-->

SOSIOLOGI PARIWISATA (pengaruh Taman Sari sebagai Daerah Tujuan Wisata (DTW) terhadap masyarakat sekitar)

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Tamansari merupakan salah satu warisan budaya Keraton Kasultanan Yogyakarta yang masih berdiri kokoh. Tamansari dibangun pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono I tahun 1758. Sampai saat ini Tamansari telah mengalami beberapa kali renovasi sehingga terlihat lebih indah dengan tidak menghilangkan nilai historis dan estetika aslinya. Letak Tamansari tidak jauh dari Keraton Yogyakarta disebelah barat keraton. Di tempat ini kecantikan dan suasana layaknya kehidupan putri keraton terasa sangat kental.  Tamansari seringkali digunakan sebagai lokasi sesi foto pre-wedding karena memang dianggap mewakili nuansa eksotis sekaligus romantis dan tidak jarang juga digunakan sebagai setting pemotretan model – model majalah ternama.
Meski berada tepat di pusat kota, lokasi Tamansari tersembunyi di tengah perkampungan padat. Penduduk disekitar komplek Tamansari ini banyak yang menjadi pengrajin batik dan lukisan yang menjadikan Tamansari lebih menarik untuk dikunjungi. Di Tamansari ini banyak tersedia para pemandu yang akan memberikan segala informasi tentang Tamansari serta mengantarkan wisatawan menuju semua bagian dari kompleks tersebut.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah sejarah Taman Sari?
2.      Bagaimana pengaruh Taman Sari sebagai Daerah Tujuan Wisata terhadap masyarakat sekitar?


C.    Tujuan
Tujuan dari pembahasan pada makalah ini adalah:
1.      Untuk memberikan pengetahuan mengenai sejarah Taman Sari hingga sekarang;
2.      Memberikan gambaran mengenai pengaruh Taman Sari sebagai Daerah Tujuan Wisata (DTW) terhadap masyarakat sekitar.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Taman Sari
Taman Sari juga dikenal sebagai Istana Air. Taman Sari adalah sebuah taman bekas kerajaan Kesultanan Yogyakarta. Terletak sekitar 2 km selatan lingkungan Kraton Yogyakarta. Dibangun pada pertengahan abad 18 dan masing – masing bangunan memiliki beberapa fungsi, seperti area istirahat, bengkel, area meditasi, daerah pertahanan, dan tempat persembunyian. Taman Sari terdiri dari empat bidang yang berbeda: sebuah danau buatan besar dengan pulau dan paviliun yang terletak di sebelah barat, sebuah kompleks mandi di tengah, kompleks paviliun dan kolam di selatan, dan sebuah danau kecil di sebelah timur. Hari ini hanya kompleks pemandian tengah yang terpelihara dengan baik, sedangkan daerah lain telah banyak ditempati oleh pemukiman Kampung Taman. Sejak 1995, Kompleks Istana Yogyakarta termasuk Taman Sari telah terdaftar sebagai sebuah Situs Warisan Dunia.
Pembangunan Taman Sari dimulai pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono I (1755-1792), sultan pertama dari Kesultanan Yogyakarta, dan selesai pada saat Sultan Hamengkubuwono II. Lokasi pembangunan semula dikenal sebagai tempat pemandian yang disebut Pacethokan, sejak masa pemerintahan Sunan Amangkurat IV (1719-1726). Bupati Madiun, Raden Rangga Prawirasentika, turut berpartisipasi dalam pembiayaan pembangunan Taman Sari. Sultan Prawirasentika  juga memohon untuk dibebaskan dari kewajiban pajak Madiun. Dia menawarkan cara-cara alternatif pembayaran lainnya. Sultan menerima proposalnya. Pada 1758, Sultan memerintahkan Bupati untuk mengawasi pembuatan batu bata dan berbagai perlengkapan, yang akan digunakan untuk membangun sebuah taman tersebut. Sultan menginginkan tempat di mana ia bisa menghabiskan waktu untuk bersantai setelah bertahun-tahun perang yang baru saja ia alami. Raden Tumenggung Mangundipura, di bawah pengawasan dari Raden Arya Natakusuma (yang kemudian menjadi Sri Pakualam II), bertanggung jawab untuk pembangunan. Pembangunan itu dimulai pada tahun Jawa 1684. Setelah mencari tahu berapa besar kompleks itu, Raden Rangga Prawirasentika menyadari bahwa biaya tersebut akan menjadi lebih besar dari pajak. Dia mengundurkan diri dari proyek tersebut dan digantikan oleh Pangeran Natakusuma yang melanjutkan hingga proyek selesai. Taman Sari dibangun tiga tahun setelah Perjanjian Giyanti sebagai tempat peristirahatan bagi Sultan Hamengkubuwono I. Komplek ini terdiri dari sekitar 59 bangunan  termasuk sebuah masjid, ruang meditasi, kolam renang, dan serangkaian 18 taman air dan paviliun yang dikelilingi danau buatan. Komplek ini secara efektif digunakan antara 1765-1812. Pembangunan  Taman Sari berakhir setelah penyelesaian gerbang dan tembok. Taman Sari diabaikan dan beberapa bangunan mengalami kerusakan selama Perang Jawa (Diponegoro) 1825-1830.
Bersebelahan dengan pasar Ngasem, Tamansari secara administratif berada di kampung Taman, Kecamatan Kraton. Menurut penelitian, Tamansari pada awal pendirian setidaknya memiliki 4 bagian utama. Dari empat bagian yang memiliki 58 bangunan pada awal pendirian, saat ini hanya tersisa 22 bangunan yang masih berdiri dan bisa dikenali. Kerusakan banyak bangunan dalam kompleks Tamansari disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab utama adalah faktor usia. Pada tahun 1970-an, sebagian tembok Tamansari roboh karena sudah terlalu tua. Faktor alam juga sangat menentukan. Kerusakan paling parah yang dialami Tamansari adalah karena gempa hebat yang terjadi pada 1867. Daya tarik utama dari kompleks Tamansari terletak pada Umbul Pasiraman yang disebut juga Umbul Binangun. Umbul Pasiraman merupakan kolam pemandian bagi Sultan, para istri, serta para putri-putri. Ada dua buah gerbang utama menuju kolam pemandian ini, yaitu gerbang timur dan barat. Dari kedua gerbang itu terdapat jenjang menurun menuju tiga buah kolam Umbul Pasiraman yang dihiasi pancuran berbentuk jamur. Kompleks ini dikelilingi tembok tinggi dan banyak pot bunga.
Bagian bagian Taman Sari dapat digambarkan seperti berikut:
1.      Bagian Pertama
Bagian pertama merupakan bagian utama Taman Sari. Dahulu, tempat ini merupakan tempat yang paling eksotis. Bagian ini terdiri dari danau buatan yang disebut "Segaran" (laut buatan) serta bangunan yang ada di tengahnya, dan bangunan serta taman dan kebun yang berada di sekitar danau buatan tersebut.
a.       Pulo Kenongo
Di tengah-tengah Segaran terdapat sebuah pulau buatan, "Pulo Kenongo", yang ditanami pohon Kenanga. Di atas pulau buatan tersebut didirikan sebuah gedung berlantai dua, "Gedhong Kenongo". Gedung terbesar di bagian pertama ini cukup tinggi. Dari anjungan tertingginya orang dapat mengamati kawasan Keraton Yogyakarta.
b.      Puro Cemethi dan Sumur Guling
Di sebelah selatan Pulo Kenongo terdapat sebuah pulau buatan lagi yang disebut dengan "Pulo Cemethi". Bangunan berlantai dua ini juga disebut sebagai "Pulo Panembung". Di tempat inilah konon Sultan bermeditasi. Ada juga yang menyebutnya sebagai "Sumur Gumantung", sebab di sebelah selatannya terdapat sumur yang menggantung di atas permukaan tanah. Untuk sampai ke tempat ini konon dengan adalah melalui terowongan bawah air. Saat ini bangunan ini sedang dalam tahap renovasi besar - besaran yang bertujuan untuk merestorasi bangunan - bangunan yang masih ada.Sementara itu di sebelah barat Pulo Kenongo terdapat bangunan berbentuk lingkaran seperti cincin yang disebut "Sumur Gumuling". Bangunan berlantai 2 ini hanya dapat dimasuki melalui terowongan bawah air saja. Sumur Gumuling pada masanya juga difungsikankan sebagai Masjid. Di kedua lantainya ditemukan ceruk di dinding yang konon digunakan sebagai mihrab, tempat imam memimpin sholat. Di bagian tengah bangunan yang terbuka, terdapat empat buah jenjang naik dan bertemu di bagian tengah. Dari pertemuan keempat jenjang tersebut terdapat satu jenjang lagi yang menuju lantai dua. Di bawah pertemuan empat jenjang tersebut terdapat kolam kecil yang konon digunakan untuk berwudu.

2.      Bagian Kedua
Bagian kedua yang terletak di sebelah selatan danau buatan segaran merupakan bagian yang relatif paling utuh dibandingkan dengan bagian lainnya. Bagian yang tetap terpelihara adalah bangunan sedangkan taman dan kebun di bagian ini tidak tersisa lagi. Sekarang bagian ini merupakan bagian utama yang banyak dikunjungi wisatawan.
a.       Gedhong Gapura Hageng
Gedhong Gapura Hageng" merupakan pintu gerbang utama taman raja-raja pada zamannya. Kala itu Taman Sari menghadap ke arah barat dan memanjang ke arah timur. Gerbang ini terdapat di bagian paling barat dari situs istana air yang tersisa. Sisi timur dari pintu utama ini masih dapat disaksikan sementara sisi baratnya tertutup oleh pemukiman padat. Gerbang yang mempunyai beberapa ruang dan dua jenjang ini berhiaskan relief burung dan bunga-bungaan yang menunjukkan tahun selesainya pembangunan Taman Sari kira-kira tahun 1765 Masehi.


b.      Gedhong Lopak – lopak
Di sebelah timur gerbang utama kuno Taman Sari terdapat halaman bersegi delapan. Dahulu di tengah halaman ini berdiri sebuah menara berlantai dua yang bernama "Gedhong Lopak-lopak", atau masyarakat sering menyebutnya dengan gopok-gopok.
c.       Umbul Pasiraman
Umbul Pasiraman atau ada jugan yang menyebut dengan Umbul Binangun (masyarakat menyebutnya Umbul Winangun) merupakan kolam pemandian bagi Sultan, para istri beliau, serta para putri-putri beliau. Kompleks ini dikelilingi oleh tembok yang tinggi. Untuk sampai ke dalam tempat ini disediakan dua buah gerbang yang berada di satu di sisi timur dan satunya di sisi barat. Di kompleks Umbul Pasiraman terdapat tiga buah kolam yang dihiasi dengan mata air yang berbentuk jamur. Di sekeliling kolam terdapat pot bunga raksasa. Selain kolam juga terdapat bangunan di sisi utara dan di tengah sebelah selatan.
            Bangunan di sisi paling utara merupakan tempat istirahat dan berganti pakaian bagi para puteri dan istri (selir). Di sebelah selatannya terdapat sebuah kolam yang disebut dengan nama Umbul Muncar. Sebuah jalan yang mirip dengan  dermaga menjadi batas antara kolam ini dengan sebuah kolam di selatannya yang disebut dengan Blumbang Kuras. Dan di selatan Blumbang Kuras terdapat bangunan dengan menara di bagian tengahnya. Bangunan sayap barat merupakan tempat berganti pakaian dan sayap timur untuk istirahat Sultan. Menara di bagian tengah kononnya dahulu digunakan Sultan untuk melihat istri dan puterinya yang sedang mandi kemudian yang tubuh telanjangnya paling mengesankan sultan akan di panggil ke menara. Di selatan bangunan tersebut terdapat sebuah kolam yang disebut dengan Umbul Binangun, sebuah kolam pemandian yang dikhususkan untuk Sultan dan Permaisurinya saja. Pada zamannya, selain Sultan, hanyalah para perempuan yang diizinkan untuk masuk ke kompleks ini. Ini di mungkinkan karena semua perempuan (permaisuri, istri /selir dan para putri sultan) yang masuk ke dalam Taman Sari ini harus lepas baju (telanjang), sehingga selain perempuan di larang keras oleh sultan untuk masuk ke Taman Sari.
d.      Gedhong Sekawan
Merupakan tempat peristirahatan raja dan keluarganya. Disetiap sisi halaman terdapat pintu yang menghubungkan dengan pemandian.
e.       Gedhong Gapuro Panggung
Di sebelah timur halaman bersegi delapan tersebut terdapat bangunan yang disebut dengan Gedhong Gapura Panggung. Bangunan ini memiliki empat buah jenjang, dua di sisi barat dan dua lagi di sisi timur. Dulu di bangunan ini terdapat empat buah patung ular naga namun sekarang hanya tersisa dua buah saja. Gedhong Gapura Panggung ini melambangkan tahun dibangunnya Taman Sari yaitu kira-kira tahun 1758 Masehi. Selain itu di bangunan ini juga terdapat relief ragam hias seperti di Gedhong Gapura Hageng. Sisi timur bangunan ini sekarang menjadi pintu masuk situs Taman Sari.
f.       Gedhong Temanten
Di tenggara dan timur laut gerbang Gapuro Panggung terdapat bangunan yang disebut dengan Gedhong Temanten. Bangunan ini dulu digunakan sebagai tempat penjaga keamanan bertugas dan tempat istirahat. Dahulu di selatan bangunan ini terdapat sebuah bangunan lagi yang sekarang tidak ada bekasnya sedangkan di sisi utaranya terdapat kebun yang juga telah berubah menjadi pemukiman penduduk.

3.      Bagian Ketiga
Bagian ini tidak banyak meninggalkan bekas yang dapat dilihat. Oleh karenanya deskripsi di bagian ini sebagian besar berasal dari rekonstruksi yang ada. Dahulu bagian ini meliputi Kompleks Pasarean Dalem Ledok Sari. Pasarean Dalem Ledok Sari merupakan sisa dari bagian ini yang tetap terjaga. Pasarean Dalem Ledok Sari konon merupakan tempat peraduan Sultan bersama pemaisurinya. Versi lain mengatakan sebagai tempat meditasi. Bangunannya berbentuk U. Dan ditengah bangunan terdapat tempat tidur Sultan yang di bawahnya mengalir aliran air.

4.      Bagian Keempat
Bagian terakhir ini merupakan bagian Taman Sari yang praktis tidak tersisa lagi kecuali bekas jembatan gantung dan sisa dermaga. Deskripsi di bagian ini hampir seluruhnya merupakan sebuah rekonstruksi dari sketsa serangan pasukan Inggris ke Keraton Yogyakarta pada tahun 1812. Bagian ini terdiri dari sebuah danau buatan beserta bangunan di tengahnya, taman di sekitar danau buatan, kanal besar yang menghubungkan danau buatan ini dengan danau buatan di bagian pertama, serta sebuah kebun. Danau buatan terletak di sebelah tenggara kompleks Magangan sampai timur laut Siti Hinggil Kidul. Di tengahnya terdapat pulau buatan yang konon disebut Pulo Kinupeng. Di atas pulau tersebut berdiri sebuah bangunan yang konon disebut dengan Gedhong Gading. Bangunan yang menjulang tinggi ini disebut sebagai menara kota.

B.     Pengaruh Taman Sari Sebagai DTW (Daerah Tujuan Wisata)
Seperti yang sudah kami singgung dalam pembahasan diatas. Bahwa Taman Sari sangatlah berdekatan dengan pemukiman masyarakat (bahkan berada  ditengah – tengah masyarakat secara langsung). Dalam struktural fungsional. masyarakat sebagai sistem sosial, terdiri dar sistem yang interdependent masing-masing mempunyai fungsi tertentu yang berperan menjaga eksistensi dan berfungsinya sistem secara keseluruhan. Kalua suatu sistem dapat mempertahan batas-batasnya maka sistem tersebut akan stabil.
Masing-masing elemen sosial mempunyai fungsi manifes dan fungsi laten. Fungsi manifes adalah fungsi yang diharapakan, sedangkan fungsi laten adalah fungsi yang tidak dirancang, tidak diharapkan atau tidak disadari. Meskipun banyak mendapatkan kritik, teori konsensus masih bertahan dan diterapkan dalam berbagai kajian, salah satunya : sistem teori yang mengatakan bahwa alam, manusia, dan sistem sosial mempunyai prinsip-prinsip yang sama di dalam  melaksanakan “fungsinya” Serta deferensiasi yang terjadi dalam evolusi.
Sesuai dengan teori struktural fungsional, masyarakat di daerah Taman Sari dalam penerimaan pengaruh atas adanya Taman Sari ini tidak terlepas dari peranan pemuka wilayah (dukuh, RT, RW dll). Pembagian jatah kerja juga demikian. Tidak semua masyarakat serta – merta mencari pekerjaan dengan memanfaatkan adanya Taman Sari. Dari observasi yang kami lakukan juga tida semua masyarakat mempunyai trend untuk berjualan atau berprofesi yang berkaitan dengan Taman Sari. Hanya beberapa masyarakat saja yang membuka usaha kedai makanan atau minuman, dan beberapa keluarga seniman memmbuka praktek kerajinan di rumahnya yang itu juga menjadi salah satu yang dikunjungi wisatawan. Tak sedikit pula wisatawan asing yang turut singgah untu sekedar melihat karya – karya yang dipamerkan.
Dampak tempat pariwisata terhadap masyarakat dan daerah tujuan wisata yang banyak mendapat ulasan diantaranya:

Dampak Sosial Ekonomi
Dampak pariwisata terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat lokal dapat dikaategorikan menjadi 8 kelompok besar yaitu :
·         dampak terhadap penerimaan devisa.
·         dampak terhadap pendapatan masyarakat.
·         Dampak terhadap kesempatan kerja.
·         Dampak terhadap harga-harga.
·         Dampak terhadap distribusi manfaat atau keuntungan.
·         Ampak terhadap kepemilikan dan kontrol.
·         Dampak terhadap pembangunan pada umumnya.
·         Dampak terhadap pendapatan pemerintah.
Menurut Figuerola (dalam Pearce, 1989:218) mengidentifikasi adanya kategori dampak sosial-budaya, yaitu :
a.       Dampak terhadap struktur demografi.
b.      Dampak terhadap bentuk dan tipe mata pencaharian.
c.       Dampak terhadap transformasi nilai.
d.      Dampak terhadap gaya hidup tradisional.
e.       Dampak terhadap pola konsumtif.
f.       Dampak terhadap pembangunan masyarakat yang merupakan manfaat sosial-budaya pariwisata.

Sementara itu Pizam dan Milman (1984) juga mengklasifikasikan dampak sosial-budaya pariwisata yaitu :
a.       Dampak terhadap aspek demografis (jumlah penduduk, umur, perubahan piramida Kependudukan)
b.      Dampak terhadap aspek budaya (tradisi, keagamaan, bahasa)
c.       Dampak terhadap mata pencaharian (perubahan pekerjaan, distribusi pekerjaan)
d.      Dampak terhadap transformsi norma (tradisi, moral)
e.       Dampak terhadap modifikasi pola konsumsi (infrastruktur, komuditas)
f.       Dampak terhadap lingkungan (polusi, kemacetan lalu lintas).
Dampak yang ada di Taman Sari jika di sesuaikan dengan pernyataan diatas, terdapat beberapa yang memang terjadi. Seperti aspek budaya, yang membuat warga sekitar Taman Sari, khususnya masyarakat Taman rata- rata memiliki kemampuan berbahasa asing (setidaknya Inggris) agar memudahkan para wisatawan mancanegara tidak hanya mendapatkan pelayanan dari tour guide, namun juga dapat berbincang dengan masyarakat sekitar.
Sifat dan bentukdari dampak sosial-budaya dipengaruhi oleh berbagai faktor. Pitana (1999) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang ikut menentukan dampak sosial-budaya sebagai berikut :
a.       Jumlah wisatawan, baik absolut maupun relatif terhadap jumlah penduduk lokal.
b.      Objek dominan yang menjadi sajian wisata dan keutuhan wisatawan terkait dengan sajian tersebut.
c.       Sifat-sifat atraksi wisata yang disajikan, apakah alam, situs arkeologi, budaya kemasyarakatan.
d.      Struktur dan fungsi dari organisasi kepariwisataan di DTW.
e.       Perbedaan tingkat ekonomi dan perbedaan kebudayaan antara wisatawan dengan masyarakat lokal.
f.       Perbedaan kebudayaan atau wisatawan dengan masyarakat lokal.
g.      Tingkat otonomi (baik politik, geografis, dan sumberdaya) dari DTW.
h.      Laju /kecepatan pertumbuhan pariwisata.
i.        Tingkat perkembangan pariwisata (apakah awal, atau sudah jenuh)
j.        Tingkat pembangunan ekonomi DTW,
k.      Struktur sosial masyarakat lokal,
l.        Tipe resort yang dikembangkan ,
m.    Peranan pariwisata dalam ekonomi DTW.

Lebih jauh Dougla and Douglas mengetengahkan bahwa ada hubungan paralel antar tinggi dan makna dampak sosial-budaya pariwisata dengan variabel-variabel :
a.       Besarnya perbedaan sosial, ekonomi, dan budaya antara wisatawan dengan masyrakat lokal.
b.      Perbandingan antara jumlah wisatawan dengan masyrakat lokal.
c.       Distribusi dan kenampakan dari pembangunan pariwisata.
d.      Laju dan intensitas perkembangan pariwisata.
e.       Tingkat kepemilikan invesrasi asing dan tenaga kerja asing di DTW.

Selain itu, terdapat pula 17 faktor yang mempengaruhi dampak sosial-budaya :
a.       Jumlah wisatawan,
b.      Tipe wisatawan,
c.       Tahap perkembangan priwisata,
d.      Perbedaan tingkat perkembangan ekonomi antara negara asal wisatawan dengan negara penerima,
e.       Perbedaan norma budaya antar negara asal wisatawan dengan negara penerima,
f.       Ukuran fisik wilayah DTW, yang mempengaruhi kepadatan wisatawan,
g.      Jumlah penduduk luar daerah (migran) yang melayani kkebutuhan pariwisata.
h.      Besar kecilnya pemeblian barang-barang properti oleh wisatawan,
i.        Tingkat penguasaan atau kepemilikan properti dan fasilitas pariwisata oleh masyarakat lokal,
j.        Perilaku lembaga pemerintah terhadap pariwisata,
k.      Kepercayaan-keprcayaan masyrakat lokal dan kekuatan dari kepercayaan tersebut,
l.        Keterbukaan terhadap bebagai kekuatan yang mempengaruhi perubahan teknologi, sosial, dan budaya,
m.    Kebijakan dalam penyebaran wisatawan,
n.      Pemasaran dan citra yang dibentuk lewat pemasaran terhadap DTW,
o.      Homogenitas masyarakat penerima,
p.      Aksesabilitas DTW,
q.      Kekuatan awal dari tradisi berkesenian, cerita rakyat, legenda, dan sifat-sifat tradisi tersebut.
            Jika dilihat dari faktor – aktor diatas, Taman Sari sangat memenuhi. Selain berada didalam kawasan yang sangat diperhitungkan sebagai daerah tujuan wisata, Taman Sari juga salah satu perhatian besar pemerintah DIY untuk mengembangkan potensi wisata yang ada di dalam wilayah Yogyakarta. Fasilitas yang tersedia juga sangat mendukung, hanya saja jalan yang sering digunakan untuk menuju Taman Sari masih perlu adanya pengaturan. Jalan tersebut cukup sempit, sehingga jika Taman Sari sedang ramai dikunjungi maka jalan ini akan macet karena banyak kendaraan yang hendak masuk menuju komplek.

BAB III
PENUTUP


A.    Simpulan
Sebagai Daerah Tujuan Wisata, Taman Sari yang terletak di komplek Kraton Yogyakarta menjadi perhitungan pemerintah daerah. Pelayanan publik sebagai akses menuju Taman Sari juga sudah memadahi. Dalam pengaruhnya terhadap masyarakat, Taman Sari memberikan kontribusi yang cukup besar. Karena dengan dijadikannya Taman Sari sebagai DTW, banyak warga yang kemudian berprofesi yang ada kaitannya dengan pengembangan Taman Sari sebagai DTW. Hal ini tentu sangat menunjang perekonomian warga sekitar. Namun perhatian yang kurang ialah penataan ruang di sekitar Taman sari yang kadang masih kurang nyaman untuk dilihat. Seperti adanya jemuran pakaian warga yang terlihat, mengurangi keindahan Taman Sari.

B.     Saran
Semoga dalam penyusunan makalah serupa, penyusun dapat memperoleh bahan yang lebih lengkap terutama dalam kepustakaan dengan sumber terkait.

DAFTAR PUSTAKA

Pitana, I Gede dan Putu Giyatri. 2005. Sosiologi Pariwisata. Yogyakarta: Andi

Claresta Gianina. 2011. Menguak Eksotsme Taman Sari Jogja. http://komunikan.com/menguak-eksotisme-taman-sari-jogja/  diakses pada tanggal 30 September 2011

0 Response to "SOSIOLOGI PARIWISATA (pengaruh Taman Sari sebagai Daerah Tujuan Wisata (DTW) terhadap masyarakat sekitar)"

Post a Comment

Contoh Penelitian Sederhana, Materi Sosiologi: Metode Penelitian Sosial (Problematika Proses Pembelajaran di Sekolah-Sekolah di Perkotaan)

Contoh Penelitian Sederhana, Materi Sosiologi: Metode Penelitian Sosial (Problematika Proses Pembelajaran di Sekolah-Sekolah di Perkotaa...

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel