teori Emile Durkheim mengenai fakta sosial
Sunday, 20 October 2013
2 Comments
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum
Wr.Wb
Puji syukur kita panjatkan kehadirat
Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul Emile Durkheim I (Fakta Sosial)
Makalah ini berisikan tentang karir
intelektual Emile Durkheim, teori mengenai fakta sosial yang dikemukakan Emile
Durkheim, serta implementasi dari teori tersebut.
Kami menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak
yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.
Wasalamu’alaikum
Wr.Wb
Yogyakarta,
13 September 2013
Penyusun
BAB
I
PENDAHULUAN
1. LATAR
BELAKANG MASALAH
Manusia sebagai makhluk hidup yang
memiliki akal, senantiasa berusaha mengetahui segala sesuatu yang ada di
sekitarnya Pada mulanya, semua pengetahuan manusia yang mencakup segala usaha
pemikiran mengenai manusia dan alam sekitarnya termasuk masyarakat menjadi satu
dalam filsafat. Akan tetapi, sejalan dengan semakin kompleksnya pemikiran
manusia, maka terjadilah spesialisasi. Filsafat alam berkembang menjadi berbagai
cabang ilmu, seperti astronomi, fisika, kimia, biologi, dan geologi. sedang
filsafat kejiwaan dan filsafat social berkembang menjadi psikologi dan
sosiologi.
Pada saat sosiologi masih dianggap
sebagai ilmu yang bernaung di dalam filsafat dan disebut dengan nama filsafat
sosial, materi yang dibahas tidak dapat dikatakan sebagai ilmu sosiologi
seperti yang dikenal se-karang. Beberapa ilmuwan yang mengembangkan filsafat
sosial diantaranya adalah Plato (429–347 SM) yang membahas unsur-unsur
sosiologi tentang negara dan Aristoteles (384-322 SM) yang membahas unsur-unsur
sosiologi dalam hubungannya dengan etika sosial, yakni bagaimana seharusnya
tingkah laku manusia dalam berhubungan dengan sesama manusia ataupun dalam
kehidupan sosialnya.
Baru setelah Auguste Comte
(1798-1857) menciptakan istilah sosiologi, pada tahun 1839 terhadap keseluruhan
pengetahuan manusia mengenai kehidupan bermasyarakat, maka lahirlah sosiologi
sebagai suatu ilmu pengetahuan. Inilah yang disebut dengan tahap pemikiran awal
sosiologi. Comte berpendapat bahwa tingkah laku sosial dan kejadian-kejadian di
masyarakat dapat diamati dan diukur secara ilmiah. Comte dianggap sebagai
‘Bapak Sosiologi’ yang memulai kajian sosial dengan metode ilmiah.
Sosiologi pada zaman Comte dan
Herbert Spencer masih dipengaruhi oleh aliran filsafat dan psikologi. Baru
ketika Emile Durkheim untuk pertama kalinya menggunakan metode riset ilmiah
dalam mengkaji informasi demografi dari berbagai negara, dan mempelajari
hubungan antara angka bunuh diri yang ada di negara-negara itu dengan faktor
agama dan status perkawinan, maka sosiologi benar-benar lepas dari pengaruh
filsafat.
Hal itulah yang menjadi latar
belakang makalah ini dibuat. Malakah ini akan menggambarkan teori Durkheim
mengenai fakta sosial yang menjadikan Sosiologi sebagai disiplin ilmu yang
terlepas dari filsafat dan psikologi.
2. RUMUSAN
MASALAH
A. Bagaimana
karir intelektual seorang Emile Durkheim?
B. Apa
isi teori dari Emile Durkheim mengenai fakta sosial?
C. Bagaimana
implementasi teori Emile Durkheim mengenai fakta sosial?
3. TUJUAN
A. Untuk
mengetahui karir intelektual seorang Emile Durkheim
B. Untuk
mengetahui isi teori dari Emile Durkheim mengenai fakta sosial
C. Untuk
mengetahui implementasi teori Emile Durkheim mengenai fakta sosial
BAB
II
PEMBAHASAN
1. KARIR
INTELEKTUAL EMILE DURKHEIM
Sosiolog besar ini dilahirkan di Epinal suatu perkampungan
kecil orang Yahudi di Bagian timur Prancis yang agak terpencil dari masyarakat
luas pada tanggal 15 April 1858, ia disebut sosiolog Prancis pertama yang
menempuh jenjang ilmu sosioloogi paling akademis. Beliau memperbaiki metode
berpikir sosiologis yang tak hanya berdasar pemikiran-pemikiran logika
filosofis namun sosiologi menjadi suatu ilmu pengetahuan yang benar apabila
mengangkat gejala sosial sebagai fakta-fakta yang dapat di observasi.
Durkheim mengenal akar-akar sosiologi dari pemikiran filsuf
kuno seperti Plato dan Aristoteles, dan filsuf Perancis Montesquieu dan
Condorcet, Durkheim memandang filsuf terdahulu belum melangkah jauh sebeab
mereka belum mencoba menciptakan disiplin baru
Minat
Durkheim dalam fenomena sosial juga didorong oleh politik. Kekalahan Prancis
dalam Perang Prancis-Rusia telah memberikan pukulan terhadap pemerintahan
republikan yang sekular. Banyak orang menganggap pendekatan Katolik, dan sangat
nasionalistik sebagai jalan satu-satunya untuk menghidupkan kembali kekuasaan
Prancis yang memudar di daratan Eropa. Durkheim, seorang Yahudi dan sosialis,
berada dalam posisi minoritas secara politik, suatu situasi yang membakarnya
secara politik. Peristiwa Dreyfus pada 1894 hanya memperkuat sikapnya sebagai
seorang aktivis.
Seseorang yang berpandangan seperti Durkheim tidak mungkin
memperoleh pengangkatan akademik yang penting di Paris, dan karena itu setelah
belajar sosiologi selama setahun di Jerman, ia pergi ke Bordeaux pada 1887,
yang saat itu baru saja membuka pusat pendidikan guru yang pertama di Prancis.
Di sana ia mengajar pedagogi dan ilmu-ilmu sosial (suatu posisi baru di
Prancis). Dari posisi ini Durkheim memperbarui sistem sekolah Prancis dan
memperkenalkan studi ilmu-ilmu sosial dalam kurikulumnya. Kembali,
kecenderungannya untuk mereduksi moralitas dan agama ke dalam fakta sosial
semata-mata membuat ia banyak dikritik.
Minat Durkheim pada sosialisme dijadikan bukti bahwa ia bukan
seorang konservatif namun sosialisme yang berbeda dengan minat marx dan
pengikutnya. Durhkeim menyebut Marxisme sebagai serangkaian “hipotesis yang
dapat diperdebatkan” dan ketinggalan zaman. Bagi Durkheim sosialisme sangat
berbeda dengan pada umumnya karena baginya sosialisme tak lain adalah suatu
paham dan keadaan yang merepresentasikan sistem tempat dimana prinsip moral
yang diungkap oleh sosiologi ilmiah harus diberlakukan.
Empat buah buku ditulis durkheim untuk mengukuhkan dirinya
sebagai sosiolog besar, buku pertama ialah disertasi doktornya dari Unversitas
Sorbone berjudul One the Division of Social Labor yang diterbitkan tahun 1893,
Buku kedua berjudul The Rules of Sociological Method terbit tahun 1895, buku
ketiga berjudul Suicide terbit tahun 1897, dan buku keempat berjudul The
Elementary forms of Religious life terbit tahun 1912.
Pemikiran Durkeim juga berpengaruh pada bidang selain sosiologi
seperti antropologi, sejarah, linguistik, dan ironisnya lewat lingkaran ini dia
menyerang disiplin yang jadi musuh bebuyutan psikologi.
Durhkeim wafat pada 15 November 1917. Ia disegani dikalangan
intelektual Prancis, namun pemikirannya itu baru berpengaruh signifikan dalam
sosiologi di Amerika setelah Talcott Parson menerbitkan buku berjudul The Structure of Social Action.
2. TEORI
SOSIOLOGI EMILE DURKHEIM TENTANG FAKTA SOSIAL
A. Fakta
sosial
Untuk
memisahkan sosiologi dari filsafat dan memberinya kejelasan serta identitas
tersendiri, Durkheim (1895/1982) menyatakan bahwa pokok bahasan sosiologi
haruslah berupa studi atas fakta sosial (lihat Gane, 1988; Gilbert,1994; dan
edisi spesial sociological perspectives 1995). Secara singkat, fakta sosial
terdiri dari struktur sosial, norma budaya, dan nilai yang berada di luar dan
memaksa aktor.
Hal yang
penting dalam pemisahan sosiologi dari filsafat adalah ide bahwa fakta sosial
dianggap sebagai “sesuatu” (S. Jones, 1996) dan dipelajari secara empiris.
Artinya, bahwa fakta sosial mesti dipelajari dengan perolehan data dari luar
pikiran kita melalui observasi dan eksperimen.
Fakta
sosial adalah seluruh cara bertindak, baku maupun tidak, yang dapat berlaku
pada diri individu sebagai sebuah paksaan eksternal; atau bisa juga dikatakan
bahwa fakta sosial adalah seluruh cara bertindak yang umum dipakai suatu
masyarakat, dan pada saat yang sama keberadaannya terlepas dari
manifestasi-manifestasi individual. (Durkheim, 1895/111982: 13).
Hal itu menunjukkan bahwa Durkheim memberikan
definisi agar sosiologi terpisah dari ilmu filsafat dan psikologi.
Durkheim
berpendapat bahwa fakta sosial tidak bisa direduksi kepada individu, namun
mesti di pelajari sebagai realitas mereka. Durkheim menyebut fakta sosial
dengan istilah latin sui generis, yang berarti “unik”.
Durkheim menggunakan istilah ini untuk menjelaskan bahwa fakta sosial memiliki
karakter unik yang tidak bisa direduksi menjadi sebatas kesadaran individual.
Jika fakta sosial dianggap bisa dijelaskan dengan merujuk pada individu, maka
sosiologi akan tereduksi menjadi psikologi.
Durkheim
sendiri memberikan beberapa contoh tentang fakta sosial , termasuk aturan
legal, beban moral, dan kesepakatan sosial. Dia juga memasukan bahasa sebagai
fakta sosial, dan menjadikannya contoh yang paling mudah dipahami. Pertama
karenakan bahasa adalah “sesuatu” yang mesti dipelajari secara empiris. Kedua
bahasa adalah sesuatu yang berada di luar individu. Meskipun individu
menggunakan bahasa, namun bahasa tidak dapat didefinisikan atau diciptakan oleh
individu. Ketiga, bahasa memaksa individu. Bahasa dapat membuat sesuatu itu
sulit dikatakan. Terakhir, perubahan dalam bahasa dapat dipelajari dengan fakta
sosial lain dan tidak bisa hanya keinginan individu saja.
Sebagian sosiologo berpendapat bahwa Durhkeim
terlalu mengambil posisi yang ekstrem dalam hal ini. sebab ia terlalu membatasi
sosiologi hanya pada fakta sosial saja. Padahal ada banyak cabang-cabang dalam
sosiologi.
B. Fakta
Sosial Material dan Nonmaterial
Durkheim
membedakan dua tipe ranah fakta sosial material dan non material. Fakta sosial material seperti gaya
arsitektur bentuk teknologi, dan hukum dan perundang-undangan, relatif mudah
dipahami karena keduanya bisa diamati secara langsung. Lebih penting lagi,
fakta sosial material tersebut sering kali mengekspresikan kekuatan moral yang
lebih besar dan kuat yang sama-sama berrada diluar individu dan memaksa mereka.
Kekuatan moral inilah yang disebut dengan fakta sosial nin material.
Studi
Durkheim yang paling penting dan inti dari sosiologi terletak pada studi fakta
sosial nonmaterial. Durkheim mengungkapkan : “tidak semua kesadaran sosial
mencapai ... eksternalisasi dan materialisasi” (1897/1951: 315). Apa yang saat
ini disebut norma dan nilai, atau budaya oleh sosiolog secara umum (Alexander,
1988c) adalah contoh yang tepat untuk apa yang disebut Durkheim dengan fakta
sosial nonmaterial. Durkheim mengakui bahwa fakta sosial nn material memiliki
batasan tertentu, ia ada dalam individu. Akan tetapi dia yakin bahwa ketika
orang memulai berinteraksi secara sempurna, maka interaksi itu akan mematuhi
hukumnya sendiri (Durkheim, (1912) 1965: 471). Dalam karya yang sama durkheim
menulis: pertama, bahwa “hal-hal yang bersifat sosial hanya bisa teraktualisasi
melalui manusia; mereka adalah produk aktivitas manusia” dan kedua Masyarakat
bukan hanya semata-mata kumpulan sejumlah individu.masyarakat akan hanya bisa
dipahami dengan interaksi bukan individu. Interaksi nonmaterial juga memiliki
tingkatan-tingkatan realitasnya sendiri. Inilah yang disebut “realisme
relasional” (Alpert, 1939).
Durkheim
melihat fakta sosial berada di sepanjang kontinum hal-hal yang material.
Durkheim menyebut ini dengan fakta morfologis, dan semua itu termasuk hal yang
paling penting dalam buku pertamanya, The
Division of Labor.
C. Jenis-jenis
Fakta Sosial Nonmaterial
a. Moralitas.
Persperktif durkheim mengenai moralitas: pertama, Durkheim
yakin bahwa moralitas adalah fakta sosial, dengan kata lain, moralitas bisa
dipelajari secara empiris, karena ia berada diluar individu, ia memaksa
individu, dan bisa dijelaskan dengan fakta-fakta sosial lain. Kedua, Durkheim
dianggap sebagai sosiolog moralitas karena studinya didorong oleh kepeduliannya
pada kesehatan moral kesehatan moral masyarakat modern.
Dalam pandangan Durkheim, orang selalu terancam kehilangan
ikatan moral, dan hal ini dinamakan “patologi”. hal tersebut penting bagi
Durkheim karena tanpa itu individu akan diperbudak oleh nafsu yang tidak pernah
puas. Seseorang akan didorong oleh nafsu mereka ke dalam kegilaan untuk mencari
kepuasan namun setiap kepuasan akan menuntut lebih dan lebih. Jika masyarakat
tidak membatasi kita maka kita akan menjadi budak kesenagan yang selalu meminta
lebih. Sehingga Durkheim memegang pandangan bahwa individu membutuhkan
moralitas dan kontrol dari luar untuk bebas. Pandangan hasrat yang tidak pernah
puas ini ada pada setiap manusia adalah inti dari sosiologi Durkheim.
b. Kesadaran
kolektif.
Durkheim mencoba mewujudkan perhatiannya pada moralitas
dengan berbagai macam cara dan konsep. Usaha awalnya untuk menaangani persoalan
ini adalah dengan mengembangkan ide tentang kesadaran kolektif. Durkheim
mendefinisikan kesadaran kolektif sebagai berikut: seluruh kepercayaan dan
perasaan bersama orang kebanyakan dalam sebuah masyarakat akan membentuk suatu
sistem yang tetap yang punya kehidupan sendiri, kita boleh menyebutnya dengan
kesadaran kolektif atau kesadaran umum. Dengan demikian, dia tidak sama dengan
kesadaran partikular, kendati hanya bisa disadari lewat kesadaran-kesadaran
partikular.
Dari hal itu jelas bahwa Durkheim berpendapat kesadaran
kolektif terdapat dalam kehidupan sebuah masyarakat ketika dia menyebut
“keseluruhan” kepercayaan dan sentimen bersama. Hal yang lain bahwa kesadaran
kolektif sebagai sesuatu yang terlepas dari dan mampu menciptakan fakta sosial.
Hal terakhir dari pendapatnya bahwa kesadaran kolektif baru bisa “terwujud’
melalui kesadaran-kesadaran indivisual.
Duekheim menggunakan konsep yang sangat terbuka dan tidak
tetap untuk menyatakan bahwa masyarakat “primitif” memiliki kesadaran kolektif
yang kuat yaitu pengertian, norma, dan kepercayaan bersama lebih daripada
masyarakat modern.
c. Representasi
Kolektif
Kesadaran kolektif tak dapat dipelajari secara langsung
karena sesuatu yang luas dan gagasan yang tidak memiliki bentuk yang tetap. Sehingga
perlu didekati dengan relasi fakta sosial material. Contoh dari representasi
kolektif ialah simbol agama, mitos, dan legenda populer. Semua yang tersebut
itu adalah cara-cara dimana masyarakat merefleksikan dirinya.
Representasi kolektif tidak dapat direduksi kepada
individu-individu karena ia muncul dari interaksi sosial dan hanya dapat dipelajari
secara langsung karena cenderung berhubungan dengan simbol material seperti
isyarat, ikon, dan gambar atau praktek seperti ritual.
Contoh dari
representasi ialah mengenai perubahan yang dialami Abraham Lincoln dalam
menanggapi fakta-fakta sosial lain. Ia mengalami kejayaan yang memuncak dan
ditahun lain ia memperlihatkan kemerosotan martabatnya.
d. Arus
sosial
Sebagian besar fakta
sosial yang dirujuk emile Drukheim sering diasosiasikan dengan organisasi
sosial. Namun dia menjelaskan bahwa fakta sosial tidak menghadirkan diri dalam
bentuk yang jelas”. Durkheim menyebutnya arus sosial. Dia mencontohkan dengan
“luapan semangat, amarah, dan rasa kasihan”. Fakta-fakta sosial nonmaterial
bahkan bisa memengaruhi institusi yang paling kuat sekalipun. Hal ini dicontohkan
pada konser rock yang terjadi di Erropa timur. Konser rock merupakan tempat
muncul dan berseminya standar buadaya, fashion. Dan gejala perilaku yang lepas
kntrol partai. Dengan kata lain kepemimpinan politik takut pada konser rock
karena berpotensi menekan perasaa
individu dari alienasi menjadi motivasi keterasingan sebagai fakta
sosial.
e. Pikiran
kelompok
Arus sosial dapat dilihat sebagai serangkaian makna yang
disepakati dan dimiliki bersama oleh seluruh anggota kelompok. Karena itu arus
sosial tidak bisa dijelaskan berdasarkan suatu pikiran individual. Arus sosial
juga tidak bisa dijelaskan secara intersubjektif yaitu berdasarkan interaksi
antar individu. Arus sosial hanya akan tampak pada level interaksi bukan
individu.
Kenyataannya ada kesamaan yang kuat antara teori fakta
sosial dari Durkheim dengan teori
mutakhir tentang hubungan otak dengan pikiran individu. Keduanya sama-sama
menggunakan gagasan bahwa sistem yang kompleks akan terus berubahdan
menunjukkan ciri-ciri baru.
Durkheim juga memiliki
pemahaman modern tentang fakta sosial nonmaterial yang mengandung norma, nilai,
budaya, dan berbagai fenomena psikologis sosial bersama.
3. IMPLEMENTASI
TEORI EMILE DURKHEIM MENGENAI FAKTA SOSIAL
Emile Durkheim mendefinisikan fakta sosial dalam teorinya ialah
seluruh cara bertindak, baku maupun tidak, yang dapat berlaku pada diri
individu sebagai sebuah paksaan ekternal; atau bisa dikatakan bahwa fakta
sosial adalah cara bertindak yang umum dipakai suatu masyarakat, dan pada saat
yang sama keberadaanya terlepas dari manifesti-manifesti individual. Sehingga
fakta sosial yang berada dalam masyarakat saat ini yang sesuai dengan definisi
Durkheim misalnya seorang yang berkendara tanpa menggunakan helm, SIM, dan STNK
apabila diketahui oleh polisi maka akan dikenakan denda atau sanksi sesuai
peraturan yang berlaku. Hal ini menandakan bahwa peraturan yang berlaku berada
di luar individu, berlaku bagi setiap individu yang berarti universal di
wilayah atau negara itu, serta memaksa individu tersebut untuk bertidak yang
seharusnya.
Fakta sosial material dicontohkan Durkheim seperti gaya
arsitektur : rumah adat, istana, tempat ibadah , bentuk teknologi: gadget, obat-obatan,
satelit, transportasi, hukum perundang-undangan: hukum adat, hukum dagang,
hukum pidana perdata.
Fakta sosial nonmaterial menjadi hal paling penting dalam teori
Durkheim. Ia mengungkapkan: “tidak semua kesadaran sosial mencapai...
eksternalisasi dan materialisasi”, norma, nilai dan budaya menjadi hal yang
tepat atas pernyataan Durkheim. Durkheim mengakui bahwa fakta sosial non
material memiliki batasan tertentu, ia ada dalam pikiran individu. Ia meyakini
ketika sorang dalam interaksi yang sempurna maka itu akan mematuhi
hukum-hukumnya sendiri. Hal ini dapat dicontohkan bahwa ketika kita
berinteraksi dengan seseorang dalam forum diskusi atau dalam perkuliahan dengan
dosen maka interkasi yang dilakukan antara kita dengan dosen menggunakan bahasa
yang formal dan dengan suasana yang sopan. Berbeda dengan interaksi kita pada
saat berdiskusi dengan teman atau seorang yang begitu dekat maka suasana akan
lebih relax dengan penuh candaan dan bahasa yang sedikit ‘’nyleneh’’. Hal itu
menunjukkan adanya penyesuaian kita pada hukum-hukum yang berlaku dalam sebuah
interaksi yang sempurna.
Jenis fakta nonmaterial yang dikemukakan Durkheim dalam
studinya ialah:
a. Moralitas
Perspektif
Durkheim mengenai moralitas ada dua, moralitas
aaadalah fakta sosial dan bisa dipelajari secara empiris memaksa
individu dan berada diluar. Benar adanya karena moralitas erat kaitannya dengan
struktur sosial, misalnya untuk memahami moralitas UNY kita terlebih dahulu
harus menelaah bagaimana UNY terbentuk atau awal mulanya, dimana keberadaan UNY
dalam masyarakat, serta tanggung jawabnya atas kebaikan sosial.
b. Kesadaran
Kolektif
Durkheim
mendefinisikan Kesadaran kolektif sebagai “seluruh kepercayaan dan perasaan
bersama orang kebanyakan dalam sebuah masayakat aaakan membentuk suatu sistem yang tetap
yang punya kehidupan sendiri,....” hal ini dapat dicontohkan pada masyarakat
kita yang memiliki kepercayaan dan perasaan bersama yaitu pernah dijajah oleh
Belanda dan mengalami penderitaan. Kita pun menyadari bahwa kita adalah seorang
warga indonesia, tak hanya itu dalam ruang yang lebih sempit ada yang menyadari
dirinya orang Bali, orang hindu, orang Batak karena berbagai perasaan dan
kepercayaan yang sama.
c. Representasi
kolektif
Dalam
teorinya mengenai fakta sosial Durkheim menggunakan representasi kolektif
secara langsung sebab selalu berhubungan dengan simbol-simbol seperti ikon,
gambar, atau praktek ritual. Misalnya dalam masyarakat kita ialah banyak yang
beberapa narasumber yang mengatakan bahwa partai demokrat terdapat dua matahari
kembar. Namun setelah beberapa kasus menimpa partai ini dua matahari ini
diilustrasikan oleh para demonstran sebagai seekor tikus dengan tulisan-tulisan
keras. Dua matahari itu ialah Anas urbaningrum dan SBY. Hal ini menunjukkan
adanya perubahan representasi masyarakat terhadap mereka.
d. Arus
Sosial
Durkheim
menyebut fakta sosial yang satu ini tidak menghadirkan diri dalam bentuk yang
jelas. Ia mencontohkan dengan luapan semangat, amarah, dan rasa kasihan yang
terbentuk dari kempulan publik. Hal ini dicontohkan dengan kerumunan konser
rock di Eropa Timur yang mempercepat kehancuran komunis di sana. Sebab mereka
menganggap konser rock merupakan tempat berkembangnya standar budaya, fashion,
dan perilaku yang lepas dari kontrol partai.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Fakta sosial yang menjadi objek
kajian dalam sosiologi yang dikemukakan Durkheim telah menuai keberhasilan
yaitu memisahkan sosiologi sebagai ilmu filsafat sosial dan psikologi untuk
pertama kalinya. Sehingga ketiga ilmu tersebut memang berbeda. Tak hanya itu ia
membuat sosiologi sebagai disiplin ilmu dan merupakan cabang ilmu sosial yang
berdiri sendiri.
Fakta-fakta sosial yang dibedakan
jenisnya yaitu fakta sosial nonmaterial dan material masih dapat
diimplementasikan sampai sekarang serta masih relevan dan memang dapat
dipelajari secara empiris.
DAFTAR
PUSTAKA
Soekanto, Soerjono. 2012. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta:
Rajawali Pers.
Ritzer, George, Douglas
J Goodman. 2013. Teori Sosiologi.
Yogyakarta: Kreasi Wacana.
http://ambriomimpiku.blogspot.com/2012/01/emile-durkheim.html/
diakses pada tanggal 13 September
2013
http://www.bangmu2.com/2012/05/sejarah-perkembangan-sosiologi.html/
diakses pada tanggal 13 Agustus
2013
this is help me to get sociology theory... thx you...
ReplyDeletemaaf, saya kurang nyaman dengan musiknya
ReplyDelete