belanda. Tanah Jawa adalah tanah milik “ wong Jawa “. Oleh karena itulah maka tarikan pajak tidak dibayarkan. Pohon-pohon jati di hutan ditebangi, sebab pohon jati dianggap warisan dari leluhur Pandawa. Tentu saja ajaran itu menggegerkan Pemerintahan Belanda, sehingga Pemerintah Belanda melakukan penangkapan terhadap pemimpin-pemimpin ajaran Samin.
Geger Samin atau Pergerakan Samin yang dipimpin oleh Samin Surosentiko sebenarnya bukan saja desebabkanoleh faktor ekonomis saja, akantetapi juga disebabkan oleh faktor-faktor lain. Yang jelas pemberontakan melawan Pemerintahan Kolonial Belanda didasarkan pada kebudayaan Jawa yang religius.. Dengan demikian ajaran Samin surosentiko bukanlah ajaran yang pesimitis, melainkan ajaran yang penuh kreatifitas dan keberanian.
Samin Surosentiko yang hidup dari tahun 1859 sampai tahun 1914 ternyata telah memberi warna sejarah perjuangan bangsa, walaupun orang-orang di daerahnya, Blora yang bukan warga Samin mencemoohkannya, tapi sejarah telah mencatatnya, dia telah mampu menghimpun kekuatan yang luar biasa besarnya. Ajaran-ajarannya tidak hanya tersebar didaerah Blora saja, tetapi tersebar di beberapa daerah lainnya, seperti : Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Madiun, Jember, Banyuwangi, Purwodadi, Pati, Rembang, Kudus, Brebes, dan lain-lain.
b. Gambaran Umum Masyarakat Samin
Sedulur Sikep atau lebih dikenal sebagai Wong Samin diketahui bermula dari Desa Klopoduwur, Kecamatan Banjarejo, Kabupaten Blora. Desa ini terletak kurang lebih 25 kilometer di sebelah utara Randublatung. Sebuah perkampungan yang terletak di tengah hutan jati. Meskipun demikian, desa tempat munculnya ajaran Samin ini juga sudah terbilang cukup maju, listrik telah menerangi sejak tahun 1987. Bahkan saat ini masyarakatnya telah mengenal serta memiliki televisi, handphone serta sepeda motor. Sebagian besar masyarakat sedulur sikep bermata pencaharian sebagai petani. Dalam bertani masyarakat samin juga telah menggunakan traktor untuk mengolah sawah. Meskipun demikian, kesan tradisional masih tetap nampak dan tidak akan pernah luntur di wilayah tersebut. Misalnya dengan beberapa rumah masih menggunakan penerangan lampu minyak dan berlantaikan tanah. Suasana kental pedesaan yang masih akrab juga masih sangat terasa sekali disini. Bukan hanya lingkungan fisiknya saja, bahkan kultur yang ada di dalamnya pun masih melekat kental dengan kehidupannya sehari-hari. Prinsip kejujuran yang diterapkan sejak dahulu juga tetap dipegang teguh oleh sedulur sikep.
Pada perkembangannya, penganut ajaran ini lebih menyukainya dengan disebut Sedulur Sikep. Hal ini dikarenakan pada abad ke 18-an Wong Samin mempunyai citra jelek di mata masyarakat Jawa dan dianggap sebagai sekelompok orang yang kelewat lugu hingga terkesan amat bodoh, primitif dan sangat naïf. Padahal sesungguhnya pandangan seperti itu salah besar, dan terkesan sangat konyol. Sebab pada realitanya banyak juga masyarakat samin yang sudah mengenal dunia luar,meskipun tidak semuanya, khususnya para pemuda-pemuda yang berada di desa tersebut. Sedangkan sebutan Sedulur Sikep itu sendiri diartikan sebagai orang yang berprilaku baik hati dan jujur.
Nilai-Nilai Sosial di era modern seperti sekarang, dalam kultur masyarakat samin kebudayaan yang sampai detik ini tidak terpupus zaman adalah nilai-nilai positif yang telah ada pada masyarakat Samin. Misalnya kejujuran dan kearifannya dalam memakai alam, semangat gotong royong dan saling menolong yang masih tinggi. Sampai sekarang, sebenarnya nilai-nilai kegotongroyongan dan kejujuran tanpa disadari masih kental jika kita melihat keseharian dan akitivitas masyarakat samin. Selain kejujuran dan kegotongroyongan, Sedulur Sikep juga terkenal dengan kesederhanaan dan etos kerjanya yang tinggi. Etos kerja Sedulur Sikep juga terkenal sangat tinggi. Biasanya mereka akan berangkat ke Ladang, sawah maupun hutan pada pagi buta dan baru kembali saat senja menjelang. Di siang hari, suasana senyap akan meliputi pemukiman mereka karena masing-masing masih sibuk bekerja.
Bagi mereka siang merupakan waktu untuk berkarya sebaik-baiknya.
Pandangan masyarakat Samin terhadap lingkungan juga sangat positif.  Biasanya mereka memanfaatkan alam (misalnya mengambil kayu) secukupnya saja dan tidak pernah mengeksploitasi bahkan sering melakukan ritual-ritual khusus untuk kelestarian alam.
Hal ini selaras dengan pola pikiran mereka yang cukup sederhana, tidak berlebihan dan apa adanya. Tanah bagi mereka ibarat ibu sendiri, artinya tanah memberi penghidupan kepada mereka Karena sesungguhnya Sedulur Sikep memiliki khasanah budaya yang luhur, dengan kehidupan mereka yang sederhana, dan apa adanya. Satu komunitas itu terasa damai, rukun, segala sesuatu diselesaikan untuk mencari bagaimana baiknya, tanpa adanya suatu peselisihan. Prinsip mereka yang senang membantu serta tidak ingin merepotkan orang lain merupakan sikap yang pantas diacungi jempol dan harus senantiasa dilestarikan. Perjuangan Samin Demi Sebuah Eksistensi Ditengah peradaban yang semakin modern, masih ada beberapa suku atau daerah yang masih mempertahankan tradisi ajarannya. Adanya himpitan kebudayaan tradisional yang makin ditinggalkan, mengakibatkan orang lupa dengan kebudayaan aslinya. Tapi masih banyak orang yang tetap berpegang teguh pada ajarannya. Salah satu suku yang masih mempertahankan eksistensinya adalah Samin.
Terlepas dari sikap samin yang masih terkesan primitif dan jarang untuk bersosialisasi dengan masyarakat luar. Patut kita tiru perilaku mereka dalam melakukan suatu kegiatan yang masih tetap mengedepankan sikap toleransi, gotong royong, dan menghargai orang lain. Sebab hanya dengan bergitulah maka kita semua akan merasa saling memiliki antara satu dengan yang lainnya. Sehingga akan tercipta suatu kehidupan yang harmonis dan sejahtera.

c. Macam-Macam Lembaga Sosial pada masyarakat Samin
Lembaga Sosial
Menurat Koentjaraningrat, pranata sosial adalah sistem norma atau aturan-aturan yang mengenai suatu aktivitas masyarakat yang khusus. Sedangkan menurut Soerdjono Soekanto, pranata sosial merupakan himpunan norma segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok di dalam kehidupan masyarakat.
1.      Lembaga  keluarga
Adat perkawinan pada masyarakat samin, pada dasarnya adat yang berlaku adalah endogami, yakni pengambilan dari dalam kelompok sendiri dan menganut prinsip monogami. Dalam pola perkawinan ini yang ideal adalah istri cukup hanya satu untuk selamanya (bojo siji kanngo sakslawase). Sebagai landasan berlangsungnya perkawinan adalah kesepakatan antara laki-laki dengan wanita. Kesepakatan  merupakan ikatan mutlak dalam adat perkawinan masyarakat samin.
Wong samin tidak mengenal catatan sipil dalam perkawinan, budaya mereka ketika dua orang lain jenis saling tertarik satu sama lain, maka lamaran akan langsung disampaikan keorang tua pihak perempuan oleh calon suami. Ketika orang tua dan si calon gadis setuju maka gadis itu akan langsung di boyong kerumah suaminya. Dengan kata lain sahnya perkawinan dilakukan sendiri dari orang tua laki-laki gadis. Dasar pengesahan perkawianan ini dalah pernyataan padha demen (suka sama suka) antara laki-laki dan gadis.
Adat perkawinan ini menunjukkan bahwa lembaga agama seperti KUA tidaklah berjalan dengan semestinya, Adat perkawinan yang tidak sesuai dengan pemerintah ini terkadang menimbulkan masalah. Hal tersebut terjadi karena perkawinan yang dilangsungkan terjadi tanpa sepengetahuan catatan sipil yang menyebabkan selamanya mereka tidak bisa mengurus akte kelahiran untuk pendidikan anak mereka kelak.
2.      Lembaga  agama
Agama masyarakat samin adalah agama adam (campuran Hindu Budha ). Semua agama bagi mereka adalah sama baik. Bagi mereka yang penting manusia itu sama saja, sama hidup dan tidak berbeda dengan yang lainnya. Hanya perjalanan hidup yang berbeda, perbuatan atau pekertinya. Perbuatan manusia itu hanya ada dua baik dan buruk, jadi orang bebas untuk memilih diantara dua perbuatan tersebut.
Pokok ajaran samin antara lain:
·  Agama iku gaman(agama adalah senjata atau pegangan hidup)
·  Aja drengki srei, tukar padu, dahpen, kemeren, aja kutil jumput, bedhog nyolong (jangan menggangu orang lain, jangan bertengkar, jangan suka iri hati, dan jangan suka mengambil milik orang lain)
·  Berbuatlah sabar dan jangan sombong, jangan takabur, jangan mencuri, jangan menggambil barang sedangkan menjumpai barang tercecer dijalan dijauhi.
Ajaran samin menyangkut tentang nilai-nilai kehidupan manusia. Ajaran tersebut digunakan sebagai pedoman bersikap dan bertingkah laku, khususnya harus selalu hidup dengan baik dan jujur untuk anak keturunanya, sehingga dalam mayarakat samin tidak ada seorang pemuka agama, semua dibina oleh pribadi masing-masing, atau diatur oleh masyarakat sendiri . Ajaran samin merupakan gerakan meditasi dan pengerahan kekuatan bathiniyah untuk memerangi hawa nafsu. Dalam masyarakat samin Sejauh ini tidak  pernah ada konflik yang terjadi dalam sedulur sikep karena warganya menjunjung tinggi rasa toleransi dan tidak pernah bertengkar.

3.      Lembaga  pendidikan 
Di sekitar tempat tinggal sedulur sikep, yakni didaerah Klopoduwur, Blora, Jawa Tengah telah terdapat beberapa lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan tersebut terdiri dari  3 sekolah dasar (SD) dan sebuah MI (Madrasah Ibtida’iyah). Diantara keempat sekolah tersebut, sekolah dasar Sumberanlah yang paling banyak memiliki murid yang berasal dari sedulur sikep, karena merupakan sekolah yang paling dekat dari perkampungan masyarakat tersebut.
Saat ini hampir seluruh anak-anak sedulur sikep yang ada di Blora telah mengeyam pendidikan, walaupun pendidikannya hanya sebatas pada Sekolah dasar (SD) saja. Masyarakat sedulur sikep tidak ada yang melanjutkan sekolah kejenjang yang lebih tinggi dari sekolah dasar karena asalkan sudah bisa membaca dan menulis sudah dianggap cukup. Alasan lainnya yaitu masyarakat sedulur sikep tidak memperbolehkan anggota masyarakatnya bekerja diluar wilayahnya, misalnya menjadi buruh di Pabrik. Sehingga masyarakatnya hanya bekerja sebagai petani saja, yang pekerjaannya tidak membutuhkan sekolah karena mereka hanya perlu belajar dari orang tua mereka saja.
Dalam pembelajaran disekolah, anak-anak sedulur sikep memang memiliki sedikit kesulitan karena bahasa yang mereka gunakan sedikit berbeda dari bahasa jawa yang umum digunakan masyarakat. Walaupun dalam perkembangannya sudah banyak masyarakat tersebut yang mengerti bahasa Indonesia, namun karena dalam kesehariannya jarang digunakan, tetap saja masyarakatnya kesulitan dalam berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia. Guru-guru yang mengajar disekolah-sekolah disekitar sedulur sikep bukanlah guru yang berasal dari masyarakat sedulur sikep. Sehingga, kemungkinan besar mereka akan mengalami kesulitan dalam menterjemahkan pelajaran agar dipahami semua muridnya. Pelajaran yang diberikan dalam sekolah tersebut juga tidak memiliki perbedaan dengan pelajaran yang diberikan disekolah-sekolah pada umumnya.
4.      Lembaga hukum
Hukum sendiri adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antara masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana,hokum pidana  yang berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan di mana mereka yang akan dipilih. Administratif hukum digunakan untuk meninjau kembali keputusan dari pemerintah, sementara hukum internasional mengatur persoalan antara berdaulat negara dalam kegiatan mulai dari perdagangan lingkungan peraturan atau tindakan militer.
            Berdasarkan penelitian kelompok kami mengenai  suku samin diketahui bahwa lembaga hukum pada masyarakat suku samin masih benar-benar tradisional, mereka sangat mengagungkan pesan-pesan dari leluhur yang bisa dibilang nenek moyang mereka. Mereka selalu bertindak sesuai aturan dari adat samin yang telah diwariskan turun temurun dan selalu dipatuhi setiap masyarakat. Apabila terdapat suatu penyimpangan atau tindakan yang melanggar hukum setempat misalnya saja pencurian, Penyelesaian tindak pidana di Suku Samin diselesaikan menurut hukum adat yang berlaku di Suku Samin. Sanksi adat yang diberikan pada orang yang melakukan tindak pidana pencurian yaitu : orang yang melakukan tindak pidana pencurian dan diketahui oleh masyarakat maka orang tersebut akan dikucilkan dari masyarakat Suku Samin, orang tersebut sudah tidak lagi dianggap sebagai warga masyarakat Samin. Apabila ada acara-acara di desa tersebut seperti acara syukuran desa, pertemuan-pertemuan antar masyarakat desa maka orang yang melakukan tindak pidana pencurian tidak lagi diundang hadir dalam acara-acara tersebut. Perananan masyarakat Samin dalam penyelesaian sangatlah besar dengan menjalankan ajaran-ajaran yang diajarkan oleh Samin Surosentiko dengan baik, sehingga dengan menjalankan ajaran tersebut dapat mencegah terjadinya tindak pidana pencurian.
Penyelesaian tindak pidana yang di selesaikan berdasarkan hukum adat Samin apabila dilaporkan oleh salah satu pihak yang menjadi korban pencurian ke kantor polisi Kabupaten Blora, maka dari pihak kepolisian akan menindaklanjuti semua laporan dari masyarakat Suku Samin. Hal ini sesuai dengan tugas dan wewenang polisi yaitu menindaklanjuti adanya laporan dari masyarakat. Dengan demikian penyelesaian tindak pidana pencurian di Suku Samin tidak diakui oleh hukum positif Indonesia. Tindak pidana pencurian yang terjadi diselesaikan menurut hukum adat masyarakat Samin, dan diselesaikan menurut hukum positif Indonesia. Tindak pidana yang mengakibatkan kerugian material yang sedikit diselesaikan menurut hukum adat masyarakat Samin dan untuk tindak pidana yang mengakibatkan kerugian material yang banyak diselesaiakan menurut hukum positif Indonesia.Peranan masyarakat Suku Samin dalam mencegah tindak pidana pencurian sangat besar, ajaran-ajaran itu digunakan sebagai pedoman bersikap dan bertingkah laku atau pebuatan manusia khususnya orang-orang Samin agar selalu hidup dengan baik dan jujur untuk anak keturunannya kelak.
Penyelesaian tindak pidana pencurian yang diselesaikan oleh masyarakat Suku Samin tidak diakui oleh hukum negara Indonesia. Pemerintah seyogyanya mengakui hukum yang hidup dan berkembang di masyarakat Suku Samin untuk pertimbangan penegakan hukum di Indonesia. Pemerintah seyogyanya memberi peluang dan kesempatan untuk tumbuh dan berkembangnya adat budaya dan kearifan lokal masyarakat Suku Samin. Bagi masyarakat Samin untuk melestarikan dan menjaga adat istiadat budaya Saminisme sehingga tidak pudar oleh modernisasi zaman sekarang. Bagi masyarakat Samin untuk melestarikan dan menjaga adat istiadat budaya Saminisme sehingga kebudayaan Saminisme tidak pudar oleh modernisasi zaman sekarang, serta bagi masyarakat Samin untuk tetap menjaga adat istiadat dan ajaran-ajaran yang diajarkan oleh Samin Surosentiko.

5.      Lembaga ekonomi
Kehidupan ekonomi masyarakat samin dilihat dari tingkat pemenuhan kebutuhan hidup sangatlah kurang terpenuhi. Mengingat mereka ini sebagai petani maka tingkat pemenuhan kebutuhan hidup tergantung dari sektor pertanian. Oleh karena itu diperlukan peran desa untuk dapat mengembangkan sector ekonomi tersebut. Di dalam masyarakat Samin masih sangat sedikit orang yang melakukan kegiatan ekonomi seperti jual beli, system yang diterapkan masyarakat samin adalah turun temurun yang di ajarkan olehleluhur mereka. Misalnya saja pasangan suami istri yang baru saja menikah dan berumah tangga, mereka tidak akan membeli tanah apalagi rumah untuk dijadikan tempat tinggal mereka, mereka akan berpisah dengan keluarganya jika kedua orang tua mereka baik dari pihak perempuan atau laki-laki memberinya tanah untuk dijadikan tempat tinggal, begitu juga dengan makanan sehari-hari,mereka mengambilnya dari lading yang mereka Tanami sayur-sayuran dan bumbu masak serta rempah-rempah lainnya, jika masyarakat samin membutuhkan sesuatu yang tidak mereka miliki, maka mereka akan menukarkan apa yang mereka punya untuk mendapatkan apa yang mereka butuhkan, atau nama lainya barter. Jadi system ekonomi yang ada di masyarakat samin adalah barter, tetapi dalam masyarakat samin tidak terdapat lembaga ekonomi seperti pasar dll, mereka sangat tradisional dan tidak melakukan jual beli.



BAB IV
PENUTUP


A.    KESIMPULAN
Masyarakat samin (sedulur singkep) masyarakat yang memegang ajaran-ajaran leluhur mereka pada masa perlawanan terhadap belanda yang dibawa hingga kini. Terletak di desa Sumber kecamatan kraden, kabupaten Blora dikenal sebagai masyarakat yang selalu menentang program pemerintah. Seperti sistem kepemilikan tanah yang berbeda atau tidak bersertifikat. Mensekolahkan anak merupakan bagian dari wujud kerukunan mereka terhadap warga sekitar padukuhun sedulur singkep. Lembaga pendidikan, dalam masalah pendidikan masyarakat samin kurang  menganggap penting, bagi mereka jika sudah bisa membaca dan menulis itu cukup tidak perlu meneruskan kejenjang yang lebih tinggi, sehingga pada masyarakat samin kebanyakan anak-anak mereka pendidikannya hanya sebatas pada Sekolah Dasar (SD). Lembaga hukum, lembaga hukum pada masyarakat samin kurang berfungsi sebab adanya beberapa alasan yaitu keengganan masyarakat samin untuk mempercayai pemerintah sehingga apapun yang diberikan oleh pemerintah mereka tolak, masyarakat samin yang sangat memegang erat ajaran agamanya, tertanamnya sikap jujur yang mendarah daging menjadikan masyarakat samin tidak melakukan penyimpangan. Orang tua merupakan sumber hukum yang terkesan sangat paten dan harus dilakukan. Melanggar perintah orang tua merupakan kesalahan yang sangat besar. Pengadilan ataupun aparat negara tidak mempunyai fungsi pengendalian sosial karena keteraturan norma yang sangat bagus. Nasehat merupakan sanksi tertinggi bagi mereka yang lena terhadap peraturan yang berlaku.
B.     SARAN
1.      Pemerintah perlu memahami kondisi dan budaya masyarakat Suku Samin dan tetap menjaga kebudayaan tersebut
2.      Pemerintah perlu memberikan perhatian di segala bidang kehidupan masyarakat Samin.
3.      Masyarakat perlu memaklumi budaya Suku Samin dan tidak melakukan berbagai tindakan yang apatis.

DAFTAR PUSTAKA
Lexy J. Moeleong. 1997. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Soerjono Soekanto. 2010. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press.

Taneko, Soleman. 1984. Struktur dan Proses Sosial. Jakarta: Rajawali Pers.

0 Response to " lembaga sosial yang terdapat di masyarakat Samin"

Post a Comment

Contoh Penelitian Sederhana, Materi Sosiologi: Metode Penelitian Sosial (Problematika Proses Pembelajaran di Sekolah-Sekolah di Perkotaan)

Contoh Penelitian Sederhana, Materi Sosiologi: Metode Penelitian Sosial (Problematika Proses Pembelajaran di Sekolah-Sekolah di Perkotaa...

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel